Ini Aturan Baru Sanksi Pelanggaran Pajak

Kamis, 14 Oktober 2021 – 16:42 WIB
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membeberkan ketentuan baru sanksi pelanggaran pajak. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membeberkan ketentuan terbaru sanksi administrasi dan kuasa wajib pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan hal itu diatur adalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

BACA JUGA: Punya NIK Otomatis Ditagih Pajak? Begini Kata DJP

"Sanksi administratif berupa kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) dari hasil pemeriksaan diturunkan," katanya dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (14/10).

Menurutnya, sanksi administratif dikenakan jika ada pelanggaran pada beberapa aspek.

BACA JUGA: Kebijakan Baru, Ini Golongan Pekerjaan yang Gajinya Tak Kena Pajak

Pertama, apabila surat pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan setelah ditegur.

Kedua, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih atau tidak seharusnya dikenai tarif nol persen.

BACA JUGA: Ekonom Punya Ramalan Menggembirakan soal Pajak Orang Kaya

Ketiga, jika kewajiban pembukuan pencatatan atau kewajiban saat pemeriksaan tidak dipenuhi.

Neilmaldrin menjabarkan pada perubahan dalam UU HPP, maka pengenaan sanksi dalam SKPKB menjadi bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Bunga itu, lanjut dia, dihitung berdasarkan suku bunga acuan per bulan ditambah 20 persen, dari pajak penghasilan (PPh) yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak.

"Sebelumnya penambahan tersebut sebesar 50 persen dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak," kata dia.

Kemudian, sanksi sebesar 100 persen dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor diubah menjadi bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Hal itu dihitung berdasarkan suku bunga acuan per bulan ditambah 20 persen, dari PPh yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut.

Neilmaldrin menyebutkan sanksi sebesar 100 persen dari PPh yang dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor turut berubah menjadi 75 persen dari PPh yang dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor.

Selanjutnya, sanksi administratif 100 persen dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar diturunkan menjadi 75 persen dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar.

Neilmaldrin menuturkan sanksi administratif setelah upaya hukum diturunkan menjadi beberapa ketentuan, yakni jika permohonan keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan, sanksi diturunkan dari 50 persen menjadi 30 persen.

Jika permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, sanksi pelanggaran pajak diturunkan dari 100 persen menjadi 60 persen.

Selain itu, pengenaan sanksi setelah UU HPP lebih setara dengan adanya sanksi sebesar 60 persen jika putus peninjauan kembali (PK) menyebabkan pajak yang masih harus dibayar bertambah.

"Secara keseluruhan penurunan sanksi ini akan meningkatkan keadilan, kesetaraan, dan kepastian hukum bagi wajib pajak," ungkap Neilmaldrin.

Dia juga menyampaikan ketentuan kuasa wajib pajak juga diubah oleh UU HPP menjadi kuasa wajib pajak dapat dilakukan oleh konsultan pajak atau pihak lain.

Hal itu bisa saja dilakukan sepanjang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler