jpnn.com, JAKARTA - Eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte didakwa menerima uang suap untuk mencabut status Red Notice terhadap Djoko Tjandra sekitar Rp 6 miliar.
Uang itu diberikan melalui rekan Djoko, yaitu H Tommy Sumardi sebanyak dua tahapan, SGD 200 ribu dan USD 270 ribu.
BACA JUGA: Jaksa Sebut Transaksi Suap Djoko Tjandra Dilakukan di Mabes Polri
"Telah menerima pemberian atau janji yaitu, terdakwa lrjen Pol Napoleon Bonaparte, menerima uang sejumah SGD 200 ribu dan sejumlah USD 270 ribu dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo menerima uang sejumlah USD 150 ribu dari Djoko Soegiarto Tjandra melalui H Tommy Sumardi dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata jaksa saat membacakan dakwaan Napoleon di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11).
Suap tersebut, kata jaksa, bertujuan agar Napoleon menghapus nama Djoko dari Datar Pencanan Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Napoleon sendiri telah memerintahkan jajarannya untuk penerbitan surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI yaitu surat nomor B/1000/IV/2020/NCB-Div HI, tanggal 29 April 2020, surat nomor: B/1030/V/2020/NCB-Div HI tanggal 04 Mei 2020. surat nomor 8 1036/V/2020/NCB-Div HI tanggal 5 Mei 2020.
BACA JUGA: Polisi Garap Mbak Laras Atas Dugaan Penipuan Bernilai Miliaran Rupiah
Di mana dari surat-surat tersebut akhirnya pada 13 Mei 2020, pihak Imigrasi melakukan penghapusan status DPO terhadap Djoko dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistim Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi.
"Ini bertentangan dengan kewajiban terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo," kata jaksa.
BACA JUGA: Hakim Tolak Eksepsi Djoko Tjandra, Sidang Dilanjutkan
Sebagai polisi, kata jaksa, Napoleon harusnya melakukan penangkapan terhadap Djoko jika masuk ke Indonesia.
Lalu Napoleon seharusnya menjaga informasi Interpol hanya untuk kepentingan kepolisian dan penegakan hukum.
Napoleon juga tidak menerima pemberian berupa hadiah atau janji-janji. Sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf I dan Pasal 23 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta Pasal 46 Peraturan kapolri Nomor 5 tahun 2011 tentang Penggunaan Jaringan Interpol (1-24/7) dan Jaringan Aseanapol (e-ADS) di Indonesia. (tan/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga