Investasi dan Jaminan Kesehatan Lonjakkan Produksi Ranjang RS

Kamis, 03 November 2016 – 13:16 WIB
D&V Medika Berpartisipasi di Hospital Expo. Foto: Vox Populi for JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Investasi di sektor rumah sakit dan klinik di Indonesia terus meningkat.

Hal ini seiring dengan tekad dari sektor pemerintahan melalui kebijakan jaminan kesehatan untuk masyarakat.

BACA JUGA: Industri Sepeda Motor Setor Pajak Rp 27 Triliun

Selain itu, juga dari sektor swasta yang terus memenuhi tuntutan kebutuhan layanan kesehatan dari kelas menengah di Indonesia yang juga terus bertumbuh.

Dua alasan ini mendorong pemain industri perlengkapan kesehatan untuk menggenjot kapasitas produksi peralatan medis buatan Indonesia.

BACA JUGA: Aset Negara Mencapai Rp 5.285 Triliun

Menurut Pete Read dari Global Growth Markets (GGM) yang berbasis di Singapura, jumlah RS swasta di Indonesia tumbuh 50 persen per tahun dalam beberapa tahun belakangan ini.

Angkanya telah menyentuh lebih dari 700 rumah sakit di seantero negeri. Jumlah RS di Indonesia, termasuk RS pemerintah mendekati 1.300 rumah sakit.

BACA JUGA: Tingkatkan Kunjungan Wisatawan, Kemenpar Gandeng 3 BUMN

Di tengah bergairahnya industri layanan penyedia kesehatan ini, para perusahaan pemasok dan manufaktur peralatan medis menunjukkan rangkaian produk terbaru mereka di Hospital Expo yang berlangsung akhir Oktober lalu di Jakarta Convention Center.

Exhibitor lokal, seperti D&V Medika yang merupakan perusahaan pemasok peralatan medis terkemuka dan satu dari tiga perusahaan manufaktur ranjang rumah sakit terbesar di Indonesia, melaporkan peningkatan permintaan atas ranjang rumah sakit elektrik dan manual.

Permintaan ini begitu besar sehingga terkadang para pemasok tak dapat memenuhinya. Jumlah ranjang rumah sakit di Indonesia saat ini adalah 280 ribu. Jumlah ini termasuk yang paling kecil di dunia jika dihitung berdasarkan rasio jumlah ranjang rumah sakit per populasi.

Menurut unit statistic keluaran WHO, memang tidak ada aturan global mengenai tingkat kepadatan ranjang rumah sakit dalam kaitannya dengan total populasi. Akan tetapi, perlu diingat bahwa permintaan akan ranjang rumah sakit diperkirakan akan meningkat sampai puluhan ribu hingga 2020.

“Untuk tempat tidur RS, kami selalu menjaga tingkat distribusi yang merata kepada basis pelanggan yang selalu meningkat. Namun, dengan terus  meningkatnya permintaan yang kami terima, kami terkadang cukup kewalahan,” ujar managing partner D&V Medika, Vincent Lianto.

“Kami juga selalu memperhatikan ketersediaan alokasi stok untuk rumah sakit milik pemerintah yang jumlahnya bias mencapai 60 persen dari total rumah sakit di seluruh negeri. Di saat yang sama, kami berusaha memenuhi kebutuhan para pemain baru di pasar ini,” imbuhnya.

Kelompok rumah sakit berbasis di India, Apollo Hospitals, juga sedang mempertimbangkan untuk mendirikan pusat telemedicine dan rumah sakit.

Selain itu, IHH Healthcare dari Malaysia belum lama ini mengumumkan rencana untuk masuk ke Indonesia sebagai bagian dari strategi ekspansi perusahaan.

Menurut GGM, lonjakan yang dialami industry layanan kesehatan nasional saat ini adalah yang terbesar di Indonesia, selain di Tiongkok dan India.

Grup rumah sakit swasta lokal urutan pertama di Indonesia adalah Siloam Hospitals, yang saat ini mengoperasikan 20 rumah sakit di Indonesia.

Siloam Hospitals berencana mengoperasikan 40 rumah sakit hingga akhir tahun 2017.

Kalbe Farma, salah satu perusahaan farmasi terbesar di Indonesia, berencana membuka 20-25 klinik swasta setiap tahunnya di Jakarta dalam lima tahun ke depan.

Sementara itu, Columbia Asia akan membuka tiga rumah sakit di Semarang.

Rumah-rumah sakit lain di Indonesia yang meningkatkan investasi mereka sejak 2015 termasuk Mitra Keluarga Karya Sehat Tbk.

Grup-grup seperti, Omni, Mayapada dan Sinar Mas, selain Prodia yang mengoperasikan laboratorium diagnosa.

Menurut EY Indonesia, jumlah rumah sakit di Indonesia masih sangat kurang dengan wilayah pedesaan sebagai wilayah yang paling terdampak oleh kondisi ini. Kota-kota lapis kedua, seperti Palembang atau Batam, yang rasio ranjang per populasinya masih rendah, adalah contoh daerah potensial untuk investasi.

Satu contoh bias dilihat dari Grage Group, yang berencana membangun rumah sakit di Cirebon dengan cara bermitra dengan Pondok Indah Hospital.

Laporan EY terkini menunjukkan ada kesenjangan besar antara suplai dan permintaan dan biaya akuisisi lahan yang lebih rendah dibandingkan dengan di kota-kota lapis pertama, seperti Jakarta.

PT. Timah, perusahaan produsen dan eksportir timah milik pemerintah, juga telah memasuki industry layanan kesehatan sejak 2015.

PT Timah mendirikan anak perusahaan Rumah Sakit Bakti Timah yang hingga kini memiliki dan mengoperasikan enam rumah sakit di Provinsi Bangka Belitung.

“Kami lihat permintaan tinggi terhadap ranjang rumah sakit masih akan berlangsung cukup lama. Ditambah lagi dengan diberlakukannya JKN yang mencakup semua orang, bukan hanya mereka yang tinggal di kota-kota besar,” ujar Vincent Lianto.

“Dengan mempertimbangkan faktor-faktor diberlakukannya JKN dan kesenjangan suplai dan permintaan yang besar, mendirikan rumah sakit di wilayah pinggiran atau pedesaan bias menjadi pilihan investasi yang menarik,” ujarnya. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Lho Keunggulan Indonesia Travel Xchange


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler