jpnn.com - JAKARTA – Produsen otomotif mendesak pemerintah menerapkan standar bahan bakar Euro 4 untuk kendaraan roda empat.
Sebelumnya, industri motor nasional memproduksi kendaraan roda dua dengan standar emisi gas buang minimal Euro 3 sejak 2015.
BACA JUGA: Penjual Bensin Eceran Harus Ditertibkan demi BBM Satu Harga
”Ada beberapa hal terkait yang perlu diselesaikan. Misalnya, aspek perpajakan, ketersediaan infrastruktur bahan bakar, dan kesiapan produsen,” terang Vice President Director of Marketing and Sales Nissan Motor Indonesia (NMI) Davy J. Tuilan pada Sabtu (3/12).
Khusus sisi produsen mobil, pria yang sebelumnya berkarier di Suzuki Indomobil Sales (SIS) tersebut menilai, Indonesia tertinggal dibanding negara-negara lain di Asia Tenggara yang sudah menerapkan standar Euro 4.
BACA JUGA: Fashion Impor Merajalela, Industri Tekstil Domestik Menukik
”Di ASEAN, tinggal Indonesia yang masih Euro 2. Thailand sudah Euro 4,” terang Davy.
Karena Indonesia menjadi satu-satunya negara dengan pasar besar yang masih belum menerapkan standar Euro 4, produsen mobil membutuhkan upaya khusus untuk bersaing di pasar Indonesia.
BACA JUGA: Istimewa, CASA BTN Tembus Rp 66 Triliun
Salah satunya berinvestasi dengan memproduksi mesin mobil khusus yang cocok untuk bahan bakar standar Euro 2 saat seluruh negara sudah seragam di Euro 4. ”Investasinya mahal,” jelasnya.
Tidak hanya membebani produsen, lanjut Davy, nilai investasi tersebut juga tidak efisien bagi industri.
Akibatnya, harga jual ke konsumen menjadi lebih tinggi.
”Dari produsen mobil, aspirasinya kalau bisa sudah standar Euro 4,” ungkapnya.
Untuk bisa menerapkan standar Euro 4, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian ESDM, Pertamina, dan produsen mobil harus merumuskan peta jalan menuju Euro 4.
Salah satunya, menyesuaikan kebijakan subsidi BBM dan memberi insentif kepada produsen mobil.
Salah satu masalah yang dihadapi adalah ketersediaan BBM sesuai standar Euro 4. Davy menilai, hal itu harus segera diatasi. Sebab, sejumlah negara di Eropa kini mengadopsi standar Euro 6.
”Kalau pakai standar Euro 4 kan kadar CO2 turun. Pemerintah saat ini membuat aturan luxury tax (pajak barang mewah) yang dikaitkan dengan emisi gas buang. Mungkin bisa dikaitkan dengan hal itu,” terangnya.
Karena itu, harus ada kajian yang menyeluruh dari semua pihak, termasuk Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).
Misalnya, mengenai skenario terbaiknya. Apakah mendahulukan kebijakan Euro 4 yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian bersama Kementerian Lingkungan Hidup dengan dukungan Pertamina, atau aturan perpajakan dulu dari Kementerian Keuangan.
Pertamina menjadi pihak yang harus berjuang keras jika Indonesia ingin mengadopsi standar Euro 4.
Alasannya, kilang minyak milik Pertamina saat ini belum bisa menghasilkan BBM dengan kandungan sulfur maksimal 350 part per million (ppm) sesuai standar Euro 4.
Pertamina baru bisa menghasilkan BBM sesuai Euro 4 bila kilang-kilang proyek RDMP selesai dibangun pada 2018–2021. (gen/c21/noe/fri/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... XL Alokasikan Belanja Modal Rp 7 Triliun
Redaktur : Tim Redaksi