Jadi Teman Diskusi Mega, Konsisten Tak Masuk Parpol

Selasa, 15 Oktober 2013 – 04:27 WIB

jpnn.com - Megawati Soekarnoputri memiliki ikhtiar untuk menjaga pemikiran-pemikiran sang ayah lewat sebuah lembaga kajian. Belum lama ini, dia mengisi posisi direktur eksekutif dengan orang yang bukan kader partai politik yang dipimpinnya.

Naufal Widi, Jakarta

BACA JUGA: Pemilih Pileg Bertambah 72.506

DISKUSI di Kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pertengahan pekan lalu agak berbeda dengan biasanya. Mengambil tema Perempuan dan Peradaban Indonesia, acara yang juga diikuti Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu dibarengi dengan pengumuman direktur eksekutif Megawati Institute yang baru.

Megawati Institute merupakan lembaga think tank yang berfokus pada ideologi kerja (working ideology) Pancasila 1 Juni 1945 dan empat pilar berbangsa-bernegara dengan merangkul pemikiran para cendekiawan. Sebelumnya Megawati Institute dipimpin Arief Budimanta, kader PDIP yang duduk di Komisi XI DPR.

BACA JUGA: Anggap Putusan MK Cacat Hukum, Desak Pilkada Lebak Tak Diulang

Namun, kali ini presiden kelima RI itu memilih figur dari luar partai untuk menjadi direktur eksekutif Megawati Institute. Yakni, Siti Musdah Mulia, seorang aktivis perempuan.

Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo mengatakan, pemilihan Musdah tersebut didasari konsistensi pemikiran-pemikiran kebangsaannya. Perempuan yang juga aktif di Indonesia Conference on Religion and Peace (ICRP) itu juga merupakan teman diskusi Mega.

BACA JUGA: Penetapan DPT Harus Dilakukan Terbuka

"Saya memang sudah lama dekat dengan Bu Mega. Belakangan sering diundang untuk berdiskusi soal kehidupan berbangsa dan bernegara," tutur Musdah saat berbincang dengan Jawa Pos.

Saat Gus Dur menjabat sebagai presiden, dia sering bertemu dengan Mega di Ciganjur, kediaman Gus Dur. ketika itu, Musdah masih aktif di Fatayat NU. Dia juga sering diundang PDIP saat mengadakan kongres sebagai special guest (tamu spesial) atau observer (pemantau) bersama dengan banyak tokoh lain.

Nah, sepeninggal almarhum Taufiq Kiemas, lanjut Musdah, Mega merasa masih ada yang ingin dilakukan untuk menjaga pemikiran-pemikiran Bung Karno. Selain itu, mengimplementasikan gagasan-gagasan proklamator kemerdekaan tersebut ke dalam program aksi. Dari situ, Mega berdiskusi dengan Musdah. Perbincangan berlanjut dengan tawaran untuk bergabung dengan Megawati Institute.

"Saya senang saja. Tapi, Bu Mega juga tahu bahwa saya tetap tidak mau masuk partai politik," ujar perempuan kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, itu.

Megawati bisa menerima sikap konsisten Musdah tersebut. Masuknya Musdah itu diharapkan bisa menjembatani PDIP dengan kelompok seperti dirinya yang tidak mau masuk parpol, namun memiliki pemikiran kritis. "Bu Mega bilang, ya sudah kalau tidak mau masuk (PDIP)," kata Musdah.

Guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menegaskan, meski bergabung dengan Megawati Institute, dirinya menolak jika disebut berhubungan dengan kerja partai. Menurut Musdah, usaha untuk tetap membumikan Pancasila sebagai ideologi bangsa tersebut merupakan kerja untuk kepentingan Indonesia. "Ini bekerja untuk Indonesia. Terlalu kecil kalau hanya untuk PDIP," tegas Musdah.

Dia menegaskan, Pancasila merupakan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, kini semacam ada kemunduran saat Pancasila dibenturkan, misalnya, dengan Alquran. Musdah memberikan contoh dalam penyusunan peraturan daerah (perda). "Ini yang harus menjadi perhatian karena itu suatu kemunduran," ingatnya.

Meski tetap pada keputusannya untuk tidak bergabung dengan partai politik, dia mengakui, bergabung dengan Megawati Institute merupakan kesempatan besar. Terutama dalam memperjuangkan pluralisme. Apalagi bagi Indonesia yang sangat kompleks dan majemuk dengan beragamnya suku, adat istiadat, budaya, dan agama. "Jadi, perlu juga menggandeng partai untuk memperjuangkan pluralisme," ulasnya. (*/c7)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditemukan 1.152 Baliho Bermasalah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler