Jadi Celah Melemahkan BPJS, RUU Kesehatan Menuai Penolakan dari Berbagai Kalangan

Senin, 06 Maret 2023 – 16:21 WIB
Baleg menyetujui omnibus law RUU Kesehatan menjadi usul inisiatif DPR RI saat rapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa. Foto: ilustrasi/ANTARA/Melalusa Susthira K

jpnn.com, JAKARTA - Gelombang penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan terus bergulir.

Terlebih setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujuikan RUU tersebut sebagai inisiatif DPR dan membawanya ke rapat paripurna.

BACA JUGA: PDSI: RUU Kesehatan Akhiri Monopoli IDI yang Hambat Pemenuhan Kebutuhan Dokter

Salah satu penolakan datang dari pendiri dan CEO Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Satyani Saminarsih.

Menurut Diah, perumusan RUU tersebut terlalu cepat dan tidak transparan lantaran terdapat beberapa pasal yang perlu mendapat kritik dan perhatian dari masyarakat.

BACA JUGA: KRPI Menolak RUU Kesehatan: Jangan Rampas Uang Kami!

“CISDI melihat pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan di Baleg DPR ini terlalu singkat," kata Diah melalui keterangan tertulis yang diterima, Senin (6/3).

Dia menyebutkan isu adanya Omnibus Kesehatan ini pertama kali muncul akhir September 2022.

BACA JUGA: INSP!R Indonesia Menolak Draf RUU Kesehatan, DPR Tolong Dengar Ini

Waktu itu, Badan Legislasi DPR mengundang perwakilan beberapa organisasi profesi membahas RUU ini.

"Sayangnya, meski banyak kritik dan penolakan, Baleg DPR nyatanya jalan terus membahas RUU ini. Bahkan, masyarakat kebanyakan juga susah mengakses drafnya,” ungkap Diah Satyani Saminarsih.

Diah turut mengkritisi RUU Kesehatan yang diprediksi akan menghilangkan independensi BPJS Kesehatan, karena dalam Pasal 425 ayat 3 dengan gamblang disebutkan bahwa BPJS Kesehatan berkewajiban melaksanakan penugasan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Hal ini ditakutkan dapat mempersulit BPJS Kesehatan dalam mengelola dan menjamin solvabilitas dana amanat.

Sementara itu, Ketua Presidium INSP!R Indonesia Yatini Sulistyowati mengatakan hadirnya RUU Kesehatan justru kontraproduktif bagi kedua BPJS dalam mengelola jaminan sosial.

Pasalnya, BPJS mengelola dana masyarakat, bukan dana APBN atau APBD sehingga pengelolaannya harus terhindar dari intervensi pihak lain, termasuk menteri.

“Salah satu faktor pendukung pelaksanaan jaminan sosial yang handal adalah diberinya kewenangan dan tugas organ BPJS, yaitu direksi dan dewan pengawas secara independen dan bertanggung jawab langsung ke presiden,” tegas Yatini.

Sejalan dengan itu, Anggota Komisi VI DPR RI sekaligus aktivis Rieke Diah Pitaloka juga dengan keras menolak RUU Kesehatan.

Dirinya melihat bahwa terdapat pihak-pihak yang ingin mengalihkan skema pengelolaan dana dan juga operasional BPJS yang sudah diatur sebelumnya pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

“Ini bukan uang negara, ini uang peserta, makanya dalam undang-undangnya disebut dana amanah, tiba-tiba ada pihak-pihak yang terindikasi ingin mengalihkan skema yang sudah diatur di UU SJSN dan UU BPJS," kata Rieke Diah Pitaloko.

Dia kembali menegaskan bahwa BPJS itu bukan badan profit oriented tapi badan nirlaba.

"Ada kepentingan politik ya silakan urusan masing-masing, tapi jangan pakai duit rakyat, yang potongan upah mereka tiap hari,” ungkap Rieke melalui akun pribadinya di Instagram. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler