Ini Fakta Paling Kontroversial dengan Janji Jokowi

Senin, 19 Oktober 2015 – 17:23 WIB
Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.

jpnn.com - JAKARTA – Presiden Negarawan Center, Johan O Silalahi mengungkap fakta yang paling kontroversial selama satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) terkait janjinya saat kampanye Pilpres yakni melonjaknya utang luar negeri.

“Fakta yang sangat mengejutkan adalah utang luar negeri melonjak sangat drastis hingga 4 ribu miliar dolar Amerika Serikat,” kata Johan O Silalahi saat mengevaluasi satu pemerintahan Jokowi-JK, di Jakarta, Senin (19/10).

BACA JUGA: PDIP Tegaskan Tolak Perpanjangan Kontak Karya PT Freeport Indonesia

Melonjaknya utang luar negeri, lanjut Johan, sangat bertolak belakang dengan janjinya saat kampanye Pilpres 2014, yang berkomitmen menggenjot pendapatan migas dan non-migas serta memaksimalkan dana masyarakat.

Dalam waktu yang bersamaan, lanjutnya, masalah lainnya yang berpotensi membesar adalah ancaman konflik laten bernuansa SARA (suku, agama, ras, dantargolong) di beberapa wilayah Nusantara yang sesungguhnya disebabkan karena kecemburuan sosial atau ditunggangi kepentingan tertentu.

BACA JUGA: Wow! Ada Potensi Deflasi, Ekonomi Kembali Menggeliat

“Peristiwa Tolikara, Aceh Singkil, dan Lumajang, itu hanya yang baru mencuat. Potensi konflik SARA sesungguhnya lebih besar dari sekedar di tiga tempat tersebut,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut Johan, paham dan ideologi komunis di Indonesia sepanjang satu tahun pemerintahan Jokowi-JK juga juga kembali merebak pada tahun kedua mendatang. Bahkan skalanya jauh akan lebih besar.

BACA JUGA: KPR Subsidi di NTT Tumbuh Pesat, Ini Penjelasannya

Menurut Johan, gangguan dari dalam negeri dan gangguan dari luar negeri (negara asing maupun institusi), para spekulan bisa membuat depresiasi dan apresiasi kurs rupiah terhadap US Dollar seperti 'roller coaster', naik dan turun dalam tempo singkat.

“Defisit fiskal, anggaran dan transaksi berjalan, defisit neraca pembayaran dan berbagai permasalahan yang diwariskan pemerintahan sebelumnya tidak diantisipasi dan direspon dengan baik sehingga mengakibatkan mundurnya perekonomian nasional,” tegasnya.

Menurut Johan, ekonomi yang sangat rapuh yang diwariskan pemerintahan sebelumnya serta imbas negatif ekonomi global menjadi bencana, membuat kurs rupiah jatuh dan pertumbuhan ekonomi melambat. Akibat pelemahan ekonomi itu, kemiskinan meningkat dan semakin tinggi kesenjangan sosial (gini ratio), di samping meledaknya inflasi akibat lonjakan harga barang dan jasa.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Nilai Pemerintah Menafikan Data BPS


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler