Istri Ditampar Suami dan Rebutan Warisan pun Lapor ke KPK

Rabu, 11 Oktober 2017 – 00:58 WIB
Koordinator Unit Politik Deputi Pencegahan KPK Alfi Rachman Waluyo (kanan) dan Staf Ahli Gubernur Kalsel Wing Ariansyah dalam konferensi pers Senin pagi (9/10) di Banjarbaru. Foto: Syarafuddin/Radar Banjarmasin/JPNN.com

jpnn.com - Bagian Pengaduan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setiap tahunnya rata-rata menerima enam ribu aduan kasus, termasuk laporan istri ditampar suami.

Setengahnya tak keruan, kocak, yang membuat pegawai yang mengurusi bagian pengaduan geleng-geleng kepala.

BACA JUGA: Duel Maut Rebutan Warisan, Crass! Terkapar di Selokan jadi Mayat

SYARAFUDDIN, Banjarbaru

KETIKA berkunjung ke daerah-daerah, Alfi Rachman Waluyo selalu menyempatkan diri untuk menyosialisasikan cara melaporkan kasus ke KPK. Itu pula yang dilakukan Alfi ketika tiba di Banjarbaru, Senin (9/10).

BACA JUGA: Balasan Setimpal Umpat Orang Tua, Terusir dari Rumah, Warisan Dihibah ke Panti

"Laporan bisa via email atau klik kws.kpk.go.id, mudah banget, semudah main Facebook," kata Koordinator Unit Politik Deputi Pencegahan KPK tersebut.

Dalam setahun, rata-rata KPK menerima enam ribu aduan. Semuanya dipelototi satu demi satu.

BACA JUGA: Demi Warisan, Bakar Rumah Orang Tua

Tapi hanya setengahnya yang layak diselidiki lebih jauh. Sisanya berbau fitnah, lucu-lucu, atau tak jelas pengirimnya siapa.

"Kadang kami merenung, masyarakat ini rupanya tak lagi punya tempat mengadu. Sampai-sampai istri kena tampar suami atau anak-anak berebut harta warisan pun melapor ke KPK," ujar alumni Universitas Indonesia tersebut.

Tapi yang sering dihadapinya adalah panggilan telepon mendadak tanpa nama. "Pas diangkat, dengan menggebu-gebu si penelepon cerita kalau sekarang ada transaksi suap miliaran rupiah di daerah si bupati anu," imbuhnya. Padahal, Alfi bekerja di divisi pencegahan, bukan penindakan.

Lalu, bagaimana dengan Kalsel? Apalagi belum lama ini Banua dihebohkan dengan OTT (Operasi Tangkap Tangan) kasus suap yang melibatkan Ketua DPRD Banjarmasin Iwan Rusmali dan Direktur Utama PDAM Bandarmasih Muslih.

Alfi blak-blakan menyebut Kalsel sebagai daerah yang rendah sekali tingkat pengaduannya ke KPK.

"Kalau melihat angka rata-rata nasional, Kalsel rendah sekali. Apakah masyarakat di sini kurang peduli dengan pemberantasan korupsi atau takut melapor, saya kurang tahu," jelasnya.

Mengutip data Anti-Corruption Clearing House, sejak 2004 hingga 2017, Kalsel baru mencatatkan satu perkara korupsi dan 11 laporan kasus gratifikasi.

Bandingkan misalnya dengan Kaltim yang mencatatkan 11 perkara korupsi dan 25 laporan kasus gratifikasi.

Setelah aduan kasus diterima, KPK akan berembuk. Ada tiga pertimbangan yang dipakai. Pelakunya siapa, kelas teri atau kelas kakap.

Lalu berapa taksiran nilai kerugian negaranya, ratusan juta atau miliran rupiah. Dan terakhir, bagaimana dampaknya terhadap publik jika kasus itu diungkap.

"KPK memang didesain untuk mengungkap grand corruption. Yang kecil-kecil biasanya kami kasih ke lembaga lain," tegasnya.

Jika ketiga ukuran itu terpenuhi, barulah KPK mengirim tim lapangan dari Jakarta. Mengintai pergerakan target, menyadap, hingga menggelar penangkapan.

Lalu kapan KPK memutuskan untuk menyadap? Alfi menegaskan tak berwenang menjawab pertanyaan tersebut.

Sama juga ketika ditanyai apakah benar ponsel jadul non Android bisa lolos dari penyadapan atau tidak, Alfi enggan menjawabnya.

"Iya, sering saya mendengarnya. Hape jadul bukan smartphone katanya mampu lolos dari penyadapan. Apakah itu fakta atau mitos, jawabnya itu rahasia kami," ujarnya tersenyum.

Pastinya, KPK menjamin identitas si pelapor. Nama mereka akan disimpan rapat-rapat penyidik. Jika belakangan nyawa sang whistleblower terancam, KPK menyediakan fasilitas program perlindungan saksi.

KPK kebetulan sudah menjalin kerjasama dengan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).

Namun, yang membuat KPK heran, begitu kasusnya heboh, si pembocor malah dengan bangganya berkoar-koar.

"Begitu pulang ke daerah, si pembocor malah menggelar jumpa pers. Motifnya untuk melapor jadi patut dipertanyakan. Kami beberapa kali mendapati kasus seperti itu," pungkasnya. (fud/ay/ran)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler