Ini Versi Perhutani sampai Nenek Asyani Masuk Bui

Jumat, 13 Maret 2015 – 04:44 WIB
Nenek Asyani setelah menjalani sidang kedua di PN Situbondo Senin (9/3). Foto: Rendra Kurnia/Jawa Pos Radar Banyuwangi/JPNN

jpnn.com - SITUBONDO - Kasus nenek Asyani yang diduga mencuri kayu jati, mendapat sorotan publik. Kepolisian Polres Situbondo dan KPH Perhutani Bondowoso sebagai pelapor juga angkat bicara.

Masing-masing lembaga ini menyebut bahwa apa yang dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan wewenangnya berdasarkan hukum.

BACA JUGA: Akhir Cerita Sang Begal Tertembus 2 Peluru, 24 Kali Curi Motor

Pihak Kepolisian Polres Situbondo, melalui Kasubag Humasnya, Ipda Nanang Priambodo, meminta agar semua pihak sama-sama mengikuti proses persidangan yang sedang berjalan di PN Situbondo.

"Mari semua (pihak) tidak saling membuat opini, sehingga masyarakat tidak bingung bagaimana proses hukum tersebut," katanya, kemarin.
     
Dia menjelaskan, sebelum nenek Asyani sampai ke meja persidangan, sudah terlebih dahulu melalui tahapan berdasarkan hukum.

BACA JUGA: Joss! Wakil Bupati Siap jadi Jaminan agar Nenek Asyani Keluar Tahanan

"Proses penyidikan tindak pidana ada beberapa tahap yang dilaluinya. Di antaranya, tahapan penyidikan, penuntutan yang dilakukan jaksa, sampai persidangan," imbuhnya.
     
Karena itu, semua hal yang menyangkut materi kebenaran tindak pidana, sebaiknya sesuai dengan persidangan. Sehingga mempermudah Majelis Hakim memberikan pertimbangan dalam memberikan putusannya.

"Dari pada kita saling melempar opini, lebih baik sesuai proses persidangan saja dan hakim akan memberikan pertimbangan yang sangat objektif," katanya.
     
Disinggung terkait adanya dugaan rekayasa hukum serta adanya amplop, Nanang Priambodo menegaskan, tudingan yang demikian tidak benar. Pihaknya, menyatakan hal ini setelah mengonfirmasi kepada anggota polisi yang bertugas menyidik nenek Asyani di Polsek Jatibanteng.

BACA JUGA: Walikota Mendapat SMS dari Warganya Ingin Gabung ISIS

"Itu tidak benar (dugaan rekayasa dan amplop). Jika mereka punya data yang valid dan memiliki kekuatan hukum, maka ada langkah hukum yang (bisa) diupayakan. Kita membuka ruang pelayanan secara terbuka kepada masyarakat," ujarnya.

Sementara Humas KPH Perhutani Bondowoso , Abdul Gani, saat berada di PN Situbondo menjelaskan bahwa apa yang dilakukan merupakan bentuk pengamanan terhadap hutan.

"Melaporkan kehilangan pohon merupakan bentuk pengamanan hutan, itu sesuai tugas kami di Perhutani," katanya.
     
Gani pun menceritakan kronologis hilangnya kayu jati milik Perhutani. Menurutnya, tanggal 14 Juli 2014 lalu, petugas perhutani melakukan patroli.

Petugas yang patroli adalah Sawin, Misyanto Efendi, dan Sayadi. Mereka kemudian menemukan dua tunggak bekas pencurian pohon, yang berlokasi di petak 43 F blok Curah Cotok, Dusun Kristal, Desa/Kecamatan Jatibanteng.
     
Berdasar temuan petugas patroli tersebut, pihak Perhutani melakukan penyelidikan hilangnya pohon kayu jati. Dari hasil penyidikan, petugas lapangan mencurigai ada seseorang yang menimbun kayu jati. "Dugaan sementara, kayu jati itu bukan dari kayu lahan," kata Abdul Gani.
     
Karena ada dua pohon jati yang hilang serta ada kecurigaan dari petugas, pihak Perhutani akhirnya melapor ke Polsek Jatibanteng.

"Dari laporan itu kemudian ditindaklanjuti. Ternyata benar dan yang menyimpan itu adalah Cipto alias Pak Pit. Jadi yang kami lakukan sesuai prosedur, kalau ada kehilangan kayu 1X24 jam langsung membuat laporan," jelasnya.
     
Dari barang bukti yang ada pada Cipto, tukang circle (gergaji) kayu, kemudian berkembang setelah polisi memintai keterangan Cipto. Dari situlah, selanjutnya muncul nama pemilik kayu jati yaitu Asyani.

"Perhutani membuat laporan, selanjutnya urusan penyidik polisi dan (prosesnya) bukan kewenangan Perhutani," terang Abdul Gani.
     
Lebih jauh, untuk memastikan dugaan pencurian tersebut, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan terkait kebasahan dan motif kayu. Akibat hilangnya dua batang kayu jati yang merupakan tanaman tahun 1974 silam, pihak Perhutani mengalami kerugian sekitar sebesar Rp 4 juta lebih.

"Kelir (warna) kayu Perhutani dan kayu desa yang beda, itu yang menjadi dasar utama. Jadi setiap ada kehilangan kayu jati pasti kami laporkan," pungkasnya. (rri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sindikat Narkoba di LP, Oknum Sipirnya Dijatah, Berapa sih?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler