jpnn.com - JAKARTA - Menteri EDSM Sudirman Said di kantornya kemarin mengatakan, kondisi saat ini tidak relevan kalau review harga baru bahan bakar minyak (BBM) dilakukan pada akhir bulan. Apalagi, ada kecenderungan harga minyak dunia yang terus turun.
Menurut Sudirman, pemerintah harus fair dengan komitmennya untuk menghapus subsidi BBM. Termasuk, untuk merevisi Permen ESDM 39/2014 yang menetapkan perubahan harga BBM.
BACA JUGA: Pembagian Raskin Mulai Minggu Depan
"Mungkin, dalam satu dua hari ini, kita akan mereview harga BBM karena situasinya (minyak dunia) turun terus," katanya.
Permen itu menjadi dasar bagi pemerintah untuk menentukan harga BBM pada 1 Januari lalu. Seperti diberitakan, saat itu pemerintah menetapkan harga Premium yang terbagi dalam BBM penugasan dan umum tanpa subsidi Rp 7.600. Lantas, ada mekanisme pemberian subsidi Rp 1.000 untuk solar.
BACA JUGA: Redenominasi Bisa Angkat Kurs Rupiah
Bukan tidak mungkin, revisi Permen ESDM juga membuat penetapan harga BBM yang sebelumnya sebulan sekali menjadi tiap dua minggu. Dia menegaskan pemerintah harus merespon tiap perubahan harga minyak meski di luar perkiraan. "Kalau harganya, pasti turun," ucapnya.
Pemerintah, lanjut mantan Dirut PT Pindad (Persero) itu tidak bisa menunggu sampai akhir bulan untuk menyampaikan review karena minyak dunia terus turun. Malah, awal pekan ini saja minyak dunia berada di kisaran harga USD 45 per barel. "Kalau menunggu akhir bulan, terlalu tajam. Sekarang masih dihitung (besarnya penurunan BBM)," imbuhnya.
BACA JUGA: Jokowi Siapkan Inpres Penanganan Ilegal Fishing
Soal berapa besaran turunnya harga Premium, sampai saat ini belum ada informasi pasti. Angka yang ada masih berupa hitungan pribadi. Termasuk, versi Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Ahmad Bambang yang menyebut range penurunan berkisar Rp 600 sampai Rp 1.000.
"Harga barunya sekitar Rp 6.000 an per liter," katanya. Sedangkan soal kesiapan PT Pertamina menjalankan harga baru saat diumumkan nanti, Ahmad Bambang menyebut tidak ada masalah. Pihaknya sudah biasa menerapkan sistem naik turun harga melalui Pertamax.
Terpisah, Dewan Energi Nasional (DEN) meminta turunnya harga minyak dunia tidak hanya disikapi dengan penurunan BBM. Sonny Keraf, anggota DEN dari kepentingan lingkungan hidup berharap pemerintah bisa segera membangun cadangan energi yang bisa dihandalkan. Utamanya, untuk cadangan penyangga.
"Harga minyak sudah murah sekarang. Kita beli, lalu distok dengan berbagai cara dan suatu saat bisa langsung dimanfaatkan," ujarnya. Memang, Indonesia saat ini tidak punya cadangan penyangga. Yang ada, hanya cadangan nasional di Pertamina untuk memastikan stok BBM aman dalam 18 harian.
Pencabutan subsidi memang disambut baik oleh DEN. Tetapi, mereka berharap agar pengalihan uang subsidi tetap dialokasikan untuk bidang energi. Namun, dialokasikan untuk proyek energy baru dan terbarukan termasuk penggunaan bahan bakar nabati (BBN) yang memang lebih mahal.
Anggota DEN lainnya, Andang Bachtiar mengatakan pentingnya Indonesia memanfaatkan momen ini untuk membangun cadangan. Salah satu alasannya, kondisi anjloknya harga minyak mentah bisa terjadi dalam rentang delapan sampai dua tahun lagi. Rugi kalau momen yang panjang itu tidak dimanfaatkan dengan baik.
"Ada waktu selama itu. Terus, ngapain kita di Indonesia diam saja. Suplai (minyak) yang berlebihan ini harus bisa dimanfaatkan," terangnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, cara untuk membentuk cadangan penyangga energy nasional adalah dengan mengimpor besar-besaran. Lantas, minyak itu disimpan baik-baik di berbagai kilang yang dimiliki Indonesia. Cadangan itu baru boleh dipakai ketika Indonesia memasuki masa darurat.
"Misal, ada bencana alam. Atau ketika ada perang dan mengancam pasokan minyak ke Indonesia. Penting ada cadangan penyangga untuk memastikan pasokan energi ke masyarakat tidak terputus," jelasnya.
Dia sadar, usulan itu tidak mudah direalisasikan. Apalagi, saat ditanya soal cukup tidaknya tangki-tangki berbagi ruang dengan minyak yang dikonsumsi harian. DEN tetap optimistis bisa "menitipkan" minyak mentah itu di kilang milik PT Pertamina atau perusahaan lain.
DEN siap mempertanggungjawabkan usulan itu dengan menginventarisir kilang atau tangki yang potensial untuk digunakan. Menurut Andang, pihaknya butuh waktu setidaknya dua minggu untuk inventarisir, termasuk berapa kebutuhan biaya yang dibutuhkan. "Kita juga punya teknologi untuk "menyuntikkan" minyak ke reservoir," urainya. (dim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Munas Deadlock, HIPMI Harus Tetap Solid
Redaktur : Tim Redaksi