jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Fadli Zon menyatakan harus ada upaya diplomasi parlemen guna mendorong 5 Poin Konsensus untuk mengakhiri kekerasan terhadap etnis Rohingya di Myanmar.
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI itu menyebut kekerasan terhadap etnis minoritas di Myanmar tersebut tak kunjung berakhir sejak junta militer mengudeta pemerintahan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.
BACA JUGA: Diplomasi Keris ala Fadli Zon
“Tidak ada kemajuan signifikan dari pelaksanaan 5 Poin Konsensus,” ujar Fadli melalui siaran pers ke media, Selasa (1/2).
Sebelumnya, Pemimpin Junta Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing telah menyepakati 5 Poin Konsensus itu dalam forum pertemuan para pemimpin ASEAN di Jakarta pada 24 April 2021.
BACA JUGA: Fahri Hamzah & Fadli Zon Menjura ke Arah Presiden Jokowi sembari Matur Suwun
Isi konsensus itu, antara lain, semua pihak di Myanmar harus menghentikan kekerasan; dialog konstruktif untuk mencari solusi damai; mediasi dialog oleh Sekjen ASEAN; pengiriman bantuan kemanusiaan; dan delegasi ASEAN akan menemui semua pihak terkait di Myanmar.
Fadli menambahkan DPR RI dalam Sidang Umum ke-43 ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) di Kamboja pada November 2022 mengusulkan emergency item tentang pelaksanaan 5 Poin Konsensus. Usul itu didasari krisis kemanusiaan di Myanmar yang terus berlangsung.
BACA JUGA: 348 Muslim Rohingya Tewas atau Hilang Tahun Lalu
“Sudah dua tahun krisis kemanusiaan terjadi di Myanmar dan menyebabkan lebih dari satu juta masyarakat minoritas Rohingya hidup dalam ketakutan, diskriminasi, dan penindasan,” tuturnya.
Legislator Partai Gerindra itu menegaskan tidak semestinya masyarakat sipil terus menjadi korban. Oleh karena itu, hak asasi manusia atau HAM harus ditegakkan.
“Tidak boleh ada standar ganda dalam memandang krisis ini karena penghormatan terhadap HAM bagi setiap individu adalah prinsip yang inklusif, tidak peduli ras, suku, pandangan politik, maupun agamanya,” ujar Fadli Zon.
DPR RI pun akan terus mendorong berbagai upaya melalui diplomasi parlemen untuk mewujudkan stabilitas regional di kawasan ASEAN dan mendorong demokrasi di Myanmar. “...sehingga krisis kemanusiaan ini dapat segera diakhiri,” tambahnya.
Sejak junta militer di Myanmar berkuasa melalui kudeta pada 1 Februari 2021, sudah ribuan orang termasuk anak-anak meninggal karena kekerasan.
Junta militer di negeri yang dahulu bernama Burma itu juga menahan ribuan warga sipil yang dianggap menentang penguasa.
Selain itu, lebih dari satu juta masyarakat minoritas Rohingya terpaksa mengungsi maupun pencari suaka melalui jalur laut.
Fadli menyebut krisis demokrasi di Myanmar merupakan pangkal berbagai situasi kemanusiaan yang kian memprihatinkan.
Peraih gelar M.Sc dari The London School of Economics and Political Science itu pun mengkhawatirkan krisis di Myanmar akan berdampak pada posisi Indonesia sebagai pemegang Keketuaan ASEAN 2023.
Fadli memperkirakan tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth” yang diusung Indonesia bakal terganggung situasi Myanmar.
“Maka, mendorong terwujudnya 5 Poin Konsensus menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk mengakhiri berbagai situasi krisis di Myanmar ini,” ujar Fadli.(ast/jpnn.com)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Akal-Akalan Junta Myanmar Singkirkan Pesaing Partai Jenderal Menjelang Pemilu
Redaktur : Antoni
Reporter : Aristo Setiawan