Ini Alasan Anggaran Pilkada Terus Membengkak

Senin, 23 Oktober 2017 – 21:08 WIB
Kotak suara untuk pilkada. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggaran penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2015, Pilkada yang digelar di 269 daerah hanya menghabiskan anggaran Rp 6,7 triliun.

Meningkat menjadi Rp 10 triliun lebih pada Pilkada serentak 2017 yang digelar di 101 daerah dan diperkirakan mencapai Rp 20 triliun pada Pilkada 2018 yang akan digelar di 171 daerah.

BACA JUGA: Sejumlah Masalah Ini Masih Menghantui Pemilu 2018

"Dulu kenapa murah karena satuan belanja pakai standar APBD. Misalnya (biaya perjalanan dinas,red) dari kecamatan ke desa dulu Rp 12.500/hari," ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Otda) Sumarsono pada Rapat Persiapan Pelaksanaan Pilkada Serentak 2018, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Senin (23/10).

Saat ini, satuan belanja dalam penganggaran kata Sumarsono, menggunakan standar nasional atau APBN. Biaya perjalanan dinas dari kecamatan ke desa diperkirakan bisa mencapai Rp 120 ribu/hari. Karena itu tidak heran biaya Pilkada 2018 jauh lebih besar.

BACA JUGA: Asoi, Kemendagri Siapkan Loket e-KTP di Pusat Perbelanjaan

Biaya juga meningkat karena dari 171 daerah yang menggelar pilkada, terdapat 17 daerah melaksanakan pemilihan gubernur yang umumnya provinsi berpenduduk terpadat di Indonesia. Antara lain, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.

"Beban tahun ini juga karena meliputi provinsi besar. Contoh Papua itu antardaerah harus menggunakan pesawat. Biayanya di Papua Rp 2,6 triliun. Jadi biaya transportasi (pengiriman logistik,red) mahal," katanya.

BACA JUGA: PDIP Seleksi 12 Bacagub dan Bacawagub NTT

Saat ditanya mengapa satuan anggaran pelaksanaan pilkada diubah dari APBD menjadi APBN, Sumarsono mengatakan karena perubahan sudut pandang.

"Akhirnya disepakati bahwa pilkada itu rezim pemilu. Konteksnya daerah membantu pusat, pertanggungjawabannya setelah disalurkan akan masuk APBN. Kalau masuk rezim pemda tidak perlu NPHD (tanda tangan naskah perjanjian hibah daerah,red)," pungkas Sumarsono.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Datang ke TMII Bisa Cetak Langsung e-KTP?


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler