Industri Aluminium Domestik Sulit Bersaing dengan Tiongkok

Rabu, 03 Juli 2019 – 01:54 WIB
POSITIF: Jajaran Direksi PT Indal Alumunium Industry Tbk (INAI) saat memaparkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terkait kinerja perusahaan. Foto: Radar Surabaya/JPNN

jpnn.com, SURABAYA - Harga aluminium dunia tertekan sejak paruh kedua tahun lalu. Pada kuartal keempat 2018, harga aluminium mencapai USD 2.243/MT atau sekitar Rp 31,6 juta/MT.

Namun, pada kuartal pertama tahun ini, harganya turun 15 persen menjadi sekitar USD 1.899/MT atau setara dengan Rp 26,8 juta/MT.

BACA JUGA: Indal Alumunium Industry Fokus Diversifikasi Produk

Director PT Alumindo Light Metal Industry Tbk (ALMI) Wibowo Suryadinata mengatakan, penurunan harga mengakibatkan laba kotor perseroan pada kuartal pertama ini ikut merosot.

BACA JUGA: Petrokimia Gresik Genjot Ekspor Pupuk ke India dan Filipina

BACA JUGA: Kebijakan AS Jadi Peluang Pacu Ekspor Produk Aluminium

’’Namun, kami berharap keadaan ini bisa membaik pada semester kedua,’’ tuturny akhir pekan lalu.

Pihaknya berusaha meningkatkan pendapatan dengan membeli bahan baku secara lebih terstruktur. Dengan begitu, gap harga jual dan harga pokok penjualan (HPP) bisa diminimalkan.

BACA JUGA: Inalum Kejar Produksi 500 Ribu Ton Aluminium

Selain itu, ALMI melalui Asosiasi Produsen Aluminium Extrusion, Aluminium Plate, Sheet & Foil (Apralex-Sh & F) meminta bantuan pemerintah.

Tepatnya meminta proteksi dalam persaingan dengan produk aluminium foil impor di pasar domestik. Sebab, harga produk impor di pasar tidak masuk akal.

Selama ini produsen aluminium dalam negeri sulit bersaing dengan produk Tiongkok.

Persaingan tidak sehat itu, menurut Wibowo, muncul sebagai dampak perang dagang AS-Tiongkok.

’’Langkah tersebut memang masih dalam proses dan diskusi. Namun, akan terus kami usahakan,’’ tegasnya.

Tahun ini ALMI mengeksplorasi kemungkinan masuknya investor baru.

Para pemilik modal itu nanti ikut menopang permodalan dan peningkatan efisiensi produksi. Juga, membantu diversifikasi pasar lokal dan ekspor.

’’Kami juga bakal terus bekerja sama dengan para pembeli besar di pasar ekspor untuk mengoptimalkan kinerja,’’ kata Wibowo.

Selama ini kontribusi ekspor terhadap total revenue perusahaan mencapai 83 persen. Sisanya diisi lokal. Yang mendominasi adalah pasar Amerika (72,5 persen).

Produsen lembaran aluminium tersebut menargetkan pertumbuhan penjualan sekitar 10 persen sampai akhir tahun.

Sementara itu, PT Indal Aluminium Industry Tbk (INAI) pun menargetkan pertumbuhan kinerja 10 persen sejalan dengan potensi perluasan pasar ekspor, terutama AS.

Direktur INAI Cahyadi Salim mengakui bahwa perang dagang memang membebani sejumlah kegiatan usaha.

Namun, tidak sedikit peluang yang bisa tercipta dari kondisi tersebut, termasuk industri aluminium ekstrusi yang diproduksi INAI.

’’Selama ini separuh penjualan kami memang untuk pasar ekspor yang menyasar AS,’’ tandasnya. (car/c14/hep)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Produksi Aluminium Indonesia Kalah Jauh dari Malaysia


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler