jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna mengatakan, aksi beberapa kader PDIP naik ke meja pimpinan sidang paripurna DPR, Rabu (1/10) adalah aksi nekad dari orang kalap yang menggunakan cara-cara preman.
"Saya sayangkan perilaku kader PDIP yang preman ini karena tidak sesuai dengan gaya presiden terpilih Joko Widodo yang santun," kata Budyatna, Jumat (3/10).
BACA JUGA: Wamenkum HAM Rampungkan Pemeriksaan di Kejagung
PDIP lanjutnya, tidak bisa menuduh Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR sewenang-wenang. Kekalahan PDIP hanya karena kegagalan PDIP melobi partai-partai lainnya, sehingga tidak ada yang tertarik untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat.
"Kalau lobinya bagus dan bisa mempengaruhi partai lainnya untuk bergabung, maka PDIP akan diuntungkan. Tapi karena ketidakpiawaian PDIP dalam melobi, akhirnya PDIP dan koalisinya tidak mendapatkan kursi pimpinan apapun di DPR," imbuhnya.
BACA JUGA: FPD Akan Bujuk PDIP Agar Terima Perppu Pilkada
Kegagalan lobi itu sendiri menurut Budyatna, tidak lepas dari sikap sombong PDIP yang selalu keluar ketika dia memenangkan pemilu. Sehingga tawaran menarik apapun seperti jabatan dan kursi menteri tidak menarik minat partai lain untuk bergabung dengan PDIP. Kegagalan PDIP di DPR ini mengulang kegagalan PDIP pada pemilu 1999.
"Untungnya presiden sudah dipilih langsung oleh rakyat. Kalau masih dipilih DPR, sudah pasti kegagalan lobi PDIP di tahun 1999 yang membuat Mega batal jadi presiden akan terulang. PDIP tahun 1999 itu bagai kuda lepas dari kandang selama 32 tahun dikekang Soeharto dan sekarang setelah 10 tahun terkekang SBY. Begitu keluar kandang langsung tabrak sana tabrak sini dan sombong, jadi ditinggal dan kalah," tegasnya.
BACA JUGA: Wamenkum HAM Cek Kabar Malinda Dee tak Tidur di Sel
Kalau PDIP tidak menampilkan kesombongan yang sama seperti tahun 1999, akan banyak dukungan dari partai politik yang bisa digalang. "Seperti di Golkar, banyak sekali anak mudanya yang mendukung Jokowi, tapi karena kesombongan dan ketidakmampuan melobi, potensi suara muda dari Golkar dan juga dari partai-partai lain pun tidak bisa digalang. Begitu juga dengan PD, karena kesombongan Megawati sampai detik terakhirpun dia tidak mau menemui SBY," tegasnya.
Seharusnya tidak sulit buat pemenang pemilu untuk bisa meraih dukungan tambahan karena pemenang pemilu tentunya bisa menawarkan jabatan-jabatan yang bisa menarik. "Cuma semenarik apapun tawaran iu, harus dikemas dengan baik. Kalau cara memberinya sombong, hadiah pun akan ditolak orang," tegasnya.
Jokowi diharapkan bisa lebih berhati-hati dan memetik pelajaran dari kegagalan Megawati. Jangan sampai PDIP dan Megawati justru merontokkan citranya sebagai pemimpin pro-rakyat. "Orang bersimpati pada Jokowi sehingga PDIP bisa meraih kemenangan. Jokowi bisa jadi presiden tanpa PDIP tapi PDIP tidak akan meraih kemenangan tanpa Jokowi," tegasnya.
Karena itu Budyatna mengingatkan Jokowi, untuk memilih para menteri yang menurutnya pantas dan mampu bukan karena tekanan PDIP dan Megawati. "Tentunya dengan kekalahan ini maka para elite PDIP akan berebutan masuk kabinet, karena di DPR mereka sudah tidak dapat tempat. Ini harus disikapi dengan benar. Jangan sampai karena tekanan Megawati misalnya, Jokowi menempatkan Puan Maharani yang juga putri Megawati untuk menduduki posisi jabatan menteri yang strategis. Jangan sampai hal seperti ini justru menghilangkan kepercayaan masyarakat pada Jokowi," pungkasnya.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PAN Akan Kaji Argumen SBY Soal Perppu
Redaktur : Tim Redaksi