Inilah 7 Garis Besar Materi UU DKJ atau Daerah Khusus Jakarta

Jumat, 29 Maret 2024 – 10:56 WIB
UU DKJ. Warga menikmati suasana di Monas, Jakarta, Selasa (31/12). Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Rapat Paripurna DPR RI ke-14 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) disahkan menjadi undang-undang.

"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Ketua DPR RI Puan Maharani di Ruang Rapat Paripurna, Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (28/3).

BACA JUGA: HIPMI Menilai UU DKJ Bisa Akselerasikan Terjadinya Pertumbuhan Indonesia

RUU tersebut disetujui untuk disahkan menjadi UU DKJ setelah pertanyaan Mbak Puan itu dijawab setuju oleh seluruh anggota dan perwakilan fraksi yang hadir pada Rapat Paripurna DPR RI.

Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas memaparkan garis besar materi muatan RUU DKJ.

BACA JUGA: Dewan Kawasan Aglomerasi DKJ Ditunjuk Presiden, Anies Sebut Tidak Penting

"Hasil pembahasan RUU tentang pemerintah daerah Daerah Khusus Jakarta yang telah disepakati terdiri dari 12 bab dan 73 pasal yang secara garis besar terkait materi berikut," kata Supratman saat menyampaikan laporan guna pengambilan keputusan Tingkat II Rapat Paripurna DPR di Ruang Rapat Paripurna, Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

Dia kemudian menjelaskan tujuh garis besar materi dalam RUU DKJ.

BACA JUGA: Bahas RUU DKJ, Legislator Mempertanyakan Sisi Kekhususan Jakarta

Pertama, perbaikan definisi kawasan aglomerasi dan ketentuan mengenai penunjukan ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi oleh presiden, yang tata cara penunjukannya diatur dengan keputusan Peraturan Presiden.

Kedua, ketentuan mengenai gubernur dan wakil gubernur dipilih melalui mekanisme pemilihan.

Ketiga, penambahan alokasi dana paling sedikit lima persen bagi kelurahan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi, sesuai dengan beban kerja wilayah administratif yang wajib diperuntukkan untuk menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan.

Keempat, memuat pengaturan mengenai pemberian 15 kewenangan khusus bagi Pemerintah Daerah Khusus Jakarta.

Kewenangan khusus itu mencakup pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; penanaman modal; perhubungan; lingkungan hidup; perindustrian; pariwisata dan ekonomi kreatif; perdagangan; pendidikan; kesehatan; kebudayaan; pengendalian penduduk dan keluarga berencana; administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; kelautan dan perikanan; dan ketenagakerjaan.

Kelima, pemantauan kemajuan dan kebudayaan dengan prioritas kemajuan kebudayaan Betawi dan kebudayaan lain yang berkembang di Jakarta, pelibatan lembaga adat dan kebudayaan Betawi, serta pembentukan dana abadi kebudayaan yang bersumber dari APBD.

Keenam, penyesuaian terkait pendapatan yang bersumber jenis retribusi perizinan tertentu pada kegiatan pemanfaatan ruang, yang tata cara penetapan tarifnya diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketujuh, penambahan ketentuan lain terkait pertanahan.

Dalam Rapat Paripurna tersebut, disetujui pula usulan baru terkait penyempurnaan ketentuan pada Pasal 24 Ayat (2) huruf d RUU DKJ menjadi, "Akses terhadap data kendaraan bermotor yang melanggar ketentuan jalan berbayar elektronik yang berasal dari data Kepolisian Negara RI dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan".

Kemudian, diusulkan pula penghapusan ketentuan Pasal 24 Ayat (2) huruf g RUU DKJ yang menyatakan bahwa, "Melakukan penyidikan atas pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan di wilayah Provinsi Daerah Khusus Jakarta terhadap kendaraan bermotor berupa mobil dan motor pribadi yang memasuki jalur khusus angkutan umum dan penyidikan terhadap angkutan umum orang/barang yang melakukan pelanggaran lalu lintas".

Perumusan RUU DKJ merupakan implikasi dari lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN).

Setelah RUU DKJ disahkan DPR melalui Pengambilan Keputusan Tingkat II dalam Rapat Paripurna maka Presiden Jokowi masih perlu menerbitkan keputusan presiden (keppres) sebelum ibu kota secara resmi pindah dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN). (antara/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler