Indonesia sebagai Benteng Terakhir Palestina

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Senin, 10 April 2023 – 22:58 WIB
Dome of the Rock (Mesjid Kubah Batu) yang terletak di komplek Masjid Al Aqsa, Yerusalam, Palestina. Foto: Reuters/Antara/Ammar Awad/aww/cfo)

jpnn.com - Hampir setiap Ramadan terjadi insiden di Masjidilaksa, Palestina, yang melibatkan umat Islam dengan pasukan keamanan Israel.

Tahun ini pun demikian. Tentara Israel menyerbu masuk ke masjid dan membubarkan paksa jemaah yang sedang melaksanakan salat Tarawih. Tentara Israel juga menembakkan senjata ke arah anak-anak muda yang berlindung di masjid.

BACA JUGA: Koster dan Ganjar Menolak Timnas Israel

Israel membela diri dengan mengatakan mereka harus mengejar para demonstran yang sengaja melakukan provokasi.

Kendati demikian, tindakan Israel ini tetap berlebihan karena menyerang dan membubarkan paksa jemaah yang sedang salat.

BACA JUGA: Antara Humza Yousaf dan Braveheart

Menurut standar pengamanan yang baku, semestinya tentara keamanan Israel cukup mengepung masjid dan menunggu sampai salat jemaah selesai.

Insiden akhir-akhir ini menjadi serangkaian serangan kesekian kalinya yang dilakukan Israel terhadap posisi Palestina.

BACA JUGA: Lahirnya Seorang Diktator

Beberapa hari sebelumnya tentara Israel menyerbu ke stadion sepak bola dan melepaskan tembakan. Alasannya sama, mengejar sekelompok demonstran yang dicap sebagai ekstremis.

Insiden itu berurutan dengan pencoretan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U20. Kejadian di Palestina itu menunjukkan Israel menggunakan cara-cara represif dalam menangani berbagai upaya perlawanan oleh bangsa Palestina.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sedang berada pada posisi terdesak. Puluhan ribu demonstran warga Israel menuntutnya mundur.

Bibi -panggilan kondangnya- dianggap ingin menjadi diktator dengan melestarikan kekuasaannya melalui perubahan sejumlah struktur judikatif.

Dunia internasional juga mengutuk serangan itu. Israel dituduh sebagai negara apartheid yang sama jahatnya dengan kebijakan politik rasial yang pernah diterapkan penguasa Afrika Selatan dan Nazi Jerman.

Paus Fransiskus dalam pesan Paskah menyesalkan penyerangan dan kekerasan tentara Israel di Palestina. Sekretaris Jenderal PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) Antonio Gutteres juga menyesalkan kekerasan oleh Israel.

Di Indonesia, opini terhadap Israel terpecah pascakeputusan FIFA soal tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Ada pihak yang mendukung Israel supaya diperbolehkan datang ke Indonesia.

Alasannya, dunia sekarang sudah berubah. Hubungan informal Indonesia dengan Israel sudah berjalan dengan baik.

Kubu lainnya tetap keukeuh dengan pendapatnya bahwa selama tidak ada kemerdekaan untuk Palestina, tidak akan ada hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel.

Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia harus berada di garis paling depan dalam membela hak-hak bangsa Palestina.

Hubungan baik Indonesia dengan Israel, kalau toh ada, tidak serta-merta bisa menghapuskan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan terhadap Palestina selama 75 tahun terakhir.

Piala Dunia memang event yang sangat penting bagi penggemar sepak bola. Akan tetapi, event itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menjustifikasi kejahatan Israel terhadap Palestina.

Bangsa Israel mendapatkan perlakuan istimewa dari Amerika dan Eropa yang merasa berdosa atas masa lalu tentang kekejaman Nazi Jerman terhadap Yahudi.

Namun, di sisi lain Amerika dan Eropa justru berdiam diri terhada kejahatan yang dilakukan oleh bangsa Yahudi terhadap  Palestina.

Selama ini bangsa Yahudi mencitrakan diri sebagai bangsa yang terzalimi oleh rezim Nazi Hitler pada masa Perang Dunia Kedua. Operasi Holocaust berupa pogrom atau pembunuhan massal terhadap warga Yahudi disebut-sebut menyebabkan kematian jutaan jiwa Yahudi di Eropa.

Holocaust pun disebut sebagai genosida, pembununuhan terencana terhadap bangsa Yahudi di semua wilayah Eropa yang dikuasai oleh rezim Nazi Jerman.

Adolf Hitler sebagai penguasa tertinggi memimpin langsung pembunuhan massal itu. Dari sembilan juta Yahudi yang tinggal di Eropa sebelum Holocaust, sekitar dua pertiganya tewas.

Secara khusus, lebih dari satu juta anak Yahudi tewas dalam Holocaust, seerta kira-kira dua juta wanita Yahudi dan tiga juta pria Yahudi menjadi korban.

Beberapa pakar berpendapat bahwa definisi Holocaust meliputi pula genosida Nazi terhadap jutaan orang dalam kelompok lain selain Yahudi, di antaranya adalah komunis tawanan perang dari Uni Soviet, orang-orang Gipsi, kaum homoseks dan lesbian, penganut Saksi Yehova, dan penganut agama lain yang dianggap menyimpang.

Jika jumlah korban ini dijumlahkan dengan korban dari kalangan Yahudi, totalnya bisa mencapai 11 juta dan bahkan bisa sampai 17 juta.

Bangsa Yahudi yang lari sebagai pengungsi karena menghindari kekejaman Hitler, sekarang justru bertindak lebih sadis dan biadab dari Hitler. Yahudi memperlakukan bangsa Palestina sebagai tawanan yang terkepung dalam kamp konsentrasi di tanah airnya sendiri.

Kamp konsentrasi terbuka itu menampung sedikitnya dua juta orang di Gaza. Inilah kamp konsentrasi terbesar di era modern sekarang.

Bagaimana mungkin bangsa yang pernah menghadapi tragedi kemanusiaan seperti Holocaust bisa melakukan kekejaman yang sama terhadap bangsa lain? Bagaimana mungkin orang Yahudi yang pernah merasakan pahitnya penderitaan akibat politik rasis Nazi melakukan hal yang sama terhadap bangsa Palestina?

Banyak orang yang meragukan Holocaust benar-benar terjadi dengan skala sebesar itu. Namun, orang-orang yang menggugat Holocaust akan dirundung dan dikucilkan secara internasional, bahkan dituduh anti-semit yang diskriminatif terhadap bangsa Yahudi.

Walakin, orang-orang yang diam terhadap perlakuan diskriminatif terhadap bangsa Palestina oleh Yahudi Israel dianggap baik-baik saja. Itulah pola pikir Barat terhadap bangsa Timur yang dipenuhi oleh rasa superioritas bangsa kulit putih terhadap bangsa kulit berwarna.

Itulah cara pandang orientalisme, sebuah pandangan umum Barat terhadap Timur berdasarkan pada keyakinan keunggulan ras kulit putih terhadap ras lain. Dengan keunggulan itu, bangsa Eropa merasa mendapatkan justifikasi untuk menjajah bangsa lain yang berkulit  beda.

Orientalis berpendapat bahwa kolonialisme dan imperialisme yang dilakukan bangsa Eropa di Asia dan Afrika adalah sebuah tugas sejarah bangsa Barat untuk meningkatkan peradaban dunia lain yang kurang beradab.

Penjajahan bukan kejahatan, tetapi kewajiban yang menjadi White Man’s Burden atau tugas bangsa kulit putih untuk mengajarkan peradaban kepada bangsa kuit berwarna.

Kebijakan Hitler memusnahkan Yahudi didasarkan pada keyakinan keunggulan ras bangsa Aria atas ras Yahudi. Sekarang, bangsa Yahudi melakukan hal serupa terhadap bangsa Palestina atas dasar alasan yang sama.

Amerika dan Inggris hanya diam melihat kebrutalan Israel sekarang. Presiden AS Joe Biden malah menelepon Benjamin Netanyahu yang juga konco lawasnya untuk dan memberikan dukungan penuh atas aksi brutal Israel terhadap Palestina.

Biden yang sudah sering terlihat pikun memang tidak bisa diandalkan untuk membela Palestina. Sejak masih senator, Biden bersahabat kental dengan Netanyahu.

Waktu menjadi wapres di masa pemerintahan Presiden Barack Obama, Biden juga berkali-kali mengunjungi Israel untuk mendukung semua kebijakan apartheid terhadap Palestina.

Sekarang Biden punya menteri luar negeri bernama Antony Blinken yang Yahudi. Dibandingkan Donald Trump yang ultra-nasionalis, Joe Biden sama saja.

Biden tidak bakal membatalkan pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem. Ini merupakan perlambang dukungan Amerika paling besar terhadap zionisme Israel.

Tidak ada yang bisa diharapkan dari Joe Biden. Begitu pula tidak banyak yang bisa dilakukan oleh PBB yang selama ini ompong.

Keberadaan Organisasi Kerja Sama Islam (OIC) juga sama saja, letoi tak berdaya. OIC malah dipelesetkan menjadi “Oh I See..”

Palestina makin teraleniasi dan dilupakan. Negara-negara Teluk, seperti UEA dan Bahrain, sudah bermesraan dengan Israel dengan membuka hubungan diplomatik.

Sudan yang selama ini punya basis perjuangan Islam yang kuat juga sudah terbujuk untuk menyambung hubungan diplomatik dengan Israel. Arab Saudi pun sudah gatal tangan untuk berhubungan bisnis dan ekonomi dengan Israel.?

Godaan gelontoran triliunan petrodolar dari Israel membuat ngiler negara mana pun, termasuk Indonesia. Benteng pertahanan sudah mulai rapuh satu per satu.

Satu-satunya yang menjadi harapan warga Palestina adalah benteng Indonesia. Kalau benteng itu jebol, habislah harapan bangsa Palestina untuk merdeka.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ilhan Omar, Rasmus Paludan, dan Borok Demokrasi Barat


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler