jpnn.com, JAKARTA - Peneliti kebijakan BBM Pusat Studi Energi UGM, Agung Satrio Nugroho mengatakan dalam memperbaiki kondisi ekonomi pascapandemi, pemerintah akan membantu para pelaku usaha mikro dan kalangan tidak mampu dari sisi migas.
Menurut dia, dalam menjalankan hal itu pemerintah mulai memperketat pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan menggunakan aplikasi milik Pertamina, yakni MyPertamina.
BACA JUGA: Beli Gas LPG 3 Kilogram Pakai MyPertamina, Mulyanto: Ini Bisa Kacau
"MyPertamina bisa mengontrol penggunaan dan pembatasan distribusi BBM bersubsidi," kata dia dalam siaran persnya, Sabtu (24/12).
Dia berharap adanya kebijakan itu masyarakat bisa menikmati bantuan pemerintah dan upaya Pertamina ini adalah mereka yang memang membutuhkan.
BACA JUGA: Pengumuman, Beli LPG 3 Kilogram Pakai MyPertamina, Mulai Kapan?
Agung mengatakan saat ini pemerintah tengah merevisi Peraturan Presiden nomor 191 tahun 2014 yang mengatur tentang distribusi BBM bersubsidi.
Namun sayang, revisi aturan itu hingga kini belum juga selesai.
BACA JUGA: Ombudsman RI Minta Sosialisasi MyPertamina Dilakukan Secara Masif
Akibatnya, orang kaya masih bisa membeli Pertalite. Padahal Pertalite hanya untuk orang tidak mampu atau miskin.
“Konsekuensinya harus ada peraturan di bawahnya. Turunan dari Perpres ini nanti yang mengatur tentang pelaksanaan Perpres konsumen pengguna. Ini akan mengidentifikasi siapa saja yang berhak, dan siapa yang tidak," ungkap Agung.
Untuk membantu identifikasi, Agung mengungkapkan, MyPertamina akan menjadi alat kendali.
Sementara bagi mereka yang tidak membawa handphone akan ada surat rekomendasi agar tetap dapat menerima bantuan dari pemerintah.
"Ada surat rekomendasi utuk petani, nelayan, dan ada surat identitas untuk truk-truk dan sebagainya, yang kemudian untuk mengidentifikasi konsumen pengguna BBM bersubsidi," jelas Agung.
Operator SPBU akan tetap melayani pengisian Solar Subsidi dan akan melakukan input nomor polisi kendaraan.
Sementara itu, pendistribusian subsidi terbuka untuk BBM menyebabkan kalangan mampu masih dapat menikmatinya.
Bahkan untuk Pertalite, 80 persen yang menikmati bantuan energi dari pemerintah adalah kalangan mampu.
Karena itu, dia meminta pemerintah harus ada regulasi yang tegas mengatur siapa yang layak mendapatkan subsidi BBM.
“Hingga saat ini untuk siapa subsidi itu ditujukan belum dipilah dengan jelas. Ketepatan pemberian subsidi ini menjadi aspek kunci," ungkap Pakar kebijakan Publik Universitas Islam Indonesia (UII), Mahmudi.
Penerapan sistem subsidi terbuka, membuat pemerintah memberikan bantuan melalui harga barang, dalam hal ini BBM.
Akhirnya tidak ada kepastian siapa yang layak menggunakan.
"Artinya siapapun yang mengonsumsi BBM bersubsidi itu, tanpa memandang kelas ekonominya, latar belakangnya, ya, dia menikmati subsidi," ujar Mahmudi.
Dia berharap pemerintah tegas dalam penggunaan energi. Sebab, mayoritas masyarakat memanfaat BBM bukan untuk kepentingan ekonomi atau produktif.
“Yang tidak berhak mendapat subsidi, tidak akan mendapat produk itu. Mekanisme, misalnya dibatasi berdasarkan cc kendaraan, dan harus diikuti instrument teknologi," ungkap Mahmudi. (ddy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 44 Juta Data MyPertamina Diduga Bocor, Pakar Siber Bilang Begini
Redaktur & Reporter : Dedi Sofian