jpnn.com, JAKARTA - Tim Penyidik Koneksitas menahan oknum purnawirawan TNI AD Kolonel CZI (Purn) CW AHT, tersangka korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) Tahun 2013-2020.
Penahanan tersebut berdasarkan Keputusan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep/188/III/2022 tanggal 29 Maret 2022. Tersangka ditahan di Ruang Tahanan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat selama 20 hari ke depan.
BACA JUGA: Jampidmil Kejagung Melimpahkan Perkara Dugaan Korupsi TWP AD ke Pengadilan MiliterÂ
“Melakukan penahanan terhadap tersangka Kolonel CZI (Purn) CW AHT selaku mantan Kepala Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat selama 20 hari terhitung sejak 29 Maret 2022-17 April 2022 di Ruang Tahanan Puspomad,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (30/3).
Adapun yang terlibat dalam Tim Penyidik Koneksitas adalah Jaksa Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer, Puspomad, dan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta.
BACA JUGA: Brigjen TNI YAK dan Pengusaha jadi Tersangka Korupsi Dana TWP AD
Dalam perkara ini, kata Ketut Sumedana, Kolonel CZI (Purn) CW AHT berperan menunjuk tersangka KGS MMS selaku pihak penyedia lahan perumahan prajurit di wilayah Nagreg, Jawa Barat, dan Gandus, Palembang, Sumatera Selatan.
Selain itu, lanjut dia, Kolonel CZI (Purn) CW AHT juga berperan dalam menandatangani perjanjian kerja sama untuk pengadaan lahan di Gandus dan Nagreg tersebut.
BACA JUGA: Usut Kasus Korupsi di PPU, KPK Periksa Petinggi DPC Demokrat dan Kepala Daerah
Dia mengatakan Kolonel CZI (Purn.) CW AHT diduga telah menerima aliran uang dari tersangka KGS MMS.
“Adapun estimasi kerugian keuangan negara dalam perkara ini, berdasarkan perhitungan sementara oleh Tim Penyidik Koneksitas adalah sebesar Rp 59 miliar,” ujar Ketut Sumedana.
Sebelumnya, penyidik telah menahan Brigadir Jenderal YAK selaku Direktur Keuangan TWP AD, sejak Juli 2021.
Sementara itu, penetapan Kolonel CZI (Purn) CW AHT sebagai tersangka korupsi oleh penyidik telah dilakukan pada 15 Maret 2022.
Menurut Ketut Sumedana, dalam perkara ini telah terjadi penyimpangan atas perjanjian kerja sama untuk pengadaan lahan di Nagreg, yaitu terdapat ketidaksesuaian dalam mekanisme pembayaran.
Ketidaksesuaian tersebut tergambar pada perolehan tanah hanya seluas 17,8 hektare dari luas yang seharusnya 40 hektare, melakukan pembayaran 100 persen yang seharusnya dilakukan jika sudah terbentuk sertifikat induk.
Tersangka juga melakukan pengadaan tanpa kajian teknis, melakukan kelebihan pembayaran dana legalitas yaitu Rp 2 miliar, sedangkan dalam perjanjian kerja sama tertera Rp 30 miliar termasuk legalitas di Badan Pertanahan Nasional (BPN) sehingga pengeluaran Rp 2 miliar merupakan pengeluaran tidak sah.
Lebih lanjut, lahan di Nagreg juga menggunakan Rp 700 juta tanpa izin Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Penyimpangan serupa juga terjadi pada pengadaan lahan di Gandus, tetapi tersangka tidak memperoleh lahan (nihil) dari pembayaran sebesar Rp 41,8 miliar.
Tersangka hanya memperoleh dokumen Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah (SPPHT) dengan keterangan luas 40 hektare tanpa bukti fisik tanah. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy