Investor China: Batam Lebih Cocok Jadi Kawasan Pariwisata

Selasa, 07 November 2017 – 04:00 WIB
Welcome To Batam. Foto: batampos/jpg

jpnn.com, BATAM - Investor dari China yang bergerak di bidang pertambangan, Li Guang Jin menyebut Batam lebih cocok menjadi kawasan pariwisata dibanding industri.

Penyebabnya adalah regulasi yang memusingkan investor.

BACA JUGA: Tiga Kapal Basarnas Buatan Batam Resmi Diluncurkan

"Saya tanam investasi di Surabaya dan sejumlah kota lainnya termasuk Batam. Namun Batam sama sekali tidak spesial," ujarnya di Kantor Kadin Batam, Senin (6/11).

Penyebabnya adalah barang yang diproduksi di Batam tak bisa diekspor ke dalam negeri tanpa membayar bea masuk yang cukup besar. Sedangkan ketika mengekspor keluar negeri tidak dikenakan bea masuk sama sekali.

BACA JUGA: Mabes Polri Gerebek Gudang Beras Oplosan di Batam

"Padahal Batam harus bersaing dengan tetangganya, tapi ini membuat Batam tidak spesial sama sekali," ungkapnya.

Pada awalnya, dia mendengar kalau ada FTZ di Batam sehingga berniat investasi di Batam."2013, saya dengar di Batam ada FTZ dan FTZ itu bagus," ungkapnya lagi.

BACA JUGA: Wali Kota: Pantai Batam Hampir Seluruhnya Dikuasai Swasta

Namun setelah berinvestasi di Batam, ia menyadari bahwa Batam itu unik."Saya terkesan di Batam ada dua pemerintahan dan ada juga yang namanya tarif sewa lahan (UWTO,red). Sangat beda dengan kota lainnya di Indonesia," ujarnya.

Meskipun begitu, dia juga mengatakan pengurusan izin untuk perusahaan asing sekarang sudah lebih cepat dari sebelumnya."Di setiap kota memang ada baik dan buruknya," jelasnya.

Perizinan yang cepat tidak menjamin Batam bisa tumbuh dengan baik dalam segi pertumbuhan ekonomi karena masih banyak aspek yang harus dipertimbangkan.

"Batam tak cocok untuk industri. Lebih baik dibangun saja menjadi kawasan industri pariwisata, industri kesehatan dan industri pendidikan. Lebih banyak manfaatnya," terangnya.

Di sisi lain, transformasi Batam dari era Free Trade Zone (FTZ) menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sangat diragukan karena konsep besarnya belum ketahuan sampai saat ini

"Transformasi FTZ menuju KEK harus jelas. Tiba-tiba BP Batam mengatakan akan menjadikan Batam sebagai KEK dalam dua tahun tanpa memberitahu kami," ucap Ketua Dewan Pakar Kadin Batam, Ampuan Situmeang.

Dia hanya tidak menginginkan masyarakat dan pengusaha Batam seperti membeli kucing dalam karung."Jadi kita tidak tahu apakah kucingnya kurapan atau kucing itu belang," tambahnya.

Ampuan menegaskan sangat mustahil menumbuhkan perekonomian Batam hingga 7 persen hanya dengan transisi FTZ menuju KEK.

"Omong kosong itu. Transisi itu bisa berjalan kalau regulasi antara Pemko Batam dan BP Batam berjalan harmonis," terangnya.

Pernyataan tersebut dikuatkan lagi oleh Sekretaris BSOA Batam, Novi Hasni. Dia khawatir konsep KEK nanti mengganggu lahan shipyard.

"FTZ menuju KEK itu downgrade. Bagaimana nanti lahan-lahan shipyard. Kami belum tahu konsepnya secara teknis," katanya.

Kesulitan sektor galangan kapal bertambah lagi dengan tingginya tarif labuh tambat yang tertera dalam Perka 17 Tahun 2016 tentang tarif dan jasa pelabuhan.

"Tarif shipyard sudah kompetitif, tapi lihat tingginya tarif labuh tambat jadi hambat kapal masuk," ungkapnya.

Disamping itu keterpurukan shipyard ditambah dengan fakta bahwa BP Batam memungut tarif UWTO untuk garis pantai dan besarannya 20 kali tarif UWTO biasa.

"Saat ini kami sedang terpuruk. Dan peraturan di Perka 17 tumpang tindih juga dengan peraturan Kemenhub," jelasnya.

Sedangkan Sekretaris REI Batam, Robinson Tan berharap bahwa Perka 9 Tahun 2017 tentang lahan segera direvisi, khususnya terkait diversifikasi tarif untuk perumahan.

"Tarif untuk perumahan murah dihilangkan sehingga kami berharap revisi nanti harus mengikutsertakan tarif tersebut," jelasnya.(leo)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Apes, Niat Mau Bantu, Motor Malah Dibawa Kabur Teman Sendiri


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler