jpnn.com - TEHERAN - Aksi militer Arab Saudi dan koalisinya yang semakin intens di Yaman memantik reaksi Iran. Kemarin (9/4) Presiden Hassan Rouhani menyebut serangan udara Saudi atas Yaman sebagai sebuah kesalahan. Dia pun lantas mengimbau Negeri Petrodollar itu agar segera menghentikan aksi militernya.
"Kepada negara-negara di kawasan tersebut, saya ingin mengajak Anda semua menjunjung tinggi semangat persaudaraan. Marilah saling menghormati satu sama lain dan menghormati negara-negara lain," ungkap Rouhani dalam pidatonya di Kota Teheran. Dia mengaku prihatin menyaksikan pertumpahan darah di Yaman selama sekitar dua pekan terakhir.
BACA JUGA: Waduh, Hakim Izinkan Pasutri Cerai Lewat Facebook
"(Sebuah negara) Tidak membunuh anak-anak yang tak berdosa. Mari kita berpikir tentang cara mengakhiri pertempuran, gencatan senjata, dan cara mengirimkan bantuan kemanusiaan kepada mereka yang membutuhkan," ucap pemimpin 66 tahun tersebut dalam pidato yang disiarkan langsung stasiun-stasiun televisi Iran itu.
Lebih lanjut, pengganti Mahmoud Ahmadinejad tersebut menegaskan bahwa kampanye antiteror lewat jalur militer atau kekerasan adalah cara yang salah. Serangan udara dan pengeboman yang kini dilakukan Saudi dan koalisinya, menurut dia, hanya akan membuat Yaman kian terpuruk. Setidaknya, Yaman bakal bernasib sama dengan Iraq atau Syria yang menjadi "korban" aksi antiteror Amerika Serikat (AS).
BACA JUGA: Makin Ngeri, AS Pasok Senjata Canggih
"Kalian semua akan sadar bahwa yang kalian lakukan di Yaman adalah sebuah kesalahan. Tidak butuh waktu lama. Kalian semua akan segera mengetahuinya," ujar Rowhani.
Dalam pidatonya itu, dia memang tidak menyebut Saudi sebagai negara yang dia anggap menerapkan kebijakan salah di Yaman. Dia juga tidak menyalahkan AS yang jelas-jelas memberikan dukungan terbuka kepada Saudi dan koalisinya.
Selama sekitar dua pekan terakhir, Kota Sanaa dan Kota Aden berubah menjadi palagan di Yaman. Militer Saudi dan koalisinya menggempur kantong-kantong pemberontak Huthis dari udara. Sementara itu, pasukan Yaman melancarkan serangan darat ke sarang militan Syiah tersebut. Sampai saat ini, jumlah korban sipil jauh lebih besar ketimbang militan maupun tentara.
BACA JUGA: Pesta 11 Hari untuk Pernikahan Pangeran, Habis Berapa Ratus Miliar?
Sengitnya pertempuran dua kubu itu membuat Palang Merah Internasional dan organisasi-organisasi kemanusiaan lain kesulitan mendistribusikan bantuan. Kemarin Rouhani mengimbau pihak-pihak yang terlibat bentrokan agar segera menghentikan aksi mereka. Tujuannya, agar warga sipil Yaman yang terjebak dalam pertempuran bisa ditolong atau menerima bantuan kemanusiaan.
Sejak Kamis (8/4), Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif berusaha menggalang dukungan dari negara-negara sekutu Saudi untuk menggelar dialog damai. Pakistan menjadi negara pertama yang dilobi Zarif. Dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri (PM) Nawaz Sharif, politikus 55 tahun itu mengajak Pakistan mewujudkan perundingan damai tentang Yaman.
"Kita perlu bekerja sama untuk mengakhiri krisis Yaman. Kita harus menemukan solusi politik. Solusi politik yang komprehensif akan mampu melahirkan pemerintahan inklusif di Yaman," jelas Zarif.
Dia berharap, lawatannya ke Pakistan tersebut akan membuat parlemen urung melibatkan militer dalam aksi udara Saudi dan koalisinya. Sebab, saat ini parlemen sedang mempertimbangkan opsi itu.
Padahal, Iran pun mengirimkan kapal penghancur dan sejumlah kapal pengangkut logistik ke Yaman pada Rabu. Tetapi, Angkatan Laut (AL) Iran menegaskan, kapal-kapal tersebut tidak berkaitan dengan konflik yang sedang berlangsung. Teheran juga membantah keras tudingan bahwa mereka memberikan bantuan kepada Huthis.
Sementara itu, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei menekankan bahwa kesepakatan nuklir dengan enam negara kuat dunia pekan lalu bukanlah sesuatu yang final. Sebab, lima negara anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB plus Jerman tetap tidak mau mencabut embargo ekonomi terhadap Iran.
"Kami tidak akan menandatangani apa pun yang tidak mencantumkan pencabutan embargo," tandasnya. (AP/AFP/BBC/hep/c20/ami)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Puluhan Mahasiswa asal Indonesia Masih Terjebak di Aden
Redaktur : Tim Redaksi