jpnn.com, JAKARTA - Pihak keluarga Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage atau Bripda IDF (20) menduga anaknya yang anggota Densus 88 Antiteror Polri tewas bukan akibat kelalaian, melainkan dibunuh secara terencana.
Pernyataan itu disampaikan kuasa hukum keluarga Bripda IDF, Jajang, diberitakan ANTARA pada Sabtu (29/7).
BACA JUGA: Anggota Densus 88 Bripda IDF Tewas Tertembak Senpi Rakitan Ilegal
"Kami menduga Pasal 340, pembunuhan berencana, karena yang saya bilang tadi, tiba-tiba meletus, kelalaian," kata Jajang.
Dia menjelaskan bahwa Bripda Iqnatius dan dua orang rekannya yang menjadi tersangka adalah anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
BACA JUGA: Pernyataan Mahfud MD soal Kasus Korupsi di Basarnas, Tegas!
Sebagai anggota Densus 88, Bripda IDF dan dua tersangka diyakini punya keahlian khusus serta terlatih dalam memegang senjata api.
Pihak keluarga juga belum puas atas penjelasan penyidik yang disampaikan saat konferensi pers pada Jumat (28/7) di Jakarta, bahwa Bripda IDF tewas akibat kelalaian rekannya yang membawa senjata api rakitan ilegal.
BACA JUGA: Hasil Autopsi Bripda IDF Tewas Tertembak Senpi Rekan Sendiri, Ini Fakta
Kecurigaan pihak keluarga berangkat dari keterangan penyidik dalam konferensi pers itu bahwa tersangka Bripda IMS awalnya memperlihatkan senpi rakitan ilegal kepada dua saksi lain yang berada di kamar, tetapi tidak meletus karena magasinnya tidak terpasang.
Lalu, dijelaskan bahwa senpi ilegal itu kemudian disimpan pelaku di dalam tas, termasuk magasinnya.
Kemudian, dikatakan pula bahwa saat Bripda Ignatius tiba di tempat kejadian perkara, senjata api sudah terisi magasin.
Hal itulah menurut Jajang yang membuat keluarga curiga bahwa kejadian penembakan sudah direncanakan, bukan kelalaian.
"Bagaimana ceritanya anggota Densus 88 bisa lalai? Itu orang terlatih loh, enggak bisa itu diterima kami seperti itu," sebut Jajang.
Menurut Jajang, keluarga menduga ada hal lain yang memicu kejadian yang menewaskan Bripda IDF.
"Tewasnya Bripda Ignasius, kami duga ada hal lain di balik semua itu. Makanya, kami menduga memang si korban direncanakan dibunuh, (terencana) secara matang," kata Jajang.
Guna mengungkap hal itu, kata Jajang, pihak keluarga akan datang ke Mabes Polri untuk membuat laporan polisi terkait dengan dugaan pembunuhan berencana terhadap Bripda Igantius.
"Kami akan kejar Pasal 340, kami tidak yakin sekelas Densus 88 ada kelalaian sepele seperti hal ini. Tidak bisa kami meyakini itu," tegasnya.
Kasus tewasnya Bripda Ignatius sedang dalam penyidikan Polres Bogor, sedangkan pelanggaran etiknya ditangani oleh Divpropam Polri.
Dua anggota Densus 88 Antiteror sudah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Bripda IMS (23) yang memegang senjata api dan Bripka IG (33) selaku pemilik senpi rakitan ilegal itu.
Versi polisi, pada saat kejadian Bripka IG tidak berada di lokasi kejadian. Akan tetapi, dari keterangan saksi dan tersangka IMS, senjata api ilegal rakitan itu milik Bripka IG.
Dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jumat (28/7), Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jawa Barat Kombes Surawan menyebut saat ini masih mendalami soal senjata api ilegal rakitan yang dipegang oleh Bripda IMS tersebut.
Penyidik akan mengonfrontasi kepada Bripka IG, bagaimana senjata api ilegal itu bisa ada pada orang yang bukan pemiliknya.
"Kami masih melakukan pendalaman. Nanti kami akan lalukan konfrontasi kepada kedua orang ini terkait dengan asal usul senjata," ucap Surawan.
Terkait dengan isu tentang bisnis senjata api di antara tersangka dan korban, Surawan mengatakan bahwa hasil penyidikan sementara belum menemukan adanya indikasi tersebut.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam