Ini Terobosan agar Archandra Bisa Cepat Berstatus WNI

Rabu, 17 Agustus 2016 – 06:09 WIB
Archandra Tahar. Foto: Imam Husein/Jawa Pos/dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menjelaskan, pemerintah sebenarnya masih punya cara untuk segera mengembalikan status WNI terhadap Archandra Tahar. 

Dalam pasal 9 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dinyatakan, seseorang yang telah kehilangan status WNI karena mengucap janji setia pada negara asing, tidak bisa begitu saja mendapatkan kembali status WNI. Termasuk jika seseorang itu telah membuang status kewarganegaraannya yang lama. 

BACA JUGA: Ini Formasi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka di Istana Merdeka

Mereka yang mengajukan permohonan kembali sebagai WNI setidaknya harus sudah bertempat tinggal di Indonesia 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut.

Hikmahanto mengatakan, ketentuan tinggal 10 tahun tidak berturut-turut, bisa dijadikan acuan. 

BACA JUGA: Politikus Gerindra yang Membaca Doa Sindiran Itu Sudah Terima 300 SMS

Caranya, otoritas keimigrasian bisa menganggap bahwa Archandra tidak kehilangan hak kewarganegaraan karena punya keterkaitan dengan Indonesia. Baik soal tempat lahirnya maupun kewarganegaraan orang tuanya.

’’Selanjutnya, perlu dicari tahu apakah Archandra memiliki rumah di Indonesia. Rumah tersebut menunjukkan bahwa Arcandra bertempat tinggal secara yuridis di Indonesia meski secara fisik tidak selalu berada di Indonesia,’’ ungkapnya. 

BACA JUGA: Sampai Kapan? Luhut Panjaitan: Paling Lambat Bulan Depan

Bila tempat tinggal tersebut sudah dimiliki lebih dari 10 tahun, maka otoritas keimigrasian dapat mengeluarkan keterangan bahwa ArcHandra telah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut. 

’’ArcHandra bisa langsung membuat permohonan kepada Presiden dan mengucap sumpah setia kepada Negara Republik Indonesia,’’ ungkapnya.

Menurut informasi yang diterima, ArcHandra memang punya rumah keluarga di Padang. Hal tersebut pun diakui Hikmahanto bisa menjadi dasar keterangan domisili ArcHandra. Dengan begitu, dia tak mempunyai masalah jika memang harus diangkat lagi menjadi pejabat negara. 

’’Tidak ada peraturan bahwa pejabat negara harus menunggu berapa tahun setelah  naturalisasi,’’ ungkapnya.

Meski mengaku bahwa ArcHandra memang layak dijadikan menteri, namun Hikmahanto menganggap bahwa keputusan presiden untuk melakukan pemberhentian memang benar. Pasalnya, keputusan sebaliknya bisa menimbulkan dampak yang lebih besar. 

’’Kalau tak secepatnya diberhentikan, presiden bisa dibilang tidak patuh terhadap undang-undang. Dan pasti ada nada negatif karena hubungan ArcHandra dengan Amerika Serikat,’’ jelasnya.

Terpisah, Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerakan Indonesia Raya Ahmad Muzani menilai langkah Presiden untuk memberhentikan Archandra sudah tepat. Dengan polemik kewarganegaraan yang terjadi pada Arcandra, justru akan mengganggu kinerjanya jika terus dipertahankan. 

”Apapun alasannya, Presiden harus membela kepentingan nasional,” kata Muzani di sela-sela sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR-DPD.

Menurut anggota Komisi I DPR itu, munculnya alasan Badan Intelijen Negara bahwa dia tidak dilibatkan dalam pemilihan Arcandra juga tidak tepat. Menurut Muzani, sebagai intelijen BIN harus bekerja inheren, baik diminta Presiden atau tidak. Semua keputusan yang akan diambil Presiden seharusnya bisa mendapat pertimbangan dari BIN.

”Menurut saya alasan itu berlebihan. Sebab, ketika keputusan itu keliru, maka akan menjadi kesalahan pemerintah, termasuk BIN,” ujarnya. 

Muzani menilai, pengganti menteri ESDM yang baru nanti adalah hak prerogatif Presiden. Namun, dia mengingatkan bahwa proses menteri ESDM termasuk vital. Presiden Jokowi harus memilih menteri yang memiliki reputasi membela kepentingan nasional. ”Bebannya berat, integritas, kredibilitas dipertaruhkan dalam jabatan ini,” tandasnya.

Wakil Ketua Komisi VII Satya W Yudha juga menilai Presiden melakukan langkah yang tepat dengan memberhentikan Arcandra. Apa yang terjadi saat ini tidak memungkinkan bagi Arcandra melanjutkan kerjanya. Satya berharap bahwa Kementerian ESDM tetap bekerja seperti biasa, karena Komisi VII sudah mempersiapkan agenda-agenda pasca pembacaan nota keuangan.

”Tupoksi Menteri ESDM adalah sesuai UU Energi, diantaranya pembentukan Dewan Energi Nasional. Siapapun yang duduk, tidak dapat terlepas dari koridor,” ujar Satya.

Menurut Satya, status Arcandra yang memiliki dua kewarganegaraan membuka peluang semua kebijakan selama 20 hari menjabat untuk dievaluasi. Namun, Satya melihat kinerjanya selama ini belum signifikan, sehingga posisi Luhut sebagai Plt Menteri cukup melanjutkan kinerjanya. 

Saat ditanya terkait isu bahwa dirinya akan naik menjadi Menteri ESDM menggantikan Archandra, Satya menampik hal itu. ”Kalau itu jangan dikomentari, kami serahkan ke yang berwenang,” tandasnya. (dim/gun/bay/dod/bil)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gloria Bicara dengan Mata Berkaca-kaca


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler