jpnn.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Faisal Basri menilai Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) sebaiknya lebih difokuskan ke arah pembenahan air pipa.
Pasalnya, semua persoalan air bersih yang ada di seluruh Indonesia saat ini lebih disebabkan kondisi perusahaan daerah air minum (PDAM) yang terseok-seok.
BACA JUGA: Manajemen Sumber Daya Air Perlu Pembenahan
”Jadi, yang perlu dibahas dalam RUU SDA itu sebetulnya adalah bagaimana membuat PDAM lebih sehat,” kata Faisal, Jumat (30/11).
Faisal menuturkan, tahun lalu dari 378 PDAM, sebanyak 103 atau 27,2 persen berada dalam kondisi kurang sehat dan 66 atau 17,5 persen masuk kategori sakit.
BACA JUGA: Penyusunan RUU SDA Harus Melibatkan Semua Stakeholder
Kapasitas sumber daya air di Indonesia sebesar 3,9 triliun meter kubik per tahun. Namu, yang baru dikelola mencapai 18 persen dari potensi. Potensi yang belum termanfaatkan sebesar 82 persen.
“Artinya kita bisa manfaatkan potensi sisa sumber daya yang ada yang sudah diberikan oleh Tuhan itu sehingga semua sejahtera. Salah satu contohnya bisa dimanfaatkan untuk PLTA,” tambah Faisal.
BACA JUGA: RUU SDA Sebaiknya Difokuskan Membuat PDAM Lebih Sehat
Faisal menjelaskan, salah satu persoalan utama adalah kondisi geografis yang berpengaruh terhadap pendistribusian dari daerah yang kelebihan air ke daerah yang kekurangan air.
Dia mencontohkan 60 persen penduduk di Jawa hanya memiliki kurang dari sepuluh persen sumber daya air nasional.
Sementara itu, di Kalimantan dengan jumlah penduduk enam persen memiliki 30 persen sumber daya air.
“Nah, masalah yang dihadapi saat ini adalah poor water management, limited infrastucture and rapit economic development sehingga memicu kelangkaan air. Lantas air dalam kemasan yang disalahkan?” kata Faisal.
Pakar hidrologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Nana Mulyana juga menilai ada kerancuan dalam draf RUU SDA. Salah satunya perihal penyatuan sistem air pipa dengan air dalam kemasan.
"Sebaiknya RUU SDA itu fokus saja ke air pipa,” ucap Nana.
Menurutnya, banyak yang perlu dibenahi dalam air pipa. Misalnya dalam hal pengelolaan air bersih di tingkat perdesaan hingga provinsi.
Dia menambahkan, BUMDes atau inisator kelompok pada level masyarakat bisa menangani air pipa di tingkat desa.
Dengan demikian, PDAM tidak perlu masuk karena jumlah penduduk di perdesaan tidak banyak.
Di kecamatan, kata Nana, kehadiran PDAM dibutuhkan karena pelanggan banyak dan investasinya menarik sehingga harganya pun bisa lebih tinggi.
Begitu juga di kabupaten, provinsi, dan industri. Selain PDAM, keterlibatan BUMN, BUMD, dan pihak swasta juga diperlukan.
“Yang penting, akses air bersihnya itu dapat dengan harga yang wajar dan tidak ada monopolistik di situ,” ujar Nana.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie bahkan melihat draf RUU SDA yang telah disusun atas inisitaif DPR masih kurang detail dan perlu disempurnakan lagi.
“Penyediaan air kemasan dan air pipa untuk rakyat itu dua hal yang berbeda. Jangan disatukan pembentukannya. Untuk itu, para pengusaha yang terlibat di bidang itu dan ahli yang mengetahui persis mengenai itu harus dilibatkan dan aktif memberikan masukan kepada pembentuk undang-undang,” ucap Jimly. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SPAM dan AMDK Harus Dibahas dalam Bab Terpisah di RUU SDA
Redaktur & Reporter : Ragil