Indonesia Perkuat Cadangan Devisa

Bilateral Swap Bisa Ditambah

Selasa, 10 September 2013 – 06:45 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Gejolak sektor keuangan masih belum berhenti mendera negara-negara emerging market atau yang ekonominya sedang tumbuh. Indonesia pun terus memperkuat lini pertahanan untuk menghadapi guncangan.

 

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, dalam situasi perekonomian seperti saat ini, penguatan cadangan devisa menjadi strategi efektif untuk mengantisipasi gejolak keuangan.

BACA JUGA: Pemerintah Optimis Pertumbuhan Ekonomi Capai 5,9 persen

"Sebelumnya BI (Bank Indonesia) kan sudah melakukan bilateral swap dengan Jepang, nanti akan ada kerjasama lagi dengan dua negara lain," ujarnya kemarin (9/9).

BACA JUGA: Anggap RKAKL Kementerian Tak Mencerminkan Keadaan

Namun, Chatib belum bersedia menyebut dua negara yang saat ini tengah menjajaki kerjasama moneter dengan Indonesia. Yang jelas, lanjut dia, pembahasan sudah dilakukan di sela genda pertemuan negara-negara anggota G20 di Saint Petersburg, Rusia, pekan lalu.

"Dari pembicaraan awal, mereka menyatakan bersedia untuk membantu (Indonesia)," katanya.

BACA JUGA: Soal Outsourcing di BUMN, Dahlan Siap Ikuti Keputusan DPR

Direktur Eksekutif Direktorat Komunikasi Bank Indonesia (BI) Difi Johansyah menambahkan, BI sudah menandatangani perpanjangan Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan Bank of Japan sebagai agen Menteri Keuangan Jepang sebesar USD 12 miliar, berlaku efektif 31 Agustus 2013. "Pembahasan untuk kerja sama serupa juga sedang dilakukan dengan bank-bank sentral di kawasan Asia," katanya.

Menurut Chatib, dalam kondisi saat ini, Indonesia harus memberikan pesan kepada investor global bahwa Indonesia memiliki cadangan devisa yang cukup kuat dan memiliki cadangan bantuan dari beberapa negara lain.

"Jadi, kalau ada apa-apa (kondisi memburuk, Red), kita dapat tambahan devisa sampai sekian puluh miliar dolar (AS), jadi aman," ucapnya.

BSA merupakan kerja sama antar dua bank sentral untuk memberikan cadangan devisa jika sewaktu-waktu salah satu negara membutuhkan. BSA bisa menjadi lini pertahanan kedua setelah cadangan devisa.  

Managing Director dan Senior Economist Standard Chartered Fauzi Ichsan mengatakan, selain bilateral swap dengan negara-negara tertentu, Indonesia juga harus mengaktifkan pinjaman siaga atau stand by loan, misalnya dengan lembaga keuangan multilateral. "Termasuk Chiang Mai Initiative," ujarnya.

Chiang Mai Initiative merupakan kesepakatan negara ASEAN plus 3 (Tiongkok, Jepang, Korea Selatan) untuk melakukan iuran dana yang bisa digunakan oleh setiap negara anggota. Dalam skema ini, Indonesia memiliki plafon dana yang bisa ditarik sebesar USD 11,9 miliar.

Menurut Fauzi, ketersediaan dana tersebut sangat penting untuk mendinginkan pasar dan memberikan pesan bahwa pemerintah memiliki cukup valas untuk membiayai impor dan pembayaran utang luar negeri. "Dengan begitu, tekanan terhadap rupiah bisa dikurangi," katanya.

Chatib menambahkan, meski saat ini pasar menilai negatif cadangan devisa Indonesia yang dalam tren melemah, namun sebenarnya cadangan devisa USD 93 miliar masih dalam level aman. "Sebagai gambaran, cadangan devisa pada (saat gejolak keuangan) 2008 lalu hanya USD 53 miliar, jadi saat ini jauh lebih kuat," ucapnya.

Di sisi lain, DPR menganggap Undang-Undang (UU) No 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa Indonesia perlu diubah. Undang-undang yang substansinya merupakan salah satu poin letter of intent dari Dana Moneter Internasional (IMF) tersebut dianggap bisa membuat pasar valas dan pasar modal Indonesia mudah rontok.

"Regulasi devisa yang ada sekarang sudah merugikan perekonomian dan sangat mengganggu sektor riil, harus segera direvisi. Saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan revisi itu," ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI Harry Azhar Azis kemarin. (owi/wir)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendag Pastikan Pasokan Kedelai Aman, Harga Terjangkau


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler