jpnn.com, JAKARTA - Industri sawit masih menghadapi tantangan melimpahnya produk nabati lain yang cukup mengganggu harga.
Berdasar data yang dipaparkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), volume ekpsor minyak sawit Indonesia (CPO dan PKO (palm kernel oil)) serta turunannya, termasuk oleochemical dan biodiesel, mencapai 16,6 juta ton.
BACA JUGA: Indonesia dan Malaysia Sinergi Ekspor CPO ke Tiongkok
Kinerja tersebut naik 25 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai 12,5 juta ton.
Sementara itu, produksi minyak sawit Indonesia pada semester pertama 2017 telah mencapai 18,15 juta ton.
BACA JUGA: Koarmabar Tangkap Dua Kapal Pengangkut CPO
Angka tersebut menunjukkan pertumbuhan 18,6 persen dibandingkan dengan produksi tahun lalu pada periode yang sama 15,30 juta ton.
Produksi semester pertama 2017 masih dipengaruhi El Nino (memanasnya suhu permukaan laut yang mengakibatkan anomali cuaca) tahun lalu sehingga tidak maksimal.
BACA JUGA: Gagal Bertemu Gubernur Riau, FPESGR Minta Permen LHK P.17/2017 Dikaji Ulang
Sepanjang semester pertama 2017, harga CPO bergerak di kisaran USD 650–USD 827.50 per metrik ton.
Harga pada Januari cukup menjanjikan dengan rata-rata USD 805.7 per metrik ton.
’’Dari sini terlihat adanya dampak kelesuan ekonomi. Harga tersebut terus tergerus seiring dengan lesunya ekonomi global yang mengakibatkan lesunya permintaan dan melimpahnya produksi minyak nabati lain yang membuat harga menjadi murah,’’ kata Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan.
Akhir pekan lalu, pemerintah Indonesia menyatakan akan bersinergi dengan Malaysia untuk mengisi pasokan CPO ke Tiongkok.
’’Kami sepakat bersama-sama mendorong agar Tiongkok bisa menggunakan B5 sehingga mengurangi trade deficit dengan Indonesia dan Malaysia sekaligus sebagai energi yang ramah lingkungan,’’ papar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang sebelumnya bertemu dengan Menteri Perusahaan Perladangan dan Komoditas Malaysia Datuk Seri Mah Siew Keong.
Rencana ekspor tersebut mendapat respons positif dari Gapki.
’’Potensi Tiongkok masih sangat besar. Itu peluang bagi kita. Pasar terbesar CPO Indonesia adalah India, Uni Eropa, Tiongkok, dan Pakistan,’’ tegas Tofan Mahdi, juru bicara Gapki.
Selama semester pertama 2017, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia ke negara tujuan utama juga tumbuh positif, kecuali Pakistan.
Ekspor semester pertama ke Pakistan menurun lima persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu atau dari 1,1 juta ton pada semester pertama 2016 turun menjadi 1,05 juta ton pada periode yang sama tahun ini.
Penurunan juga diikuti negara-negara Timur Tengah yang membukukan 12 persen.
’’Lesunya pasar minyak sawit global dipengaruhi melimpahnya produksi minyak nabati lainnya seperti kedelai dan rapeseed,’’ tambah Tofan.
Melimpahnya produksi membuat harga kedelai dan rapeseed turun sehingga minyak sawit yang memang bukan minyak nabati utama di Eropa, Amerika, dan Tiongkok semakin dinomorduakan.
Di sisi lain, produksi minyak sawit Indonesia pada Juni ini masih stagnan dan cenderung sedikit menurun.
Produksi pada Juni ini hanya mampu mencapai 3,327 juta ton atau sekitar tiga ribu ton dibandingkan produksi Mei lalu yang mencapai 3,33 juta ton. (agf/c15/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kerja Sama Pemilik Ulayat dan Perusahaan Sawit Harus Segera Terlaksana
Redaktur & Reporter : Ragil