Ini Bukan Menakut-nakuti, Begini Reaksi Setelah Vaksin Moderna

Minggu, 08 Agustus 2021 – 12:41 WIB
Ilustrasi - Gerai Vaksin PT KAI Commuter di Stasiun Jakarta Kota, Rabu (28/7/2021). PT KAI Commuter menambah lokasi gerai vaksinasi guna memudahkan para penumpang dan warga sekitar stasiun mendapatkan vaksin. Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Praktisi kesehatan dari Universitas Gadjah Mada dr. Muhamad Fajri Adda'i memaparkan reaksi yang mungkin dialami seseorang setelah mendapatkan Vaksin COVID-19 merek Moderna.

Sukarelawan COVID-19 ini menyebut penjelasannya bukan untuk menakut-nakuti. Namun untuk memberi penjelasan secara umum.

BACA JUGA: Rela Lepas Masker 1 Menit Hanya untuk Foto Bersama? Bahaya!

Vaksin Moderna rencananya digunakan untuk rakyat Indonesia dan secara khusus digunakan sebagai booster suntikan bagi para tenaga kesehatan di Tanah Air.

"Ini bukan menakut-nakuti namun memberikan pemahaman yang baik terhadap reaksi vaksinasi."

BACA JUGA: Program Bantuan Kuota Belajar Kembali Hadir, Begini Cara Mendapatkannya

"Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda, jadi tidak bisa disamaratakan," ujar Fajri melalui pesan elektroniknya, dikutip Minggu (8/8).

Data studi yang dipublikasikan dalam jurnal JAMA pada 5 April 2021 memperlihatkan ada sekitar 2 juta orang di Amerika Serikat yang disuntik Moderna.

BACA JUGA: 1.979 Tenaga Kesehatan di Kubu Raya Menerima Vaksin Moderna

Dari jumlah tersebut 70 persen di antaranya akan merasa nyeri.

Lalu sebanyak 7,4 persen mengalami kemerahan, bengkak (13,6 persen) dan gejala sistemik 51,7 persen.

Selain itu, ada juga gejala kelelahan (32,5 persen), sakit kepala (26,9 persen), myalgia atau nyeri otot (21,3 persen).

Reaksi lain, panas dingin (10,3 persen), demam (10 persen), sakit sendi (9,8 persen), mual (8,1 persen), muntah (0,8 persen), diare (5,4 persen) dan nyeri perut (3,2 persen).

Dia mencontohkan, bila 1,2 juta orang tenaga kesehatan yang disuntik vaksin Moderna, bisa jadi 70 persen dari jumlah ini atau 840.000 orang yang akan mengeluhkan nyeri.

Sementara untuk gejala sistemik akan dialami sebanyak 620.000 orang, kelelahan 390.000 orang dan ruam pada 88.800 orang.

Selain itu, menurut studi dalam jurnal JAMA Onkologi, ada juga reaksi pembesaran pembuluh kelenjar getah bening, misalnya di ketiak pada laki-laki.

Kasusnya sekitar 1-5 persen pada mereka yang disuntik vaksin Moderna dosis pertama.

"Vaksin ini jalan ditangkap di limfonodi, membentuk imunitas itu di memang di limfonodi maka dia bengkak. Itulah mengapa Inggris sudah memberitahu (bengkak) bisa sampai 10 hari atau bahkan lebih. Tetapi ini jarang," kata Fajri.

Fajri sendiri sudah mendapatkan suntikan pertama vaksin ini pada Jumat (6/8) lalu.

Dia mengatakan, 12 jam pertama belum merasakan reaksi apa pun.

Pada 14 jam usai divaksin, barulah muncul sumeng dan panas dingin yang bisa ditahan.

Setelah 24 jam usai divaksin, kondisinya membaik, tetapi dua jam kemudian mengalami panas dingin dan malaise atau lelah dan tidak enak badan.

"28 jam setelah divaksin tidak tahan, akhirnya minum obat, lumayan. Tangan nyeri-nyeri karena reaksi lokal inflamasi dikompres dingin lumayan," tutur dia.

"Sehingga menjadi penting untuk mengatur jadwal vaksinasi yang tepat agar tidak bersama-sama merasakan KIPI ini lalu mengganggu pelayanan (seperti yang pernah terjadi di Swedia dengan vaksin Pfizer)," katanya.


Tentang Miokarditis Usai Mendapatkan Vaksin

Badan regulator obat-obatan Eropa beberapa waktu lalu menemukan kemungkinan hubungan peradangan jantung langka dan vaksin berbasis messenger RNA (mRNA), salah satunya Moderna.

Menurut Fajri, kejadian miokarditis seperti ini sangat kecil yakni 26:1.000.000.

Kasus yang tercatat pun terjadi 4 hari setelah divaksin, sehingga sebaiknya hindari olahraga berat di minggu-minggu pertama usai vaksin.

Hal senada dikemukakan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Perkumpulan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dr. Vito A. Damay.

Menurutnya, kemungkinan kejadian miokarditis sangat kecil dan jarang usai seseorang mendapatkan vaksin COVID-19 yang berbasis mRNA.

COVID-19 sendiri menyebabkan miokarditis. Secara keseluruhan, orang yang mengalami COVID-19 punya risiko mengalami miokarditis sebesar 2,3 persen.

Sementara orang yang berisiko terkena miokarditis setelah disuntik vaksin COVID-19 berbasis mRNA hanya sekitar 0,000 sekian persen.

"Tenang saja, ini kecil sekali kemungkinannya, jarang. Karena itu tetaplah percaya diri vaksinasi ini manfaatnya jauh melebihi efek sampingnya," kata Vito.


Tips Meredakan Gejala

Untuk meredakan gejala seperti demam, pihak Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyarankan banyak minum dan tidak mengenakan pakaian terlalu tebal.

Sementara untuk nyeri bisa melakukan kompres dingin atau menggerakkan lengan yang nyeri.

Bila nyeri tak tertahankan bisa meminum obat seperti Paracetamol.

Bila masih bisa ditahan, sebaiknya tahan karena obat-obatan anti-inflamasi bisa memengaruhi respons imun.

Menurut Fajri, sebagai salah satu vaksin COVID-19 terbaik (efikasi 94,1 persen), Moderna juga memicu respons tubuh yang cukup kuat sekaligus antibodi tertinggi dibanding vaksin lain.

Kemudian, bila ada kecurigaan sesak napas, dada berdebar-debar, nyeri dada, sebaiknya berkonsultasi pada dokter jantung agar segera mendapatkan penanganan.

Setelah vaksin lakukan pola hidup sehat, seperti istirahat cukup dan konsumsi makanan serta minuman yang bergizi seimbang.

Tidak begadang hingga beberapa minggu ke depan, tidak merokok dan tidak meminum minuman beralkohol.

Fajri mengingatkan, pembentukan imunitas optimal membutuhkan waktu hingga satu bulan usai vaksinasi dosis pertama Moderna, walau ini bervariasi masing-masing individu.

Oleh karena itu, terapkanlah pola hidup sehat minimal selama itu baik pada dewasa muda maupun lansia.(Antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler