Inpres Konsesi Hutan Disambut Cukup Positif

Baik untuk Perubahan Iklim, Namun Masih Ada Banyak Tantangan

Jumat, 20 Mei 2011 – 23:29 WIB
BOGOR - Upaya pemerintah RI dalam mengurangi emisi karbon dinilai mengalami langkah maju hari ini, dengan diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) yang melarang adanya konsesi baru di hutan primer dan lahan gambutNamun demikian, menurut lembaga Center for International Forestry Research (CIFOR), Jumat (20/5), dibutuhkan tindakan-tindakan lebih lanjut supaya Indonesia dapat memenuhi target penurunan emisi gas rumah kaca yang cukup ambisius.

Moratorium selama dua tahun yang berlaku sejak 20 Mei 2011 ini sendiri, seperti diketahui, merupakan bagian dari perjanjian bilateral dengan Norwegia yang ditandatangani pada 26 Mei 2010 lalu

BACA JUGA: Belum Ada Bukti Keterlibatan Bupati

Di mana, janji pemerintah Norwegia sebesar USD 1 miliar akan dinikmati Indonesia, jika pemerintah mampu menunjukkan pengurangan emisi yang telah diverifikasi lembaga independen
Indonesia sendiri sebelumnya tercatat sebagai penghasil emisi gas rumah kaca ketiga terbesar di dunia, lantaran tingginya laju deforestasi dan degradasi hutan.

"Moratorium (Inpres yang ditandatangani Presiden SBY, Red) ini adalah perkembangan positif," kata Daniel Murdiyarso, peneliti senior di CIFOR

BACA JUGA: Kinerja Buruk, Kada akan Dipermalukan

"Ini bukan saja kemenangan untuk perubahan iklim, tetapi juga untuk pelestarian keanekaragaman hayati, termasuk orangutan, harimau Sumatera, badak dan spesies langka lainnya, serta perlindungan hak masyarakat yang bergantung pada hutan sehingga diharapkan dapat memperbaiki kehidupan mereka," tambahnya.

"Moratorium ini akan melindungi sejumlah besar hutan dari penggundulan, dan membantu mempertahankan keberadaan lahan gambut Indonesia yang kaya karbon," ungkap Murdiyarso lagi, melalui rilis yang dikirimkan oleh CIFOR tersebut.

Dijelaskan, larangan konsesi baru di lahan gambut khususnya disebut penting, karena hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa alih guna lahan gambut menjadi perkebunan dalam jangka panjang, menghasilkan emisi karbon jauh lebih besar dibanding alih guna hutan yang tumbuh di tanah mineral
Indonesia sendiri adalah negara tropis yang memiliki lahan gambut terluas di dunia

BACA JUGA: Tidak Satu pun Instansi Pusat Dapat Nilai A

Sementara setiap tahun, tercatat lebih dari 100.000 hektar lahan gambut di Asia Tenggara dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit dan kayu pulp.

Masih menurut keterangan pihak CIFOR, moratorium tersebut juga melarang adanya konsesi baru di hutan primer, yaitu hutan yang masih belum tersentuh manusiaDalam hal ini, Indonesia terbilang beruntung, karena masih memiliki sekitar 64 juta hektar dalam kategori hutan primerNamun yang perlu dicatat adalah, bahwa moratorium tersebut tidak membatasi adanya konsesi baru di 'hutan sekunder', yaitu hutan yang sebagian pohonnya telah ditebang untuk kayunya atau kegunaan lain.

CIFOR memandang, walaupun hutan-hutan ini tidak dapat dikategorikan sebagai hutan tropis yang rapat, banyak di antaranya masih digunakan oleh masyarakat sebagai sumber mata pencaharian sehari-hari, cukup rimbun dan kaya karbon, serta memilki kekayaan keanekaragaman hayatiTercatat, sekitar 36 juta hektar hutan di Indonesia saat ini tergolong sebagai hutan sekunder.

Tidak dimasukkannya hutan sekunder dalam moratorium ini, lantas menimbulkan pertanyaan akan kemampuan Indonesia untuk memenuhi target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dari tingkat business-as-usual di tahun 2020Pemerintah Indonesia sebelumnya pernah menyatakan, bahwa salah satu cara untuk memenuhi target ini adalah melalui program penanaman pohon besar-besaran.

"Pengurangan emisi dari sektor kehutanan yang signifikan di Indonesia, tidak akan terlaksana jika hanya melalui penanaman pohonKarena untuk mencapai target pengurangan emisi tersebut, dibutuhkan penanaman di lahan seluas dua kali total wilayah negara ini," ujar Louis Verchot pula, dalam kapasitas sebagai peneliti utama untuk perubahan iklim di CIFOR"Upaya-upaya penurunan emisi perlu difokuskan pada mempertahankan hutan yang ada tetap sebagai hutan," tambahnya.

Lebih jauh, Verchot menilai bahwa walaupun moratorium akan mencegah diterbitkannya konsesi hutan baru di sebagian besar wilayah Indonesia, keputusan ini tidak akan menghentikan, atau bahkan memperlambat, laju deforestasi pada jangka pendekPasalnya menurutnya, banyak konsesi yang diterbitkan beberapa tahun terakhir ini, belum dikembangkan oleh pemegang konsesi tersebut.

"Hal ini kemungkinan besar tidak akan terjadi," kata Verchot"Banyak perusahaan yang masih mempunyai konsesi-konsesi besar yang belum dikembangkanMoratorium tidak akan banyak menghambat pengembangan industri ini," lanjutnya.

Meski demikian, Verchot mengaku tak ingin sama sekali merasa pesimis begitu saja"Walaupun jalannya masih panjang, dan tantangan besar di hadapan kita masih banyak, pengumuman (moratorium) hari ini merupakan langkah awal yang positif," tukasnya pula(ito/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Negara Harus Tegas soal NII-Al Zaytun


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler