jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mendorong pemerintah daerah untuk membuat mekanisme pelaporan bagi korban pelanggaran HAM berat. Untuk itu, Direktorat Jenderal (Ditjen) HAM Kemenkumham membuat pilot project di Palu dan Bojonegoro .
Menurut Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Mualimin Abdi, pihaknya sudah menginisiasi kepala daerah di Palu dan Bojonegoro untuk melakukan prinsip pelaporan korban pelanggaran HAM berat masa lalu dengan mengadopsi prinsip bottom up. “Tidak lagi top down,” ujarnya, Jumat (20/10).
BACA JUGA: Kemenkumham Riau Sosialisasikan Layanan Publik e-Filing
Menurutnya, kerja sama Ditjen HAM dengan Pemkab Palu berdasar pengalaman mantan kepala daerah di salah satu kota di Sulawesi tengah itu yang menjadi korban peristiwa 1965-1966. Untuk itu, Pemerintah Daerah Palu setiap ada kegiatan kenegaraan selalu mengajak anak keluarga korban 1965-1966 sekaligus meminta rekomendasi Komnas HAM.
Adapun salah satu cara inspiratifnya adalah membuat peraturan daerah (perda) demi memberi kepedulian kepada para anak keluarga korban 1965-1966 dan mengefektifkan dinas-dinas di Palu. Misalnya, merenovasi rumah anak korban agar menjadi lebih layak.
BACA JUGA: Ditjen Imigrasi Gandeng Pemkab Bungo Bangun UKK
“Kemudian memberikan pelayan kesehatan dan kesempatan pekerjaan sepanjang memenuhi syarat pekerjaan tersebut. Hal serupa yang dilakukan juga di Bojonegoro,” ujarnya.
BACA JUGA: Menkumham dan MenPAN-RB Pantau SKB Sistem e-Wawancara CPNS
Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly bersama Yusman Telaumbanua, pemuda asal Nias yang sempat dijatuhi hukuman mati.
Selain menginisiasi penyelesaian pemasalahan pelanggaran HAM berat, Ditjen HAM juga mencari pelajar sekolah menegah atas (SMA) untuk menjadi Pelajar Duta HAM. Bahkan, sudah ada penguatan dan diseminiasi kurikulum HAM bagi para pelajar maupun mahasiswa di perguruan tinggi.
Mualimin juga mengungkapkan, Ditjen HAM memiliki rencana aksi nasional HAM berupa kerja sama yang meliputi Kemenkumham, Kementerian Sosial, Kementarian Dalam Negeri, serta Kementerian Luar Negeri. Kerja sama itu bisa terakses dari semua provinsi dan tersambung dengan Kantor Kepresidenan.
“Contohnya apakah ada fasilitas bagi kaum disabilitas dan basis sekolah bagi anak masyarakat yang kurang mampu disediakan oleh pihak pemerintahan kabupaten/kota dalam pelaporannya. Dan akan ditanya bila tidak melakukan kegiatan aksi HAM yang sudah disepakati rencana aksi,” ujarnya menjelaskan.
Mualimin menambahkan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly juga sudah mengeluarkan Permenkuham Nomor 34 tahun 2016 tentang Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM setiap tahun. Menurutnya , sejauh ini sudah 530 kabupaten di seluruh provinsi yang terdata.
Namun, belum semua daerah yang terdata memenuhi kriteria sebagai kabupaten/kota peduli HAM. Sebab, kemungkinan hanya ada 340 daerah.
Untuk itu, tiap Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham akan mengecek dan memverifikasi langsung kabupaten/kota yang sudah melakukan kegiatan aksi-aksi HAM. Seperti contoh adalah ketersedian rumah sakit bertaraf nasional, dokter, guru sekolah, dan puskesmas untuk memberikan pertolongan kepada ibu hamil dan melahirkan.
“Semua itu dilakukan dalam rangka memenuhi HAM menjadi kewajiban pemerintah. Dan verifikasi berakhir pada 15 Oktober kemarin. Kemudian akan diberikan penghargaan kepada Kabupaten/Kota peduli HAM terkait peringatan hari HAM ke-69 yang insyaallah akan dihadiri oleh Presiden Jokowi di Solo,” ujar Mualimin.
Ditjen HAM juga sudah menerima beberapa laporan pengaduan mengenai pelanggaran HAM dari masyarakat se-Indonesia melalui pelayanan komunikasi masyarakat, baik secara fisik maupun melalui aplikasi yang disebut Simas-HAM. Aplikasi itu merupakan bentuk pelayanan komunikasi bagi masyarakat melalui media online yang tersedia setiap hari di tiap Kanwil Kemenkumham.
Mualimin pun mempersilakan masyarakat untuk mengadukan dugaan pelanggaran HAM guna dikomunikasikan dan disampaikan kepada Ditjen HAM. Ternyata, masyarakat memandang pelayanan komunikasi itu sebagai hal baik.
“Simas-HAM tempat masyarakat mengadu soal HAM. Hasilnya lumayan baik. Itu bukan barang mudah untuk dikelola,” tuturnya.
Kini, luar negeri pun mengapresiasi penegakan hukum atas persoalan HAM di Indonesia. Buktinya saat sidang Universal Periodic Review (UPR) di PBB yang dihadiri 190 negara beberapa bulan lalu, Indonesia yang diwakili Menkumham Yasonna H Laoly mendapat apresiasi karena selalu mendorong dialog dan kerja sama dalam perbaikan HAM.
Selain itu, Indonesia juga dianggap konsisten mengambil langkah-langkah kebijakan hukum dan pembangunan dalam memajukan dan melindungi hak-hak sipil, politik, kebebasan berpendapat, serta pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Sebagai contoh adalah Yusman Telaumbanua, pemuda asal Nias, Sumatera Utara yang dijatuhi hukuman mati karena didakwa membunuhh.
Ternyata, Yusman masih di bawah umur saat pembunuhan terjadi dan dipaksa mengaku sebagai pelakunya. “Yusman menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dan penegak hukum untuk mengkaji eksekusi mati di Indonesia. Kini, anak itu menjalani hukuman selama lima tahun,” ucap Mualimin.
Karena itu, katanya, proses penegakan hukum atas kasus pelanggaran HAM membutuhkan sinergi berbagai pihak. “Dan tantangan paling berat dalam hal menjalankan proses hukum terkait HAM diperlukan koordinasi antar-kementerian dan lembaga,” tambahnya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pegawai Kanwil dan UPT Pemasyarakatan di Ambon Memang Manise
Redaktur & Reporter : Antoni