Industri Hulu Migas Tunggu Langkah Pemerintah

Kamis, 03 Agustus 2017 – 10:37 WIB
Beberapa pembicara dalam Rapat Berkala Kehumasan SKK Migas – KKKS Jabanusa di Yogyakarta. FOTO : ist

jpnn.com, YOGYAKARTA - Meski belum maksimal, industri hulu migas mulai menunjukkan pergerakan positif, setelah tiga tahun dilanda krisis. Investasi di sektor hulu tahun 2017 mulai naik. Di Timur Tengah investasi naik 4%, Rusia naik 6%, dan di Amerika Serikat bahkan naik hingga 53 persen.

Tapi sayangnya tren kenaikan investasi itu belum diikuti negara-negara Amerika Latin yang masih minus 4%, Afrika minus 9%. 

BACA JUGA: Industri Hulu Migas Utamakan Pengusaha Lokal

Sedangkan di Indonesia sendiri nilai investasi turun lebih buruk lagi. Jika tahun 2014 mencapai Rp 275,4 triliun, tahun 2015 tinggal Rp 206,6 triliun (minus 25%) dan tahun 2016 menjadi Rp 151 triliun (turun 26,8%).

Penurunan yang lebih parah pada sisi eksplorasi. Pada tahun 2014 masih bisa mencapai Rp 14,85 triliun, tetapi tahun 2015 tinggal Rp 6,75 triliun (turun 54,5%) dan 2016 tinggal Rp 1,35 trilun  (turun 80%).

BACA JUGA: Lifting Migas Jeblok, Pemerintah Jorjoran Insentif

Pada tahun 2017 ini, nilai investasi termasuk di sisi eksplorasi diperkirakan akan kembali turun. Terlebih  karena beberapa investor bahkan mengembalikan blok migas yang mereka kelola.

Menyikapi hal itu, pemerintah diminta membenahi iklim investasi lewat penawaran bagi hasil pengembalian investasi yang bersaing bagi investor, menjaga komitmen untuk menghargai kontrak yang sudah disepakati, persetujuan pemerintah yang tepat waktu, dan menyelaraskan kebijakan antarinstansi pemerintah serta antara pemerintah pusat dan daerah.

BACA JUGA: Pertahankan Lifting, SKK Migas Andalkan 9 Proyek

Setidaknya itulah pemikiran yang berkembang dalam Rapat Berkala Kehumasan SKK Migas – KKKS Jabanusa yang dihadiri  Wakil Ketua  Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha, Kepala Divisi Teknologi dan Pengembangan Lapangan SKK Migas Benny Lubiantara, dan Direktur Eksekutif  Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong.

Dalam acara yang dibuka Kepala Perwakilan SKK Migas Jabanusa ini juga tampil memberikan materi, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto dan dan Kepala Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Jawa Timur, Ahmad Basofi.

Dalam kegiatan yang berlangsung sejak 1 Agustus itu juga dihadiri Bupati Sidoarjo Saiful Illah,  Bupati Rembang Abdul Hafidz dan Wakil Bupati Sumenep Achmad Fauzi dan sekitar 150 undangan lainnya.

“Iklim investasi di Indonesia memang sudah mengalami perbaikan. Berdasar data Bank Dunia, pada tahun 2017 Indonesia berada di peringkat  91, naik dibanding 2016 di peringkat 106. Tetapi khusus di sektor Migas,  Survey Fraser Institute Global Petroleum masih menempatkan Indonesia pada 2016 di peringkat 79 dari 96 negara pada tantangan investasi,” tegas Satya Widya Yudha ditemui seusai acara lokakarya yang berlangsung di Hotel Tentrem, Yogyakarta, kemarin.

Karena itu, lanjut Satya Yudha,  draft RUU Migas yang tanggal terdiri dari  22 bab dan 97 pasal berupaya mempempertegas pembagian fungsi regulator, fungsi pelaksanaan pengawasan dan fungsi operator. Mengubah liberalisasi murni ke liberalisasi berwawasan kebangsaan sehingga dapat menuju kemandirian energi.

“Lebih dari itu harus memberikan kepastian hukum dan memperbaiki iklim investasi yang lebih baik,” katanya.

Sementara itu, Kepala Divisi Teknologi dan Pengembangan Lapangan SKK Migas Benny Lubiantara melihat ada tiga  isu utama di sektor migas Hulu Migas yakni, kepastian peraturan perundang undangan, meningkatnya ego sektoral, dan sikap pola pikir.

“Masih banyak yang berpikiran Indonesia masih kaya minyak. Padahal kita ini sekarang importir minyak. Cadangan dan produksi migas terus turun, sementara kebutuhan nasional terus meningkat.  Kita perlu membuat kebijakan yang berorientasi pada program jangka panjang yang bisa meningkatkan produksi,” katanya. (JPNN/pda) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... JOB PPEJ Tangani Dampak Perawatan Sumur


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
migas  

Terpopuler