jpnn.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dinilai mampu menjadikan tahun ke tiga pemerintahannya sebagai tahun kerja. Suasana politik kondusif menjadi angin surga mengejar target program Nawa Cita.
"Sejumlah megaproyek infrastruktur terbukti berjalan mulus tanpa interupsi apa pun sebagai ikhtiar pemerataan ekonomi ke berbagai wilayah. Dengan gelontoran dana sekitar Rp 387 triliun pada 2017, mereka sukses merealisasikan pembangunan infrastruktur dan memulai pemerataan di berbagai daerah, terutama di luar Jawa," ujar pengamat politik Adi Prayitno di Jakarta, Kamis (26/10).
BACA JUGA: Eks Menkomaritim: Menteri yang Kinerjanya Loyo Layak Dicopot
Menurut peneliti pada The Political Literacy Institute ini, pembangunan infrastruktur yang masif di seluruh wilayah bukan pilihan mudah. Awalnya, kebijakan itu merupakan pilihan sulit karena membutuhkan dana besar.
Pemerintah bahkan terpaksa melakukan efisiensi anggaran. Salah satunya mencabut subsidi di sektor publik dan menaikkan pajak. Sebuah kebijakan tak populis, penuh risiko, rentan resistensi, serta berpotensi menambah angka kemiskinan.
BACA JUGA: Peluang Anies Saingi Jokowi Sangat Besar, Asalkan..
Selain itu, membangun infrastruktur kata Adi, juga tidak mendatangkan manfaat langsung kepada masyarakat layaknya bantuan langsung tunai (BLT) seperti era sebelumnya. Infrastruktur merupakan fasilitas publik yang manfaatnya baru dirasakan dalam waktu cukup lama.
"Meski begitu, tanpa bandara, pelabuhan, rel kereta, dan jalan mustahil rasanya bisa mewujudkan pemerataan pembangunan di wilayah," ucap Adi.
BACA JUGA: Tiga Tokoh Akan Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
Menurut pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah ini, pembangunan infrastruktur tak melulu dimaknai sebatas penyediaan fasilitas fisik. Melainkan sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah, distribusi logistik mudah berbiaya murah yang berimplikasi pada menggeliatnya ekonomi lokal.
"Saya kira kini efek pembangunan infrastruktur mulai terasa, terutama dalam memangkas disparitas harga di daerah terpencil," tutur Adi.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi di tengah pembangunan infrastruktur kata Adi, juga relatif stabil di kisaran angka 5 persen. Kemudian pada saat bersamaan, inflasi ditekan ke titik nominal 3 persen.
"Itu artinya ada selisih keuntungan yang bisa dipetik pemerintah. Dulu pertumbuhan ekonomi memang mencapai 7 persen, tapi angka inflasi cukup tinggi mencapai 9 persen. Akibatnya, emerintah masih merugi," pungkas Adi.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi: Semuanya Harus Bersih, Itu yang Saya Perintahkan
Redaktur & Reporter : Ken Girsang