jpnn.com - Syukuran usai membeli alat transportasi, sudah tutun-temurun di Gunungkidul, DI Yogyakarta. Baik sepeda motor atau mobil. Baru maupun bekas. Ingkung ayam kampung jantan hingga mandi kembang menjadi bagian tradisi ini.
GUNAWAN, Gunungkidul
BACA JUGA: Mengapa Gantung Diri Sering Terjadi di Gunungkidul?
PAGI itu keluarga besar Ranto Wiyatno sedang bahagia. Sabtu (23/2) lalu itu tetangga kanan kiri menyambangi rumahnya di Dusun Plumbungan, Putat, Patuk, Gunungkidul.
Sebagian besar tamu yang hadir membawa gendongan. Berisi bahan makanan mentah. Untuk dimasak oleh keluarga Ranto. Sebagai hidangan acara malam harinya. Ranto berniat menggelar tasyakuran. Karena akhirnya mampu membeli sebuah mobil. Warga satu kampung pun diundang.
BACA JUGA: Geopark Jadi Tempat Usaha Ternak, Warga Surati Pak Jokowi
Sebagaimana umumnya orang punya hajat, Ranto mengutus seseorang untuk mengundang semua tetangga. Satu per satu. Door to door. Untuk menyampaikan hajat tuan rumah. Ranto mengutus Sumino.
“Kulo dipun utus nyaosi kabar bilih bakda Salat Maghrib njenengan diaturi genduren wonten griyanipun Bapak Ranto Wiyatno (saya diutus memberikan kabar, usai Salat Magrib Anda diminta datang ke acara hajatan di rumah Bapak Ranto Wiyatno).”
BACA JUGA: Duh, Kok Bisa Ada Peternakan Ayam di Kawasan Geopark
Begitulah kalimat Sumino. Kepada setiap orang yang diundang. Pembawa kabar itu disebut tukang undang-undang genduren (pembawa kabar acara hajatan kenduri).
BACA JUGA: Viral! Anggota DPRD Menenteng Parang, Pengin Penggal Kepala, Lalu Menuju Sasaran
Saat Sumino hilir mudik menyambangi rumah-rumah penduduk, ibu-ibu tampak sibuk menyiapkan menu tasyakuran. Pemilik rumah juga minta tolong kepada pemuka agama untuk menyembelih tiga ekor ayam kampung jantan. “Karena yang diundang banyak,” ucap Ranto siang itu.
Warga lain, rata-rata berusia muda, sibuk mencari daun jati. Daun selebar kurang lebih 50 cm dipilih. Sebagai ajang nasi kenduri. Tradisi serupa di daerah lain ada yang menggunakan besek (semacam wadah dari anyaman bambu).
Namun warga Plumbungan terbiasa dengan daun jati. Mereka percaya hidangan di atas daun jati terasa lebih nikmat.
Tak sulit bagi mereka mencari daun jati. Terlebih saat musim hujan seperti sekarang. “Kalau musim kemarau harus cari (daun jati, Red) di pinggir sungai,” ungkap Sumino usai menyambangi rumah-rumah tetangga Ranto.
Waktu terus bergulir. Temaram mulai datang. Suara azan Magrib sudah selesai berkumandang. Warga Plumbungan berdatangan di rumah Ranto. “Iki juara mobile (ini juara mobilnya),” kata Kasman, warga yang datang paling awal.
Di belakang Kasman belasan warga lain datang berbondong-bondong. Seolah kompak mereka hadir mengenakan sarung dan baju koko. Lengkap dengan peci atau kopiah. Saat itu Ranto telah menunggu tamu-tamunya di depan rumah.
Satu per satu disalaminya. Sambil dipersilakan masuk dan duduk di ruangan yang telah disiapkan. Tanpa dikomando seluruh tamu duduk bersila. Mengitari ruangan. Hingga menu pembuka dihidangkan. Berupa teh manis panas dan camilan.
Di dalam ruangan kumpul sudah siap Yunus Suwardi. Mewakili tuan rumah. Pemuka agama Dusun Plumbungan itu lantas mempersilakan para tamu menikmati hidangan. Suasana akrab begitu terasa. Sambil bergurau, beberapa di antara mereka memperbincangkan mobil baru milik Ranto.
Tak lama kemudian Yunus memberikan kode. Dengan tepukan tangan. Itu tandanya acara inti akan segera dimulai. Kalimat pertama yang keluar dari bibir Yunus Suwardi adalah ucapan Alhamdulillah. Dia lantas melafalkan doa. Hadirin mengamini.
“Mugi-mugi mobil puniko saget manfaat (semoga mobil ini bisa bermanfaat). Selamat saat dikendarai dan dilancarkan dalam urusan,” tutur Yunus. Yang direspons kompak oleh hadirin. Dengan ucapan amin.
Urusan yang dimaksud supaya cicilan lancar dan cepat lunas. Karena mobil itu dibeli Ranto secara kredit.
Usai doa, uba rampe dikeluarkan ke tengah ruangan. Itulah menu utamanya. Berupa nasi lauk ayam ingkung. Daging ayam di-suwir-suwir. Dibagi rata seluruh tamu undangan. Usai acara, Ranto keluar rumah.
Siap dengan air kembang di dalam wadah bundar. Air dicipratkan ke seluruh bodi mobil. Sisa air lantas diguyurkan secara merata.
BACA JUGA: Tenaga Honorer K2 yang Tidak Lulus PPPK Beramai-ramai Mengadu ke Kantor Bupati
Saat itu Yunus seolah paham dengan rasa penasaran Radar Jogja (Jawa Pos Group). Yang mengikuti prosesi acara dari awal hingga akhir. Dia pun lantas menjelaskan makna tasyakuran membeli mobil.
Menyembelih ayam dimaknai sebagai sedekah. Karena dagingnya dibagikan kepada penduduk kampung.
Sedangkan mengguyur mobil dengan air kembang menjadi simbol keselamatan dan kebaikan. Agar keluarga pemilik kendaraan diberi kekuatan. Untuk menjauhi perbuatan yang tidak baik. Dan selama hidup harus dikenang sebagai orang baik. (yog)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ayo Ngaku, Siapa Pemilik Kandang Ayam Ilegal di Gunungkidul?
Redaktur & Reporter : Soetomo