jpnn.com, JAKARTA - Aturan yang memberlakukan pajak penghasilan (PPh) terhadap harta yang tidak dilaporkan dalam amnesti pajak membuat kalangan pengusaha keberatan.
Beleid dalam PP Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap sebagai Penghasilan tersebut dianggap menyalahi prinsip self-assessment yang selama ini dianut.
BACA JUGA: Harta Tak Dilaporkan Dianggap Penghasilan, Kena Denda 200%
’’Itu salah satu yang dikhawatirkan menjadi ajang perdebatan atau bisa menimbulkan suatu kemungkinan persekongkolan. Sebab, di satu sisi, tax amnesty adalah self-assessment dari barang itu, tapi kalau PP Nomor 36 Tahun 2017 itu kan ditentukan Ditjen Pajak,’’ kata Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani, Kamis (21/9).
Dia berharap perbedaan self-assessment dan ketetapan Ditjen Pajak dapat terjembatani dengan baik.
BACA JUGA: Harta Tak Dilaporkan Dianggap Penghasilan
’’Jangan sampai, dalam perbedaan itu, ada tawar-menawar. Itu yang tidak kita inginkan,’’ ujarnya.
Beberapa sanksi dikenai terhadap wajib pajak (WP) yang ketahuan memiliki harta yang tidak dilaporkan dalam tax amnesty.
BACA JUGA: Realisasi Penerimaan Pajak Baru 52,23 Persen
Di antaranya, sanksi jika harta bersih yang ditemukan dianggap sebagai penghasilan dan dikenai PPh sesuai dengan ketentuan serta sanksi 200 persen.
Ada pula sanksi penetapan harta bersih tambahan dalam surat pernyataan harta (SPH) yang dianggap sebagai penghasilan tahun pajak 2016 dan dikenai PPh.
Rosan menyatakan, para pengusaha membutuhkan kepastian perhitungan harta bersih yang indikatornya jelas.
Dia mencontohkan, untuk harta berupa tanah, mungkin pengenaan pajak ditentukan melalui nilai jual objek pajak (NJOP).
Namun, hal itu pun bisa menimbulkan perbedaan. ’’Kami ingin diidentifikasi lagi secara jelas. Ini dasarnya apa,’’ tegas Rosan.
Di samping kekhawatiran adanya potensi fraud dari PP Nomor 36 Tahun 2017 tersebut, Rosan menuturkan bahwa dunia usaha sebenarnya berkeberatan dengan syarat bagi peserta tax amnesty yang diharuskan lapor oleh aturan baru tersebut.
Dia menilai, setelah mengikuti program pengampunan pajak, WP tidak perlu lagi diusik.
Menurut dia, pemerintah seharusnya berfokus kepada pihak-pihak yang belum mengikuti program amnesti pajak.
’’Kami sudah bicara dengan Bu Menteri (Menkeu) bahwa yang sudah baik (bayar pajak) ya sudah. Yang sudah melakukan tax amnesty semestinya jangan dipertanyakan lagi,’’ tutur Rosan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menjelaskan, PP Nomor 36 Tahun 2017 merupakan wujud konsistensi kebijakan serta memberikan kepastian hukum yang menjamin hak dan kewajiban bagi WP sekaligus kewenangan Ditjen Pajak dalam melaksanakan amanat UU Pengampunan Pajak. (ken/c14/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yuk, Tertib Bayar Pajak untuk Bantu Rakyat Kecil
Redaktur & Reporter : Ragil