jpnn.com, JAKARTA - Aturan tentang bea masuk barang bawaan penumpang dari luar negeri masih menjadi perdebatan.
Batasan bebas bea masuk sebesar USD 250 (Rp 3,3 juta) per orang atau USD 1.000 (Rp 13,3 juta) per keluarga dinilai tidak sebanding dengan pendapatan per kapita Indonesia.
BACA JUGA: Pengusaha Keberatan Harta Dianggap Penghasilan
Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menilai, persoalan utamanya bukan batas atas barang bawaan yang bebas bea masuk, melainkan pajak impor yang harus dibayar wajib pajak.
”Kalau dibandingkan negara lain, batas atas kita moderat. Namun, jika dalam perbandingan pendapatan per kapita, batas bebas bea kita terlalu rendah,” kata Prastowo, Jumat (22/9).
BACA JUGA: Harta Tak Dilaporkan Dianggap Penghasilan, Kena Denda 200%
Menurut dia, ada empat komponen pajak yang harus dibayar ketika membawa barang dari luar negeri.
Yakni, pajak penghasilan (PPh) pasal 22 dengan tarif 7,5 persen, pajak pertambahan nilai sebesar sepuluh persen, serta bea masuk dan PPnBM yang besarannya sesuai jenis barang.
BACA JUGA: Harta Tak Dilaporkan Dianggap Penghasilan
Prastowo menilai total pungutan cukup besar karena untuk PPh dan PPN saja sudah 17,5 persen.
Sementara itu, di negara lain, batas bea masuknya lebih ketat, tapi beban pajaknya tidak besar.
”Di Singapura total yang harus dibayar hanya tujuh persen. Jadi, mereka tidak keberatan untuk membayar,” jelasnya.
Direktur eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengakui pembatasan bebas bea masuk efektif memproteksi perekonomian domestik dari barang-barang yang dilarang atau membahayakan.
Selain itu, pembatasan dinilai baik bagi industri dalam negeri.
Namun, Prastowo meminta pemerintah memahami bahwa WP kini tak lagi pergi ke luar negeri untuk berbelanja.
WP kini berpergian ke luar negeri untuk traveling.
”Jadi, barang yang dibawa biasanya oleh-oleh yang di Indonesia tidak ada. Kecuali kalau kulakan berkardus-kardus LCD handphone. Itulah yang harus ditindak,” tegasnya.
Karena itu, dia menyarankan pemerintah mengkaji lagi besaran batasan bebas bea masuk atau mengurangi tarif pajak yang dibebankan kepada WP.
”Sebaiknya tidak melebihi USD 1.000 karena tidak ada negara yang menerapkan batasan lebih tinggi dari itu. Kisarannya USD 500 sampai USD 750,” imbuhnya.
Ketua Kadin Indonesia Rosan Roeslani bersikukuh meminta plafon barang bawaan bebas bea masuk seharusnya USD 2.500 per orang.
Alasannya, budaya Indonesia lekat dengan buah tangan bila pergi ke luar negeri.
”Kalau orang pulang umrah, oleh-olehnya pasti banyak. Oleh-oleh kan tidak mungkin dijual lagi. Kalau dibatasi bingung juga. Jadi, batas atas barang bawaan kena pajak sebaiknya dinaikkan dari USD 250 menjadi USD 2.500,” terangnya. (ken/c25/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Realisasi Penerimaan Pajak Baru 52,23 Persen
Redaktur & Reporter : Ragil