Jadi Salah Satu Tokoh dalam Petisi Tolak IKN Pindah, Faisal Basri Punya Alasan Kuat

Sabtu, 05 Februari 2022 – 21:27 WIB
Foto: Tangkapan layar petisi menolak pemindahan ibu kota negara baru

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Senior Faisal Basri memiliki sejumlah alasan kuat ikut melayangkan petisi terkait mengenai rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).

Menurut Faisal, Ibu Kota Jakarta sudah syarat beban dan tidak ada masalah jika akan dipindahkan.

BACA JUGA: 4 Hal Penting dalam Petisi Tolak IKN Pindah, Poin 2 Jadi Pertanyaan Besar

Namun, dalam keadaan darurat Covid-19 seperti sekarang ini pemindahan IKN dinilai tidak memiliki urgency.

Apalagi, salah satunya karena rencana pendanaan yang tidak sesuai dengan keuangan negara.

BACA JUGA: Muncul Petisi Tolak IKN, Sejumlah Tokoh Penting Bergabung

Selanjutnya, Faisal Basri juga menyoroti mengenai rencana pemerintah yang ingin menggunakan dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk membangun infrastruktur dasar IKN. Ini dinilai tidak sesuai dengan amanat UU nomor 2 Tahun 2020.

"Karena daruratnya kan Covid-19. Nah kalau dana PEN profitnya dialihkan untuk Ibu Kota itu namanya melanggar etika, moral, dan undang-undang," ujar Faisal seperti dikutip dari Youtube Narasi Institut, Sabtu (5/2).

BACA JUGA: Senator Jakarta Tak Rela Aset Pemerintah Jatuh ke Tangan Swasta setelah IKN Pindah

Oleh karena itu, yang terpenting bagi Faisal, dalam lima tahun ini seharusnya pemerintah fokus untuk pemulihan.

Pasalnya, ada 134 juta rakyat Indonesia yang masih insecure, mereka miskin absolute, nyaris miskin, dan rentan miskin sekitar 52,8 persen.

Kemudian, orang miskin meningkat akibat Covid-19, pengangguran meningkat diiringi dengan menurunnya kualitas pekerja.

Jadi, Faisal mengingatkan yang berkurang adalah pekerja tetap, buruh, dan yang meningkat pekerja keluarga, bekerja sendiri dan sebagainya.

"Ini harus kita pulihkan," ungkap Faisal.

Lebih lanjut, Faisal mengatakan ada warning lost yang dihadapi oleh puluhan juta anak-anak sekolah karena tidak pernah bertemu dengan gurunya dan mereka tidak punya kemewahan, sinyal internet saja tidak ada, dan ini juga harus dipulihkan.

Selanjutnya, yang paling dikritisi oleh Faisal adalah status pemerintahan IKN yang ditetapkan Otorita, di mana pimpinannya akan dipilih dan bertanggung jawab langsung ke Presiden.

Menurut Faisal, Otorita di Ibu Kota baru ini nanti akan dibikin PT-nya. Namun, dia tidak membayangkan jika nantinya sebuah IKN tidak ada DPRD, dan tidak ada lembaga perwakilan.

"Tdak ada di undang-undang seperti itu. Kenapa Otorita? KArena pemerintah ingin melakukan pembangunan ini secara ugal-ugalan," kata Faisal.

Faisal menyebut hal itu tercermin dari beberapa proyek pembangunan swasta yang telah disetujui di IKN.

Dia membeberkan ada pabrik semen hingga pengadaan air bersih, bahkan jauh sebelum UU dibahas dan disahkan oleh DPR RI.

"UU belum ada sudah dibagi, apalagi UU sudah ada. Pabrik semen Hongshi Holding segera dibangun, nanti demi pembangunan IKN semen enggak boleh dari tempat lain karena ada yang deket Hongshi. Jadi ni sudah dibagi-bagi rata, bagi pihak-pihak yang mendukung," jelasnya.

Di samping itu, Faisal menambahkan terdapat lubang-lubang yang bekas ditinggalkan oleh perusahaan tambang yang seharusnya perlu di audit agar mengetahui jumlah kerusakan lingkungannya

"Nah ini jadi ada pembersihan dari dosa-dosa masa lalu juga semua ini harus jelas sebelum Pak Jokowi selesai tugasnya," ungkapnya.

Kemudian yang kembali menjadi perhatian Faisal di dekat Ibu Kota Negara baru terdapat kilang minyak dan sumur migas.

"Kemarin tumpah kalau sampai tumpah lagi sampai ke ibu kota itu apa enggak malu-maluin," ungkapnya.

Kemudian, lanjut Faisal lokasi yang dikelilingi oleh tambang batu bara.

"Smart City Green tetapi di sekelilingnya lubang batu bara. Apa ini yang dinamakan surga di tengah neraka gitu?" tanya Faisal.

Faisal bahkan menyebutkan, pembangunan IKN ini seperti membangun kerajaan. Pembangunan pertama yang dilakukan disana adalah istana negara bukan pemukiman penduduk.

"Jadi banyak sekali yang aneh-aneh yang kesan saya dipaksakan ya, sehingga harus ada yang namanya otoriter. Jadi dibagi, tidak ada tender, tidak ada macam-macam. Jadi ini bukan lagi Republik Indonesia tapi jadi kerajaan karena yang pertama kali dibangun adalah istana. Apa pentingnya istana untuk kepentingan fungsinya IKN itu. Jadi ini daulat raja, bukan daulat rakyat," ungkapnya.

Lebih lanjut, Faisal menegaskan bahwa negara institusinya semakin lemah, sehingga harus dilawan.

"Pondasinya semakin dokeroposkan, disebut sebagai pelemahan institusi demokrasi, institusi korupsinya, dan institusi riset," ungkapnya.(mcr28/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Setelah IKN Pindah, Pemprov DKI Cuma Diberi Waktu 53 Hari Melakukan Ini


Redaktur : Elvi Robia
Reporter : Wenti Ayu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler