Inikah Kisah Kasih Tak Sampai?

Kamis, 20 Oktober 2011 – 03:30 WIB

MALAM itu saya sudah berada di ruang tunggu Bandara Soekarno-Hatta, JakartaSiap berangkat ke Amsterdam, Belanda

BACA JUGA: Agar Ayam Tak Tercekik di Lumbung Padi

Tas sudah masuk bagasi
Saya cek lagi paspor untuk melihat dokumen imigrasi

BACA JUGA: Mengatasi Punggung Sumatera yang Mahal

Semua beres
Saya pun siap-siap, sebentar lagi boarding

BACA JUGA: Hidup Bahagia Jakob Oetama

Istri saya sudah berada di Eropa tiga hari lebih duluMendampingi anak sulung saya yang menjabat Dirut Jawa Pos, yang menerima penghargaan dari persatuan koran seduniaJawa Pos terpilih sebagai koran terbaik dunia tahun ini.

Saya pun kirim BBM kepada direksi PLN untuk memberi tahu saat boarding sudah dekat"Kapan pulangnya, Pak Dis?" tanya seorang direktur"Tanggal 21 OktoberSetelah kabinet baru diumumkan," jawab saya"Ooh, ini kepergian untuk ngelesi ya," guraunya.

Saya memang tidak kepengin jadi menteriSaya sudah telanjur jatuh cinta dengan PLNInstansi yang dulu saya benci mati-matian ini telah membuat saya sangat bergairah dan serasa muda kembaliBukan karena tergiur fasilitas dan gaji besar, tapi saya merasa telah menemukan model transformasi korporasi yang sangat besar yang biasanya sulit berubahSaya juga tidak habis pikir mengapa PLN bisa berubah menjadi begitu dinamisBeberapa faktor terlintas di pikiran saya.

Pertama, mayoritas orang PLN adalah orang yang berotak encerProblem-problem sulit cepat mereka pecahkanSejak dari konsep, roadmap, sampai aplikasi teknisnyaKedua, latar belakang pendidikan orang PLN umumnya teknologi sehingga sudah terbiasa berpikir logis

Ketiga, gelombang internal yang menghendaki PLN menjadi perusahaan yang baik/maju ternyata sangat-sangat besarKeempat, intervensi dari luar yang biasanya merusak sangat minimalKelima, iklim yang diciptakan Men BUMN Bapak Mustafa Abubakar sangat kondusif yang memungkinkan lahirnya inisiatif-inisiatif besar dari korporasi.

Lima faktor itu yang membuat saya hidup bahagia di PLNDengan modal lima hal itu pula, komitmen apa pun untuk menyelesaikan persoalan rakyat di bidang kelistrikan bisa cepat terwujudItulah sebabnya saya berani membayangkan, akhir 2012 adalah saat yang sangat mengesankan bagi PLN.

Pada hari itu nanti, energy mix sudah sangat baikBerarti penghematan bisa mencapai angka triliunan rupiahJumlah mati lampu sudah mencapai standar internasional untuk negara sekelas IndonesiaPenggunaan meter prabayar sudah menjadi yang terbesar di duniaRasio elektrifikasi sudah di atas 75 persenProvinsi-provinsi yang selama ini dihina dengan cap "ayam mati di lumbung" sudah terbebas dari ejekan ituSumsel, Riau, Kalsel, Kaltim, dan Kalteng yang selama ini menjadi simbol "ayam mati di lumbung energi" sudah surplus listrik.

Pada akhir 2012 itu nanti, tepat tiga tahun saya di PLN, saatnya saya mengambil keputusan untuk kepentingan diri saya sendiri: berhenti! Saya ingin kembali menjadi orang bebasTidak ada kebahagiaan melebihi kebahagiaan orang bebasApalagi, orang bebas yang sehat, punya istri, punya anak, punya cucu, dan he he punya uang! Bisa ke mana pun mau pergi dan bisa mendapatkan apa pun yang dimauSaya tahu masa jabatan saya memang lima tahun, tapi saya sudah sepakat dengan istri untuk hanya tiga tahun.

Niat seperti itu sudah sering saya kemukakan kepada sesama direksiTerutama di bulan-bulan pertama duluTapi, mereka melarang saya menyampaikannya secara terbukaKhawatir menganggu kestabilan internal PLNMengapa? "Takut sejak jauh-jauh hari sudah banyak yang memasang strategi mengincar kursi Dirut," ujarnya.

"Bukan strategi memajukan PLN," tambahnya"Lebih baik selama tiga tahun itu kita menyusun perkuatan internal agar sewaktu-waktu Pak Dis meninggalkan PLN kultur internal kita sudah baik," katanya pula.

Saya setuju untuk menyimpan "dendam tiga tahun" ituOrganisasi sebesar PLN memang tidak boleh sering guncangTerlalu besar muatannyaKalau kendaraannya terguncang-guncang terus, bisa mabuk penumpangnyaKalau 50.000 orang karyawan PLN mabuk semua, muntahannya akan menenggelamkan perusahaan.

Sepeninggal saya ini pun tidak boleh ada guncanganSaya akan mengusulkan ke menteri BUMN yang baru untuk memilih salah seorang di antara direksi yang ada sekarang, yang terbukti sangat mampu memajukan PLNKalau di antara direksi sendiri ada yang ternyata berebut, saya akan usulkan untuk diberhentikan sekalianTapi, tidak mungkin direksi yang ada sekarang punya sifat seperti itu.

Saya sudah menyelaminya selama hampir dua tahunSaya merasakan tim direksi PLN ini benar-benar satu hati, satu rasa, dan satu tekadIni sudah dibuktikan, ketika PLN menerima tekanan intervensi yang luar biasa besar, direksi sangat kompak menepis.

Kekompakan seperti itu yang juga membuat saya semakin bergairah untuk bekerja keras mempercepat transformasi PLNSaya menyadari waktu tidak banyakKeinginan untuk bisa segera menjadi orang bebas tidak boleh menyisakan agenda yang menyulitkan masa depan PLNItulah sebabnya moto PLN yang lama yang berbunyi "listrik untuk kehidupan yang lebih baik" kita ganti untuk sementara dengan moto yang lebih sederhana tapi nyata: Kerja! Kerja! Kerja!

Tanggal 27 Oktober 2011 nanti, bertepatan dengan Hari Listrik Nasional, moto baru itu akan digemakan ke seluruh IndonesiaKerja! Kerja! Kerja! Sebenarnya ada satu kalimat yang saya usulkan sebelum kata kerja! kerja! kerja! ituLengkapnya begini: Jauhi politik! Kerja! Kerja! Kerja!

Tapi, teman-teman PLN menyarankan kalimat awal itu dihapus saja agar tidak menimbulkan komplikasi politikTentu saya setujuSaya tahu, berniat menjauhi politik pun bisa kena masalah politik!

Sudah lama saya ingin naik business class yang baru dari Garuda IndonesiaKesempatan ke Eropa ini saya pergunakan dengan baikToh bayar dengan uang pribadiSaya dengar business class-nya Garuda sekarang tidak kalah mewah dengan penerbangan terkenal lainnyaSaya ingin merasakannyaSaya ingin membandingkannyaKebetulan saat umrah Lebaran lalu saya sempat naik business class pesawat terbaru Emirat A380 yang ada barnya itu.

Sejak awal, sejak sebelum menjabat CEO PLN, saya memang mengagumi transformasi yang dilakukan GarudaSaya dengar di Singapura pun kini Garuda sudah mendarat di terminal tigaLambang presitise dan keunggulanTidak lagi mendarat di terminal 1 yang sering menimbulkan ejekan "ini kan pesawat Indonesia, taruh saja di terminal 1 yang paling lama itu!"

Beberapa menit lagi saya akan merasakan kali pertama business class jarak jauh Garuda yang baruSaya seperti tidak sabar menunggu boardingDi saat seperti itulah tiba-tiba; "Ini ada tilpon untuk Pak Dahlan," ujar keluarga saya yang akan sama-sama ke Eropa sambil menyodorkan HP-nya.

Telepon pun saya terimaSaya tercenung"Tidak boleh berangkat! Ini perintah Presiden!" bunyi telepon itu"Wah, saya kena cekal," kata saya dalam hatiMendapat perintah untuk membatalkan terbang ke Eropa, pikiran saya langsung terbang ke mana-mana.

Ke Wamena yang listriknya harus cukup dan 100 persen harus dari tenaga air tahun depanKe Buol yang baru saya putuskan segera bangun PLTGB (pembangkit listrik tenaga gas batu bara) agar dalam delapan bulan sudah menghasilkan listrikKe PLTU Amurang yang tidak selesai-selesai.

Ke Flores yang membuat saya bersumpah untuk menyelesaikan PLTP (pembangkit listrik tenaga panas bumi) Ulumbu sebelum Natal iniSaya tahu, teman-teman di Ulumbu bekerja amat keras agar sumpah itu tidak menimbulkan kutukan.

Pikiran saya juga terbang ke Lombok yang kelistrikannya selalu mengganggu pikiran sayaSampai-sampai mendadak saya putuskan harus ada mini LNG di Lombok dalam waktu cepatIni saya simpulkan setelah kembali meninjau Lombok malam-malam minggu laluSaya tidak yakin, PLTU di sana bisa menyelesaikan masalah Lombok dengan tuntas.

Pikiran saya terbang ke Bali, membayangkan transmisi Bali Crossing yang akan menjadi tower tertinggi di duniaKe Banten Selatan dan Jabar Selatan yang tegangan listriknya begitu rendah seperti takut menyetrum Nyi Roro Kidul.

Meski masih tercenung di ruang tunggu Garuda, pikiran saya juga terbang ke Lampung yang enam bulan lagi akan surplus listrik dengan selesainya PLTU baru dan geotermal Ulubellu.

Juga teringat GM Lampung Agung Suteja yang saya beri beban berat untuk menyelesaikan nasib 10.000 petambak udang di Dipasena dalam waktu tiga bulanPadahal, dia baru dapat beban berat menyelesaikan 80.000 warga yang harus secara masal pindah mendadak dari listrik koperasi ke listrik PLN.

Pikiran saya juga terbang ke Manna di selatan BengkuluSaya kepikir apakah saya masih boleh datang ke Manna tanggal 30 Desember, seperti yang saya janjikan untuk bersama-sama rakyat setempat syukuran terselesaikannya masalah listrik yang rumit di MannaSaya terpikir Rengat, Tembilahan, Selatpanjang, Siak, dan Bagan Siapi-api yang saya programkan tahun depan harus beres.

Saya teringat Medan dan Tapanuli: alangkah hebatnya kawasan ini kalau listriknya tercukupi, tapi juga ingat alangkah beratnya persoalan di situ: proyek Pangkalan Susu yang ruwet, izin Asahan 3 yang belum keluar, PLTP Sarulla yang bertele-tele, dan Bandara Silangit yang belum juga dibesarkan.

Pikiran saya terus melayang ke Jambi yang akan menjadi percontohan penyelesaian problem terpelik sistem kelistrikan: problem peakerDi sana lagi dibangun terminal compressed gas storage (CNG) yang kalau berhasil akan menjadi model untuk seluruh IndonesiaSaya ingin sekali melihatnya mulai beroperasi beberapa bulan lagiMasihkah saya boleh menengok bayi Jambi itu nanti?

Juga ingat Seram di Maluku yang harus segera membangun minihidroLalu, bagaimana nasib program 100 pulau harus berlistrik 100 persen tenaga matahariIngat Halmahera, Sumba, Timika.

Tentu saya juga ingat PacitanPLTU di Pacitan belum menemukan jalan keluarYakni, bagaimana mengatasi gelombang dahsyat yang mencapai 8 meter di situIni sangat menyulitkan dalam membangun breakwater untuk melindungi pelabuhan batu bara.

Dan Rabu 23 Oktober lusa saya janji ke NiasDan bermalam di situEmpat bupati di Kepulauan Nias sudah bertekad mendiskusikan bersama bagaimana membangun Nias dengan terlebih dahulu mengatasi masalah listriknya.

Yang paling membuat saya gundah adalah ini: saya melihat dan merasakan betapa bergairahnya seluruh jajaran PLN saat ini untuk bekerja keras memperbaiki diriSaya seperti ingat satu per satu wajah teman-teman PLN di seluruh Indonesia yang pernah saya datangi.

Dengan pikiran yang gundah seperti itulah, saya berdiriMengurus pembatalan terbang ke EropaMenarik kembali bagasi, membatalkan boarding, mengusahakan stempel imigrasi, dan meninggalkan bandara.

Hati saya malam itu sangat galauSaya sudah telanjur jatuh cinta setengah mati kepada orang yang dulu saya benci: PLNTapi, belum lagi saya bisa merayakan bulan madunya, saya harus meninggalkannyaInikah yang disebut kasih tak sampai? (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Selamat Datang GIMIN, Banyak Daerah Menantimu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler