jpnn.com - BELUM ada yang mengalah. Urusan pengelolaan dana desa masih menjadi ajang perebutan antara Kementerian Pedesaan dan Daerah Tertinggal dan Kementerian Dalam Negeri.
Keduanya mengklaim yang paling berhak mengelola desa. Meski telah diatur pembagiannya, namun hal itu berpotensi memicu masalah di kemudian hari.
BACA JUGA: Marwan Siap Hormati Keputusan Presiden tentang Pengurusan Desa
Menurut anggota DPD Abdul Azis Khafia, sebaiknya penanganan masalah desa, termasuk mengelola dana desa, difokuskan pada satu kementerian saja. Jika dikelola dua kementerian akan berpotensi berbenturan dan tumpang tindih.
Menurut anggota DPD dari dapil DKI Jakarta ini, pengelolaan desa selama ini tidak lagi berada di bawah Kemdagri. Melainkan diserahkan ke Kemdes PDTT karena hal tersebut diatur dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa.
BACA JUGA: Masih Ada Dewa, Jangan Khawatir Pecah
”Ini untuk lebih memfokuskan kerja-kerja kabinet Jokowi. Selain itu memang perlu menurunkan ego sektoral dari masing-masing kementerian agar tidak berimbas pada lambannya operasionalisasi amanat UU desa,” kata Azis.
Azis mengatakan, perebutan pengelolahan dana desa oleh kedua menteri tersebut jelas ada kepentingan politik untuk meraih suara di desa pada Pemilu 2019 mendatang.
BACA JUGA: KPK Beber Pernyataan Menarik Kapolri soal Kasus Budi Gunawan
Untuk itu, ia meminta agar parpol tidak mengkorbankan kepentingan rakyat yang lebih besar daripada sekedar agenda politik. “Saya tahu ada tarik menarik kepentingan karena ada duit di situ,” cetus dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng menilai, sumber dari ketidakjelasan nomenklatur desa disebabkan aturan yang dibuat Presiden Jokowi cenderung mendua. Peraturan Presiden (Perpres) No. 165 Tahun 2014 memberikan ruang untuk tarik-menarik terkait dengan urusan desa.
“Jokowi harus tegas mengenai nomenklatur desa. Jangan dibiarkan berlarut-larut karena akan mengganggu jalannya pemerintahan,” tutur Robert.
Ia mengatakan, pada Perpres No. 165 Tahun 2015 Pasal 6 disebutkan bahwa Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi memimpin serta mengoordinasikan penyelenggaraan tugas dan fungsi di bidang desa yang meliputi kelembagaan dan pelatihan masyarakat desa, pemberdayaan adat dan sosial budaya masyarakat desa, usaha ekonomi masyarakat desa, serta sumber daya alam dan teknologi tepat guna perdesaan yang dilaksanakan Kemendagri.
Kemarin (13/1), Presiden Jokowi menggelar rapat terbatas soal pengurusan desa. Hasilnya, menurut Menpan RB Yuddy Chrisnandi, hal-hal yang terkait dengan urusan pemerintahan desa dilaksanakan oleh Kemendagri.
Sedangkan yang terkait dengan perencanaan program pembangunan desa, monitoring dan pemberdayaan masyarakat desa itu dikerjakan oleh Kemendes. ”Itu prinsipnya dari presiden," ujar Yuddy di kompleks Istana Negara.
Dalam hal ini Yuddy menampik bahwa polemik pengurusan desa itu terkait perebutan anggaran desa antardua kementerian tersebut.
Dana desa yang dimaksud untuk pembangunan desa oleh UU nomor 6 2014 tahun itu, kata dia, disalurkan langsung oleh Dirjen Anggaran Kemenkeu melalui transfer daerah kepada kabupaten untuk ke desa. Oleh karena itu, tegasnya, penyaluran dana tersebut tidak melalui Kemendagri maupun Kementerian Desa.
Sebelumnya, Kenteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Marwan Jafar mengungkapkan Kementerian Dalam Negeri seharusnya tidak ikut mengurus masalah desa. Cukup Kementerian Desa yang melaksanakannya.
"Satu fungsi tidak boleh ada dua kementerian yang menangani. Kalau terjadi, maka pelaksanaan di lapangan bisa kacau," tegas Marwan di Istana Negara, Kamis, (8/1).
Ia memberi contoh bahwa di pemerintahan sebelumnya ada penilaian oleh UKP4 bahwa jika ada satu urusan dikerjakan dua kementerian maka hasilnya tidak akan maksimal.
"Hasil UKP4 yang dulu, kalau ada satu fungsi ditangani dua kementerian, itu nilai menterinya pasti enggak bagus. Apalagi ada satu program dikeroyok beberapa kementerian, pasti kesulitan koordinasi. Untuk hindari itu, urusan desa ditangani full satu kementerian," sambungnya.
Sebaliknya, Mendagri Tjahjo Kumolo justru menilai urusan pemerintahan desa tidak mungkin dilepas dari Kemendagri. Menurutnya, hal itu sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan UU Nomor 39 tahun 2008, tentang Kementerian Negara.
Disebutkan, Kemendagri berperan sebagai pelaksana urusan pemerintahan dalam negeri, termasuk melakukan sinkronisasi dan integrasi mulai dari pemerintah pusat, pemerintahan provinsi, hingga tingkat desa.
“Konstruksi ketatanegaraan Indonesia menempatkan desa berkedudukan di wilayah kabupaten/kota dan daerah kabupaten/kota dibagi atas kecamatan dan kecamatan dibagi atas kelurahan/desa. Jadi dengan konstruksi ini menegaskan desa merupakan unsur kewilayahan yang tidak terpisahkan dari wilayah kabupaten/kota dan kecamatan,” katanya di Gedung Kemendagri, Selasa (13/1).
Sehingga penyiapan aparatur desa, pemilihan kepala desa, dan berbagai hal-hal terkait pemerintahan lainnya, dapat tegak lurus dari pusat hingga ke daerah. (fdi/gir)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Suara-suara Pedas dari Senayan Ditujukan ke Jonan
Redaktur : Tim Redaksi