jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning mengatakan, selama ini hanya orang kaya yang mampu melakukan operasi cangkok ginjal. Walau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mengover operasi cangkok ginjal, tetapi belum didukung oleh pihak rumah sakit termasuk rumah sakit pemerintah.
"Seperti RSCM, rumah sakit pusat rujukan nasional tidak menyediakan operasi cangkok ginjal kelas 3. Yang ada hanya kelas VVIP," ujar Ribka, Selasa (2/2).
BACA JUGA: Maaf, Pasangan Bupati/Wali Kota Terpilih Batal Dilantik di Istana
Karena hanya ada kelas VVIP, maka pengguna BPJS baik mandiri maupun penerima bantuan iuran, kata Ribka, harus menambah biaya. Bahkan jumlahnya tidak sedikit, bisa mencapai angka di atas Rp 100 juta.
Selain itu, Ribka juga mengatakan, hingga saat ini belum ada regulasi baik undang-undang maupun peraturan di bawahnya, terkait donor ginjal. Serta tidak ada program pemerintah untuk menyediakan donor ginjal baik donor hidup dan mati.
BACA JUGA: PDIP dan Gerindra Partai Paling Digandrungi Pengguna Medsos
Hal tersebut menyebabkan organ ginjal untuk didonorkan sangat sedikit. Kelangkaan ini menyebabkan munculnya pasar gelap perdagangan organ ginjal. Dan hanya orang kaya yang mampu membeli.
"Tidak adanya regulasi itu juga mengakibatkan tidak ada panduan dan SOP (standar operasional prosedure) serta tatalaksana yang seragam di semua rumah sakit dalam melakukan operasi cangkok ginjal," ujarnya.
BACA JUGA: Dorong Kreatifitas Dalam Sosialisasikan Dana Desa
Ribka mengemukakan pendapatnya, menyoroti pemberitaan dugaan jual beli ginjal yang sempat ramai beberapa hari belakangan. Ia menilai, opini yang muncul tidak melibatkan perpekstif pasien gagal ginjal. Karena itu, semakin membuat takut orang untuk mendonorkan ginjal. Takut dipidana, takut menjadi terancam hidupnya.
"Secara medis donor ginjal hidup dimungkinkan. Menjadi donor ginjal bukan berarti nyawanya terancam. Bila mengikuti anjuran medis, pendonor masih bisa menjalankan kehidupannya dengan normal," ujar anggota dewan dari PDI Perjuangan ini.
Ribka mendesak agar pimpinan Komisi IX DPR memanggil Menteri Kesehatan dan Direktur Utama RSCM untuk menjelaskan terkait pemberitaan yang berkembang dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat. Sehingga semua pihak terkait bisa bersama-sama menyelesaikan persoalan yang ada. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Coret Anggaran Guru Honorer dari APBN, Jokowi Harus Tanggung Jawab
Redaktur : Tim Redaksi