jpnn.com, JAKARTA - Keputusan pemerintah mengeluarkan sejumlah insentif perpajakan dinilai tidak akan mengganggu penerimaan pajak.
Beberapa insentif itu adalah pembaruan regulasi tax holiday (pembebasan pajak), percepatan restitusi, serta rencana penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) final UKM dari satu persen menjadi 0,5 persen.
BACA JUGA: Bang Charles Cecar Facebook soal Ketaatan Bayar Pajak di RI
Dirjen Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan, berdasar hitungan sementara, kebijakan percepatan restitusi bakal menambah pengembalian pajak sekitar Rp 5 triliun–Rp 10 triliun.
Sementara itu, dari penurunan tarif PPh final UKM, setidaknya ada potential loss sekitar Rp 2,5 triliun.
BACA JUGA: Sanksi Terlalu Ringan, Masyarakat Jadi Malas Lapor SPT Pajak
Terkait dengan hal tersebut, Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Yon Arsal menyatakan, potential loss untuk keduanya relatif kecil.
’’Kalau soal insentif, pastilah ada hitungannya. Tapi kecil, lah. Relatif tidak terlalu besar terhadap keseluruhan total setoran dan penerimaan pajak,’’ kata Yon, Minggu (22/4).
BACA JUGA: 3 Alasan Utama Masyarakat Ogah Laporkan SPT Pajak
Sementara itu, untuk insentif tax holiday, Yon mengaku bahwa pihaknya belum bisa menghitung potensi penerimaan yang hilang dari kebijakan tersebut.
Sebab, kebijakan tax holiday diberikan kepada perusahaan-perusahaan perintis yang baru saja mendirikan perusahaan.
’’Jadi, tidak fair juga kalau kita hitung berapa potensinya karena barangnya saja belum masuk,’’ ujar Yon
Menurut Yon, lebih mudah menghitung potential loss dari kebijakan yang sudah ada seperti rencana kebijakan pemangkasan PPh final tarif UKM.
’’Kalau untuk UKM itu kan existing, regulation-nya ada. Sekarang kita turunkan. Itu lebih gampang untuk menghitung potential gain dan potential loss-nya,’’ kata Yon.
Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menuturkan, keputusan pemerintah memperbanyak insentif tersebut tidak menjadi masalah asalkan semuanya termasuk dampak jangka panjang dan sudah diukur secara detail.
’’Insentif pajak kan sebenarnya investasi pemerintah untuk penerimaan di masa mendatang. Jadi, pengorbanan di masa kini untuk mendapatkan sesuatu di masa mendatang,’’ ujar Yustinus.
Dia menambahkan, insentif akan mendorong ekonomi dan industri untuk tetap tumbuh.
Namun, Prastowo mengakui insentif tersebut bisa menjadi negative tax. Sebab, sifatnya mengurangi penerimaan pajak saat ini.
Dia memprediksi ada potensi kenaikan shortfall (tidak mencapai target).
Karena itu, dia meminta pemerintah memikirkan pengganti penerimaan yang hilang. (ken/c19/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pelaporan SPT Tahunan Meleset, Harus Ada Sanksi Tegas
Redaktur : Tim Redaksi