jpnn.com, MESIR - Anggota Delegasi Indonesia yang mengikuti kegiatan the 2018 United Nation Biodiversity Conference di Sharm El Sheikh, Mesir menyampaikan kabar baik. Pasalnya, pada Minggu, 25 November 2018 pukul 17.55 waktu setempat, di sela-sela sidang COP 14 CBD, pada CHM Award Ceremony diumumkan bahwa Indonesia dianugerahi the Gold Award untuk penilaian Clearing House Mechanism (CHM) Award dalam kategori New National Clearing House Mechanism.
Penghargaan diserahkan oleh CBD Executive Secretary Cristiana Pas?ca Palmer didampingi Menteri Lingkungan Hidup Mesir sebagai President COP 14 dan diterima oleh pewakilan Delegasi RI.
BACA JUGA: KLHK dan Perguruan Tinggi Bersinergi untuk Perhutanan Sosial
Gold Award merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan oleh Sekretariat UNCBD dalam ajang tersebut. Tujuan penyelenggaraan CHM award adalah dalam rangka pengakuan secara formal kepada negara anggota yang telah membuat perkembangan sangat nyata dalam pembangunan ataupun pengembangan CHM-nya, di mana CHM Nasional harus menyediakan layanan informasi khusus untuk memfasilitasi pelaksanaan NBSAP di tingkat nasional.
BACA JUGA: KLHK Perkuat SDM dan Sarana Prasarana Pencegahan Karhutla
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno, menginformasikan hal ini kepada media, Rabu (28/11).
Wiratno mengatakan Indonesia telah meratifikasi konvensi PBB tentang keanekaragaman hayati (United Nation on Convention on Biological Diversity/UNCBD) dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1994 tentang Pengesahan UNCBD. Para pihak dalam Konvensi bersepakat merumuskan target pengelolaan keanekaragaman hayati di dunia sebagai acuan bersama yang dikenal sebagai Aichi Biodiversity Targets.
BACA JUGA: KLHK Beri Nama untuk Bayi Lumba-lumba di Ancol
Setiap negara yang berpartisipasi dalam CBD kemudian membuat suatu Rencana Strategi dan Aksi Pengelolaan Kehati, atau yang dikenal sebagai IBSAP (Indonesian Biodiversity Startegic and Action Plan/IBSAP 2015-2020) di Indonesia, sesuai dengan kapabilitas masing-masing negara sebagai pengejawantahan target-target Aichi.
Clearing house mechanism (CMH) atau mekanisme balai kliring pun dibangun sebagai media untuk melaporkan dan menunjukkan kemajuan pencapaian target-target pengelolaan kehati di tiap negara.
Lebih lanjut, Wiratno mengatakan Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia (BKKHI) merupakan mekanisme berbasis webportal yang terutama digunakan sebagai alat untuk memantau dan melaporkan kemajuan pencapaian implementasi Target Nasional maupun Target Aichi dan sebagai media pertukaran informasi mengenai pengelolaan kehati Indonesia. BKKHI dapat diakses melalui alamat https://balaikliringkehati.menlhk.go.id//.
Pokja Balai Kliring Keaneragaman Hayati
Dirjen Wiratno menjelaskan, bila dirunut ke belakang, perjalanan BKKHI sangat panjang. Mulai diinisiasi pada tahun 2002 dan sempat diluncurkan dan beroperasi pada 2004, adanya dinamika perubahan organisasi pemerintahan di Indonesia sempat membuat BKKHI mengalami mati suri.
Kemudian pada akhir 2016 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai National Focal Point Indonesia untuk konvensi keanekaragaman hayati, dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.SK.755/MenLHK/KSDAE/Kum.0/9/2016 membentuk Kelompok Kerja Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia (Pokja BKKHI).
Diketuai oleh Dirjen KSDAE-KLHK, Pokja ini beranggotakan perwakilan dari Kementerian/Lembaga (K/L) yang terkait dengan pencapaian Target Nasional maupun Target Aichi seperti antara lain LIPI, Bappenas, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Luar Negeri.
Pokja ini yang kemudian mendorong revitalisasi dan pengembangan BKKHI lama dan berusaha membangun jejaring simpul balai kliring yang tidak hanya terdiri dari lembaga pemerintah tetapi juga dari Perguruan Tinggi dan organisasi non pemerintah seperti Institut Pertanian Bogor, Yayasan Kehati, WCS – Indonesia Programme dan lain-lain. Penanggung jawab operasional pengelolaan webportal BKKHI saat ini diemban oleh Direktorat Pemilaan dan Informasi Konservasi Alam, Ditjen KSDAE sebagai Sekretariat Pokja BKKHI.
“Pencapaian saat ini bukan berarti kerja telah selesai. Tantangan terbesar pengelolaan BKKHI di masa mendatang adalah mendorong peran dan partisipasi aktif simpul-simpul Kementerian/Lembaga/CSO/Balai Kliring Daerah dalam menyebarluaskan capaian implementasi di bidangnya masing-masing,” papar Wiratno.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KLHK Pantau Perbaikan Kualitas Ciliwung
Redaktur : Tim Redaksi