Tapi sebelum ke Grotius, Rocky, dosen filsafat Universitas Indonesia itu mengucapkan istilah "kacung" yang membuat Gayus tak enak hati, dalam suatu acara Rabu petang, 3 Juni lalu, di Marios Place, Menteng, Jakarta.
Mulanya, Rocky bercerita saat sebuah acara televisi menayangkan seorang anggota DPR sedang membongkar isi lemarinya dan lalu mempertontonkan koleksi jasnya yang bermerek papan atas, salah satunya adalah Hugo Boss
BACA JUGA: Kritik YES, Harmonis NO
Menurut Rocky, hal itu tak memenuhi azas kesantunan yang diamanatkan rakyat."Sayang mereka hanya mengenal Hugo Boss bukan Hugo Grotius
Gayus tiba-tiba memotong
BACA JUGA: Tanjidor, Sampah dan Menara Gading
"Saya tidak terima apabila kami (anggota dewan) dibilang kacungBACA JUGA: Rasanya SBY-Boediono akan Menang
Itu saja anda menyampaikan secara tidak santun," ujar Gayus marah."Bagaimana (pula) seorang wakil memarahi yang memilihnya," jelas Rocky.
"Saya bukan wakil andaAnda dari daerah mana?" ketus Gayus.
"I'm a citizen," jawab Rocky.
Belakangan, Rocky meminta maafDia hanya bermaksud, bahwa dalam filsafat Yunani, anggota DPR adalah budak dari rakyat"Mereka disuruh untuk pergi ke parlemen mewakili kamiItu bukanlah arti secara sebenarnya," jelas Rocky.
Namun Gayus tetap tak terima, dan menilainya sebagai ucapan tak pantas.Dan memang tergantung seseorang menafsir kata-kata yang kadang adalah perumpamaan.
"Drama" yang mengesankan itu tampil dalam beber hasil survei yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia (TII)Ternyata, lagi-lagi DPR dipersepsikan sebagai lembaga terkorup pada 2009Lalu, diikuti oleh peradilan, parpol, pelayanan publik, sektor swasta dan media.
DPR meraih nilai 4,4, dengan skala 0 berarti tidak ada korupsi dan 5 paling tinggi korupsinyaBegitulah seperti dijelaskan oleh Koordinator TII, Todung Mulya LubisSurvei Barometer Korupsi Global (BKG) terhadap 500 responden ini berlangsung sejak Oktober 2008 hingga Maret 2009, sehingga terasa aktual.
Lembaga peradilan mendapat 4,1, parpol dan pelayanan publik mendapat 4,0, sektor swasta sebesar 3,2 dan terakhir 2,3 diperoleh mediaAngka untuk parlemen ini bahkan naik 0,3 dibandingkan tahun 2007Sedangkan lembaga peradilan nilainya tetap.
Sesungguhnya, polling ini adalah bagian dari jajak pendapat umum oleh Gallup International yang juga berlangsung di 68 negara, mulai dari Kenya hingga Amerika Serikat dan menemukan lima temuan global yang sungguh sangat mencemaskan.
Korupsi yang dilakukan swasta adalah dengan cara menyuap proses pembuatan kebijakan negara, seperti dijelaskan oleh Sekjen TI Indonesia, Teten MasdukiArtinya, ada kolusi dan semakin mengkhawatirkan karena DPR dan parpol dipersepsikan turut membantu proses yang merugikan negara dan publik itu.
Bahkan, pengalaman suap skala kecil secara umum pun meningkat"Satu dari 10 responden menyatakan pernah membayar suap dalam setahun terakhir," ujar Teten.
Makin memprihatinkan karena rakyat kecil tidak berdaya berbicara korupsi, karena separuh korban penyuapan berpendapat bahwa mekanisme keluhan yang ada sekarang tidak efektifBahkan, menurut Teten, pemerintah pun tidak menjalankan usaha pemberantasan korupsi secara efektif.
Gayus Lumbuun pun mengakui jika di lembaganya banyak korupsiNamun Gayus meminta supaya hasil survei ini juga diikuti dengan solusi untuk memecah masalah tersebutSudah terlalu sering hasil survei yang mengatakan seperti itu.
Rumput Bergoyang
Tentu saja solusi bukan urusan sebuah surveiPenanggulangan korupsi lebih merupakan soal sistem, dan menjadi tanggungjawab pemerintah dan DPR merumuskannyaMisalnya, niscaya tidak ada satu lembaga pun yang kewenangannya terlalu besar dan membuka peluang korupsiBukankah "power tends to corrupt"? Mesti ada check and balances, akuntabilitas, transparansi dan penindakan yang tak diskriminatif.
Dalam penentuan proyek APBN dan APBD hingga ke detail proyek, ada kesan itu hanya diketahui oleh kalangan pemerintah dan DPR/DPRDSeyogyanya (proyek-proyek itu) harus dibukakan melalui media cetak dan internet, sehingga publik, baik pers maupun civil society, bisa mengawasinyaNego di tempat-tampat khusus, seperti hotel dan lapangan golf, mestilah diharamkan dengan sanksi berat.
Jika tak dilakukan, peluang korupsi selalu terbuka oleh mereka yang memiliki kekuasaanAdapun kekuasaan tak hanya sebatas mereka yang duduk di pemerintahan, kalangan DPR, jaksa, hakim dan polisiTetapi juga oleh para pengusaha swasta karena kepentingan bisnisnya.
Para pengacara, karena profesinya, juga terbuka peluang untuk memasuki soal non-teknis, misalnya karena permintaan kliennyaTermasuk kalangan jurnalis media maupun tokoh civil society, yang jika menyalahgunakan posisinya, bisa terjerumus ke dalam "permainan" yang merugikan kepentingan umum itu.
Kita terbayang jaring laba-laba korup yang menyebar mulai dari aktor eksekutif hingga ke personal parlemen, pengusaha, penegak dan praktisi hukum, aktor masyarakat, hingga oknum jurnalisJaringan antar-profesi dan orang, kadang juga melibatkan institusi ini harus diputusSebab bila tidak, maka korupsi sebagai kejahatan extraordinary semakin terorganisasi dan sukar membasminya.
Masing-masing institusi harus berani membersihkan diriKita menunggu lebih banyak lagi jumlah mereka yang ditindak dari kelompoknyaMisalnya, ada jurnalis dipecat karena memeras, hakim bengkok yang disoal oleh Komisi Yudisial, hingga polisi dan jaksa yang dipersoalkan oleh Komisi Kejaksaan dan Komisi Kepolisian.
Termasuk kalangan eksekutif dan parlemen yang terindikasi "beraneh-aneh", perlu terkena punishment, serta dipublikasikanBila memenuhi unsur pidana, seharusnya bergulir ke meja hijau.
Gerakan "bersih-bersih" rasanya masih kurang gegap-gempitaPadahal, indeks persepsi masyarakat atas berbagai profesi itu cukup mencemaskanJurnalis misalnya, mencapai 2,3Meski hanya persepsi dan bukan data konkrit yang matematis, ini menunjukkan 46 persen jurnalis dipersepsikan terlibat suap atau korupsi.
Anggota parlemen dengan indeks 4,4, berarti 4,4 dibagi lima kali 100 persen, sama dengan 440 dibagi lima, sama dengan 88 persen yang dipersepsikan korupsiPengusaha dengan indeks 3,2 berarti 64 persen, dan peradilan berindeks 4,1 berarti 82 persenWah, gawat sudah citra berbagai kalangan ini, yang justru diharapkan berperan besar dalam membasmi korupsi.
Perception is reality? Dalam bahasa iklan, memang begitulahTapi dalam kasus ini mungkin tak seekstrim itu, meskipun kesan yang demikianlah yang muncul di masyarakatHukum sosiologis ini jamak saja, karena selalu hal-hal buruk dalam setiap kelompok dianggap mencerminkan kelompok ituKarena itu, "gerakan bersih-bersih" yang dilakukan secara simultan dan berkesinambungan, sebaliknya akan menimbulkan persepsi yang positif pula.
Diskusi ini belum selesaiNamun, apakah semua ini terjadi karena kita masih lebih banyak yang mengenal Hugo Boss, merek jas keren yang dapat saja dipersepsikan sebagai simbol "hedonisme"? Kita umumnya masih meluputkan Hugo Grotius, sang ilmuwan dan budayawan, sebuah ikon kearifan sekaligus metafor yang rancak dari Rocky Gerung? Bak lirik Ebiet G Ade, marilah kita tanya kepada rumput yang bergoyang(*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Surat untuk Angelina, Tere, Meutya, Nurul, Vena, Eko, Wanda, Primus Cs
Redaktur : Tim Redaksi