jpnn.com, TARAKAN - Polisi sudah menetapkan SL sebagai tersangka penyimpanan mayat dalam lemari pendingin alias freezer.
Namun, bagi tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Tarakan, perbuatan SL yang tidak lain ibu kandung bayi tersebut, bukan tanpa sebab.
BACA JUGA: Bayi Disimpan di Lemari Pendingin: Mengulas Status Anak dari Pernikahan Siri
Hasil wawancara P2TP2A Tarakan yang diwakili Fanny Sumajouw yang juga pakar psikologi dengan tersangka di Mako Polres Tarakan, Jumat (5/8), menemukan bahwa SL sebenarnya korban bullying psikis oleh suami sirinya, DH.
Pasalnya, selama menikah hingga sebelum kejadian itu, SL hanya dipenuhi kebutuhan finansialnya saja. Sementara, ia kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian suami hingga membuat batinnya tertekan dan stres.
BACA JUGA: Mommy, yuk Kenali Lebih Jauh Tentang SIDS
“Secara finansial saya bilang berlimpah, tapi dia kering perhatian, kering kasih sayang,” tutur Fanny seperti diberitakan Bulungan Post (Jawa Pos Group).
“Benar-benar dia menjadi perempuan yang di-bullying psikis sama suaminya. Memang tidak disiksa secara fisik, tapi secara psikis bagaimana? Kering, hampa,” paparnya.
BACA JUGA: Sssttt... Kabarnya Ibu Tega Bekukan Bayinya di Freezer untuk Pesugihan
Ungkapan itu bukan tanpa bukti. SL, kata dia, sudah mulai merasakannya ketika anak pertamanya lahir dan tumbuh besar hingga saat ini telah berusia sekira 2,5 tahun.
Saat masuk tahun ajaran baru, lanjutnya, SL ingin memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya dengan berniat menyekolahkan.
Namun, harapan itu tidak terwujud karena terkendala persyaratan akta kelahiran yang tidak tercantum nama ayahnya. Sebab, SL merupakan istri siri.
“Ketika si kakak lahir, anak pertama, dua tahun setengah, baru kemarin, penerimaan siswa baru mau dimasukkan sekolah. Ini sumber stres pertama. Alasannya akta kelahiran tidak ada nama ayah,” tuturnya.
Menurut Fanny, pola pikir SFH yang masih kekanak-kanakan (chieldies berdasarkan hasil tes psikologi), membuatnya tidak tahu harus berbuat apa ketika itu. Ia hanya bisa mengungkapkan keluhannya kepada suami yang kemudian dijanjikan akan diurus.
Namun, kenyataan berkata lain. Menurut pengakuan SFH kepada Fanny, suaminya hanya datang sebulan atau dua bulan sekali. Selain itu, DH juga jarang berkomunikasi dengan SFH. Ditambah lagi lingkungan perumahannya yang perhatian membuat SFH tertekan dengan kondisinya.
Fanny juga mengatakan, SFH sering meminta kepada suaminya untuk dinikahi secara resmi. Namun, suaminya hanya menjanjikan saja. Sampai saat ini, status SFH masih istri siri.
“Itu sudah diulang-ulang dari sejak anaknya ditolak (masuk sekolah). Tapi dalam bahasa SFH, bapak itu sempat menjanjikan saja,” bebernya.
Ketika sedang mengandung anak kedua pun, SFH merasa seolah suaminya tidak mau tahu akan kondisinya yang sedang hamil. Menurut Fanny, SFH memang mengaku suaminya pernah menanyakan kondisi perutnya yang sedikit membesar. Namun, karena terlanjur melihat sikap suaminya, SFH hanya diam saja.
Akhirnya saat akan melahirkan anak keduanya pada 28 Mei lalu, SFH yang ketika itu hanya sendiri di rumah tanpa suami dan ibunya, nekad melahirkan sendiri dengan kondisi yang tidak pada tempat semestinya, yakni di kamar mandi. SFH pun, lanjut Fanny, tidak bisa meninggalkan rumah ketika itu, karena anak pertamanya yang sedang tertidur.
Dari kondisi itu, Fanny melihat tidak ada niat bagi SFH untuk membunuh anaknya melalui perencanaan yang matang. Semua karena kondisi yang tidak berpihak kepada SFH.
Selain itu, pascamelahirkan, bayi tersebut sebenarnya masih bergerak. Namun, karena melahirkan tidak di tempat semestinya ditambah kondisi SFH yang kehilangan tenaga, bayi tersebut tidak tertolong karena sulitnya SFH meminta pertolongan.
Mendapatkan bayinya dalam kondisi tidak bernyawa, SFH bingung dan tidak punya ide. Karena panik, SFH memasukkan ke kulkas agar tidak diketahui orang. Setelah dua hari, ia bawa ke tempat usaha pencucian mobil suaminya untuk disimpan di dalam freezer hingga baru ketahuan pada Rabu (2/8) lalu.
Atas apa yang digali oleh P2TP2A Tarakan, Fanny mengaku pihaknya akan memberikan pendampingan kepada SFH hingga proses hukum selesai. Bagitu juga dengan anak pertamanya. Pasalnya, ini sudah masuk dalam kasus perlindungan anak dan perempuan.
“Jangka waktu ke depan saya juga mau ketemu dengan ibunya, mau lihat kondisi anak pertamanya,” ujar Fanny.
Sementara itu, tekanan yang dihadapi SFH selama ini, ditambah lagi kasusnya yang terungkap ke publik, dikhawatikan bakal mengganggu kondisi psikisnya. Karena itu, Fanny juga meminta kepada masyarakat agar tidak menyudutkan.
“Foto-foto dihapus, apalagi bayinya. Saya sudah ungkapkan bahwa bullying visual bisa lewat FB (Facebook). Artinya, stop hujat dia (SFH),” pintanya. (mrs/fen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kesaksian Teman-Teman SMA Ibu yang Bekukan Bayinya di Freezer, Mengejutkan!
Redaktur & Reporter : Soetomo