jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Riau 2019-2022 M. Syahrir diduga menerima suap hampir Rp 11 miliar.
Tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau itu menerima suap dari PT Adimulia Agrolestari (AA).
BACA JUGA: KPK Tahan Kepala Kanwil BPN Riau M Syahrir
Demikian terungkap saat Ghufron mengumumkan penetapan tersangka dan penahanan Syahrir di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (1/12).
Syahrir diduga menerima uang Rp 1,2 miliar dari perjanjian Rp 3,5 miliar yang dimintanya kerena sudah membantu melancarkan pengurusan dan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari (AA).
BACA JUGA: Usut Kasus Mafia Tanah, KPK Jebloskan Kakanwil BPN Provinsi Ini ke Sel Tahanan
Uang Rp 1,2 miliar itu bersumber dari kas PT AA atas persetujuan pemegang saham PT AA Frank Wijaya (FW). Uang tersebut diserahkan General Manager PT AA Sudarso (SDR) di rumah dinas Syahrir pada September 2021.
"Sekitar September 2021, atas permintaan MS penyerahan uang SGD 120 ribu dari SDR dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SDR tidak membawa alat komunikasi apa pun," ungkap Ghufron.
BACA JUGA: Mantan Kepala Kanwil BPN Riau Ditahan KPK
Setelah menerima uang tersebut, kata Ghufron, Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan dimaksud bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi.
Bupati Kuantan Singini menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar. Rekomendasi ini, sambung Ghufron, dapat dipenuhi Frank Wijaya.
"Terkait penerimaan uang, diduga MS memiliki dan menggunakan beberapa
rekening bank dengan menggunakan nama kepemilikan di antaranya para pegawai Kanwil BPN Riau dan pegawai kantor pertanahan Kabupaten Kampar," kata dia.
Dalam waktu September 2021 sampai dengan 27 Oktober 2021, kata Ghufron, Syahrir menerima sekitar Rp 791 juta dari Frank Wijaya.
Penerimaan uang itu melalui rekening bank atas nama pribadi maupun atas nama dari beberapa pegawai BPN.
Selain itu, Syahrir pada kurun waktu 2017 sampai dengan 2021 juga diduga menerima gratifikasi sejumlah sekitar Rp 9 miliar dalam jabatannya selaku
Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi.
"Hal ini akan terus didalami dan dikembangkan Tim Penyidik," tegas Ghufron.
Dijerat atas dugaan tersebut, Syahrir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Selain Syahrir, KPK juga menjerat Frank Wijaya dan Sudarso.
Hari ini, penyidik KPK menjebloskan Syahrir ke Rutan KPK pada Kavling C1 Gedung ACLC. Sementara Frank sudah lebih dulu ditahan KPK di Rutan Polres Jakarta Selatan dan Sudarso saat ini tengah menjalani penahanan terkait kasus lain.
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra.
Dia telah divonis dengan pidana lima tahun dan tujuh bulan penjara serta pidana denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru.
Andi Putra dinilai terbukti menerima suap terkait dengan pengurusan perpanjangan izin HGU PT AA.
Suap diberikan oleh Sudarso yang telah divonis dengan pidana dua tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan.
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Bakal Proses Anggota DPR, Pengusaha, hingga Kada yang Diduga Suap Rektor Unila
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga