Jakarta Tambah Usia, Pernah Punya Gubernur Gampang Marah Pembawa Kemajuan Luar Biasa

Kamis, 22 Juni 2023 – 15:05 WIB
Kawasan Monumen Nasional (Monas) di Jakarta Pusat pada 2020. Foto/ilustrasi: M Azil/JPNN.com

jpnn.com - Jakarta hari ini (22/6) berulang tahun yang ke-496. Dalam sejarahnya, kota yang menjadi daerah khusus pusat pemerintahan Republik Indonesia itu pernah memiliki gubernur pemarah yang membawa kemajuan luar biasa bagi Jakarta.

Gubernur itu bernama Ali Sadikin. Bang Ali -panggilan kondangnya- memimpin DKI pada periode 1966-1977.

BACA JUGA: Setelah Ali Sadikin, Baru Ahok yang Mampu..Oh Ya?

Tokoh berlatar belakang marinir itu menjadi gubernur DKI Jakarta setelah ditunjuk langsung oleh Presiden Soekarno.

Dalam sebuah wawancara dengan Majalah MATRA edisi Desember 1990, Bang Ali mengisahkan keputusan Bung Karno menunjuk tokoh asal Sumedang, Jawa Barat, itu menjadi gubernur DKI.

BACA JUGA: Bang Ali Sosok Legendaris, Kisah Hidupnya Segera Jadi Biopik

Bang Ali dalam wawancara itu mengutip penuturan Wakil Perdana Menteri Kabinet Dwikora J Leimena tentang empat nama calon gubernur DKI yang diusulkan ke Bung Karno.


Gubernur DKI Jakarta 1966-1977 Ali Sadikin. Foto: reproduksi dari foto karya Desmaizal Zainal untuk sampul buku 'Pers Bertanya Bang Ali Menjawab'

BACA JUGA: Anak Bung Karno, Ali Sadikin dan Lantai Dansa

Namun, Bung Karno menolak keempat nama yang diusulkan itu.

“Kata Bung Karno, Jakarta membutuhkan seorang yang keras kepala. Orang yang berani,” ujar Bang Ali dalam wawancara yang dibukukan menjadi buku berjudul ‘Pers Bertanya Bang Ali Menjawab’ itu.

Syahdan, Leimena menyeletuk dengan menyebut nama Ali Sadikin. Bung Karno ternyata setuju dan meminta Leimena segera memanggil Ali.

“Prosesnya begitu saja,” tutur Bang Ali kepada Andy F Noya, Usamah Hisyam, dan Muchlis Dj. Tolomundu dari MATRA.

Menurut Bang Ali, sebenarnya dirinya tidak begitu akrab dengan Bung Karno.

“Hanya kalau perlu saja saya bertemu Bung Karno,” kisah mantan tentara dengan pangkat terakhir letnan jenderal itu.

Namun, tokoh kelahiran 7 Juli 1926  itu mengaku mengerti bagaimana Proklamator RI itu.

“Tahu jalan pikiran Bung Karno,” ujar Bang Ali.

Sebelum dipercaya memimpin DKI, Bang Ali adalah Menko Urusan Kemaritiman Kabinet Dwikora. Dia juga menjadi menteri perhubungan di kabinet yang sama.

Menurut Bang Ali, kehebatan Bung Karno ada dalam hal kemanusiaannya. Tokoh berjuluk Putra Sang Fajar itu selalu menganggap orang lain sebagai manusia sederajat.

Bang Ali menuturkan tidak jarang Bung Karno justru yang terlebih dahulu menghampiri dan menyalami para koleganya saat sama-sama datang di resepsi.

“Orang yang sebelumnya membenci, begitu bertemu dan bergaul dengan Bung Karno pasti berbalik mengaguminya,” cerita Bang Ali.

Saat Bang Ali mulai memimpin Jakarta, anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) DKI hanya Rp 66 juta. Perinciannya ialah Rp 44 juta dari subsidi pemerintah pusat, sedangkan Rp 22 juta dari pendapatan asli daerah (PAD).

Sebelas tahun kemudian atau ketika Bang Ali mengakhiri masa jabatannya sebagai gubernur, APBD DKI sudah sebesar Rp 116 miliar.

Dari jumlah itu, sebanyak 75 persen adalah PAD. “Kerja, kerja, kerja,” kata Bang Ali.

Di era Bang Ali juga Jakrta memiliki Terminal Lapangan Banteng, Terminal Blok M, Terminal Pulogadung, Terminal Cililitan, dan Terminal Grogol.

Bang Ali juga yang memelopori pembangunan Taman Ismail Marzuki di Cikini, Taman Ria Remaja di Senayan, gelanggang remaja di berbagai wilayah di DKI, dan Jakarta Fair.

Selain itu, Bang Ali juga membentuk Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan membantu pembentukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Namun, Bang Ali juga dikenal sebagai gubernur pemarah yang tidak segan-segan memaki, bahkan main tangan. Kata ‘goblok’ dan ‘sontoloyo’ adalah makian khasnya.

Ketika melihat polisi bertindak tidak benar, atau melihat sopir ugal-ugalan di jalan, Bang Ali pasti langsung tergerak. “Tangan ini langsung melayang,” katanya.

Bang Ali mengakui sifat jeleknya ialah cepat naik darah. Namun, dia marah bukannya tanpa alasan.

“Kalau saya marah, saya jelaskan mengapa saya marah, sehingga jarang yang mendedam kepada saya,” ujar Bang Ali sebagaimana dikutip Majalah Jakarta Jakarta edisi Desember 1992.

Menurut aktivis hak asasi manusia (HAM) Adnan Buyung Nasution, sebenarnya Bang Ali sosok yang rendah hati.

“Dia tidak segan-segan meminta maaf kepada siapa pun bila merasa bersalah,” tulisan Buyung dalam kata pengantar buku ‘Pers Bertanya Bang Ali Menjawab’ yang diterbitkan pada 1995 itu.(jpnn.com)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ultah Jakarta, Kiprah Gubernur Maksiat Membangun DKI dengan Duit Judi


Redaktur : Antoni
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler