jpnn.com, TEHRAN - Pemerintah otoriter selalu cepat mengkambinghitamkan pihak asing ketika rakyat mulai berontak. Dalam kasus Iran, kambing hitam itu adalah Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Arab Saudi dijadikan tumbal.
Tiga negara tersebut dituding sebagai biang kerok aksi massa yang terjadi di Negeri Para Mullah itu. Mereka tidak ikut campur secara langsung, tapi menyokong lewat berbagai bantuan ke ribuan orang yang menentang pemerintah.
BACA JUGA: Kebijakan Saudi Bakal Bikin Ongkos Haji dan Umrah Melonjak
’’Baru-baru ini musuh-musuh Iran menggunakan berbagai cara, termasuk uang tunai, senjata, politik, dan aparat intelijen, untuk menciptakan masalah di negara ini,’’ ujar pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei Senin (1/1).
Itu kali pertama Khamenei buka suara sejak massa turun ke jalan Kamis lalu (28/12). Khamenei sama sekali tidak membahas tuntutan penduduk agar dirinya segera mundur karena dianggap tak becus memimpin negeri.
BACA JUGA: Militer Amerika Serikat Buka Pintu Bagi Transgender
Dalam pidatonya, Khamenei memang tak menyebut nama-nama negara maupun orang yang dituding ikut campur tangan dalam urusan Iran. Yang tunjuk hidung adalah Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran Ali Shamkhani.
Saat diwawancarai saluran televisi Al Mayadeen, dia menegaskan bahwa Saudi akan mendapat balasan dari Iran. ’’Mereka tahu dengan pasti seberapa buruk itu,’’ tegasnya.
BACA JUGA: Demonstrasi Berdarah di Iran: 20 Tewas dalam Lima Hari
Pernyataan senada dilontarkan Kementerian Luar Negeri Rusia. Mereka menegaskan bahwa campur tangan asing telah memperkeruh situasi di Iran.
Saudi dan Iran selama ini memang merupakan musuh bebuyutan. Mereka melakukan perang proksi di beberapa negara. Mulai Lebanon, Syria, Iraq, Bahrain, hingga Yaman.
Berbeda dengan Saudi yang muncul langsung dengan pasukannya, Iran biasanya mengirim persenjataan, finansial, ataupun memerintah Hizbullah untuk berperang.
Partai politik sekaligus kelompok bersenjata di Lebanon itu mendapat kucuran bantuan besar-besaran dari Iran. Hizbullah menjadi kepanjangan tangan Iran yang siap dikirim ke mana saja.
’’Coba lihat saja skala investasi Iran agar bisa mendominasi secara regional,’’ ujar pemimpin militer Israel Letjen Gadi Eizenkot dalam pidatonya di IDC Herzliya University.
Dilansir Reuters, Eizenkot menjelaskan bahwa setiap tahun Iran mengucurkan bantuan USD 700 juta–USD 1 miliar (Rp 11,39–Rp 16,27 triliun) ke Hizbullah.
Baru-baru ini, Iran juga menambah kucuran bantuan ke Hamas di Palestina. Dari biasanya USD 70 juta (Rp 1,14 triliun) menjadi USD 100 juta (Rp 1,6 triliun).
Eizenkot tidak menyebutkan dari mana dirinya mendapatkan data itu. Tapi, biasanya hal tersebut berasal dari intelijen Israel. Berbeda dengan Saudi yang lebih lembek ke Israel karena kedekatannya dengan AS, Iran terkenal keras ke negara Yahudi tersebut. Hizbullah berulang-ulang meluncurkan rudal dari Syria ke wilayah perbatasan Israel.
Campur tangan Iran yang dirasa berlebihan itulah yang membuat penduduk berang. Mereka merasa dianaktirikan. Uang negara dihambur-hamburkan untuk perang proksi dengan Saudi.
Padahal, perekonomian di dalam negeri cenderung menurun. Inflasi mendekati angka 10 dan pengangguran masih sangat tinggi. ’’Ketika kami tidak memiliki roti untuk dimakan, kami tidak takut akan apa pun,’’ bunyi salah satu spanduk di wilayah Kermanshah, Iran.
Sementara itu, beberapa negara mulai berkomentar terkait dengan aksi di Iran. Presiden AS Donald Trump tentu saja tak melewatkan kesempatan untuk mengkritik negara tersebut.
Senin (1/12) Trump menyebut bahwa penduduk Iran telah ditekan selama bertahun-tahun. Mereka lapar dan menginginkan kebebasan. Kritik juga dilontarkan Turki terkait dengan banyaknya korban jiwa.
’’Kami akan pentingnya menghindari kerusuhan dan kalah oleh provokasi,’’ bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki. Dalam konflik Syria, Turki berdiri di samping AS dan Saudi. (sha/c19/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Duit Minyak Mengering, Saudi Mulai Pajaki Rakyat
Redaktur & Reporter : Adil