Ini Penyebab Indonesia Terjebak Sebagai Negara dengan Pendapatan Rendah

Selasa, 13 Juli 2021 – 22:11 WIB
Peneliti Indef membeberkan faktor yang menyebabkan Indonesia masuk dalam kategori middle income setelah sekian lama merdeka. Foto: ANTARA/Muhammad Zulfikar

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menyatakan salah satu faktor yang menyebabkan Indonesia terjebak sebagai negara berpendapatan menengah (middle income) ialah inkonsistensi dalam struktur ekonomi.

"Tidak konsisten dalam strukturnya,” kata Ahmad Heri Firdaus dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa (13/7).

BACA JUGA: Berita Duka, Terpapar Covid-19 Ekonom Senior INDEF Enny Sri Hartati Tutup Usia

Menurut dia, inkonsistensi struktur ekonomi itu termasuk mengenai tenaga kerja atau Sumber Daya Manusia (SDM).

Hal itu terlihat dari data sektor industri yang pada 2020 menjadi penopang, meskipun trennya turun di kisaran 19,7 persen terhadap PDB.

BACA JUGA: Insentif PPnBM Mobil Kurang? Begini Alasan Ekonom Indef

Di sisi lain, tenaga kerja yang bekerja di sektor industri jauh lebih rendah 14,09 persen, karena menumpuk di sektor pertanian yakni hampir 30 persen.

Padahal, kata Heri, kontribusi sektor ini hanya 12,7 persen terhadap PDB.

BACA JUGA: Simplifikasi Tarif Cukai Ancaman Bagi Sektor IHT, INDEF: Waspadai Naiknya Rokok Ilegal

“Artinya kue ekonomi yang relatif sedikit diperebutkan oleh banyak orang, jadi masing-masing kebagian sedikit-sedikit,” ujarnya.

Heri menilai banyaknya tenaga kerja yang tidak terserap di sektor sekunder maupun tersier membuat Indonesia terjebak dalam negara dengan pendapatan rendah.

Oleh sebab itu ia mengatakan pemerintah perlu meningkatkan kesiapan SDM mengingat ada stagnasi dalam skill tenaga kerja Indonesia sehingga tidak bisa menyesuaikan dengan fenomena transformasi ekonomi saat ini.

"Kita terkesan cukup lama berada di zona middle income baik itu lower middle, atau pun nanti kita sudah beranjak ke upper middle,” katanya.

Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef Mirah Midadan mengatakan SDM terdidik juga masih banyak yang menganggur, terutama di daerah industri penunjang ekonomi seperti Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.

Hal itu lebih parah terjadi padai lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang pada dasarnya dipersiapkan mampu terjun langsung ke lapangan.

Kendati demikian justru tren penganggurannya terus meningkat sejak 2011.

Dia menilai persoalan itu menandakan ada kekeliruan baik tidak adanya link and match dari kurikulum pendidikan atau bahkan kurikulumnya.

Keduanya, lanjut Mirah, tidak siap menghasilkan output yang bisa bersaing di pasar tenaga kerja.

“Hal yang lucu karena SMK dipersiapkan untuk lulusannya langsung kerja, tapi ternyata dari 2011 trennya meningkat sebagai kontributor pengangguran tertinggi di Indonesia,” ujar Mirah Midadan. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler