jpnn.com, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo membantah ada perlakuan tidak adil dalam pengaturan syarat bagi partai politik untuk bisa menjadi peserta pemilu, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Hal tersebut terkait dengan terkait Pasal 173 ayat 1 soal verifikasi yang seolah-olah hanya dibebankan bagi partai politik baru, sementara partai politik peserta pemilu 2014 lalu disebut-sebut tidak lagi perlu menjalani verifikasi untuk menjadi peserta Pemilu 2019.
BACA JUGA: Mendagri: Wacana Gubernur DKI Dipilih DPRD Boleh Saja
Menurut Tjahjo, secara prinsip, seluruh partai yang mengikuti pemilu mutlak dilakukan verifikasi, baik terhadap partai lama maupun partai yang baru. Namun bentuk verifikasinya yang berbeda.
"Perbedaan tersebut bukanlah sebagai bentuk perlakuan yang tidak adil terhadap partai peserta pemilu, namun lebih pada percepatan proses, efisiensi dan efektivitas proses verifikasi," ujar Tjahjo saat memberi keterangan mewakili presiden pada sidang lanjutan Pengujian Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (25/9).
BACA JUGA: Tjahjo Kumolo: Pecat Kadis Bohong soal Blangko e-KTP
Di hadapan Majelis Hakim MK yang dipimpin Hakim Arief Hidayat, Tjahjo kemudian menyampaikan bahwa saat ini terdapat 73 parpol yang mempunyai badan hukum. Dari jumlah tersebut terdapat 61 parpol yang dinyatakan tak lulus verifikasi dan saat ini ingin berpartisipasi kembali pada Pemilu 2019.
"Terhadap parpol yang tidak lolos verifikasi tersebut maka wajib mendaftar dan diverifikasi kembali," ucapnya.
BACA JUGA: Film G30S PKI Bukan Urusan Mendagri
Namun terhadap 12 parpol lainnya peserta Pemilu 2014 kata mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini, tidak perlu verifikasi kembali. Karena sudah dikategorikan telah Iolos dalam verifikasi sebelumnya. Yaitu Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Golkar.
Kemudian Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Bulan Bintang (PBB), serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
"Terhadap partai yang telah lolos verifikasi Pemilu 2014 lalu tentu pemerintah tetap akan melakukan pendataan dan melakukan penelitian administratif untuk mencocokkan kebenaran dan keabsahan peserta parpol. Namun tidak perlu dilakukan diverifikasi ulang," ucapnya.
Kebijakan tersebut diambil karena verifikasi ulang justru akan menghabiskan anggaran dan waktu pelaksanaan. Apalagi alat ukur verifikasi pada Pemilu 2019 sama dengan pemilu sebelumnya.
"Hal inilah yang menjadi alasan utama tidak dilakukannya verifikasi terhadap partai yang telah mengikuti sebelumnya, yaitu dalam rangka efisiensi anggaran dan efektivitas waktu yang digunakan dalam proses verifikasi peserta pemilu Tahun 2019," kata Tjahjo.
Untuk diketahui, PUU terhadap UU Nomor 7/2017 diajukan sejumlah pihak ke MK beberapa waktu lalu. Antara lain Partai Islam Damai Aman (Idaman), Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Persatuan Indonesia. Mereka menilai ada beberapa pasal dalam UU tersebut yang bertentangan dengan UUD 1945, di antaranya terkait pembedaan verifikasi terhadap parpol baru dan parpol yang telah menjadi peserta Pemilu 2014 lalu. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sudah 77 Kepala Daerah Kena OTT KPK, 300 Lebih Bermasalah
Redaktur & Reporter : Ken Girsang