jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah memang harus mewaspadai kebijakan reformasi pajak yang dilakukan Presiden AS Donald Trump.
Sebab, kebijakan tersebut akan memengaruhi aliran modal masuk ke negara berkembang.
BACA JUGA: Utang Pemerintah Tahun Depan Tembus Rp 4.300 Triliun
Efek pemotongan pajak di AS jangka panjang membuat banyak investor asing yang tertarik memindahkan portofolio investasinya ke negara superpower itu.
Hal itu dikhawatirkan mendorong pelarian modal sehingga rupiah berada dalam tekanan.
BACA JUGA: Prefunding Diprediksi Tingkatkan Risiko Utang
Rupiah tahun depan diperkirakan berada di angka 13.700–13.900 per dolar AS.
Karena itu, lanjut Bhima, diperlukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah.
BACA JUGA: Pemerintah Terbitkan Global Bond Senilai Rp 54 Triliun
Biasanya Bank Indonesia (BI) akan mengandalkan cadangan devisa.
Dampaknya, cadangan devisa yang sempat mencetak rekor tertinggi akan terus tergerus akibat pelemahan rupiah.
Selain itu, kinerja ekspor-impor bisa terganggu karena ketidakpastian nilai tukar rupiah.
Kebijakan AS lain yang perlu dicermati, kata Bhima, adalah ancaman kenaikan Fed rate hingga empat kali pada 2018.
Hal tersebut membuat suku bunga acuan diprediksi bertahan atau bahkan naik 25–50 bps.
”Kemudian ketegangan yang diciptakan AS di Timur Tengah dan Semenanjung Korea juga turut memperkeruh stabilitas geopolitik global. Hal itu yang akan memengaruhi harga minyak mentah dunia. Imbasnya, harga minyak mentah diproyeksi menembus 80 USD per barel tahun depan,” papar Bhima, Minggu (24/12). (ken/c21/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Waspadai Gejolak Harga Volatile Foods Jelang Akhir Tahun
Redaktur : Tim Redaksi