Jaksa Agung Cetuskan Perspektif Baru Pemberantasan Korupsi

Minggu, 28 November 2021 – 12:38 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin. Foto: dok Kejaksaan Agung

jpnn.com, PALEMBANG - Transparency International menempatkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2020 sebesar 37, sedikit lebih baik dari 40 di tahun sebelumnya. Meski begitu, kerja keras yang dilakukan selama ini belum bisa mendongkrak IPK secara signifikan.

Demikian disampaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam pengarahannya kepada Kepala Kejaksaan Tinggi serta para Kepala Kejaksaan Negeri se-Sumatera Selatan.

BACA JUGA: Pernyataan Jaksa Agung Tegas Banget Soal Hukuman Mati Bagi Koruptor, Begini

"Kejaksaan sebagai aparat penegak hukum sangat berkepentingan terhadap tinggi-rendahnya IPK, karena IPK merupakan potret dari kinerja kita dalam pemberantasan korupsi," ujar Jaksa Agung.

"Salah satu kekeliruan kita dalam menyikapi rendahnya IPK adalah dengan mengejar penanganan korupsi sebesar-besarnya, namun melupakan perbaikan sistem yang mengarah pada terwujudnya ekosistem yang berorientasi pada transparansi, akuntabilitas, dan persaingan usaha yang sehat," lanjut dia.

BACA JUGA: Ada Peran Jaksa Agung di Balik Tuntutan Bebas untuk Valencya, Begini Ceritanya

Untuk itu, Jaksa Agung RI mengajak Kajati dan Kajari beserta seluruh jajaran untuk mengubah cara berpikir dalam memberantas tindak pidana korupsi dengan turut berorientasi pada perbaikan sistem.

Burhanuddin pun mengungkapkan sejumlah indikator dalam IPK yang perlu diperhatikan dalam perubahan tersebut.

BACA JUGA: Jaksa Agung Burhanuddin Memulai Penyidikan Kasus HAM Berat

Indikator itu antara lain, penilaian tentang kaitan kebijakan politik dengan persaingan usaha yang sehat; penilaian tentang keberadaan suap di antara dunia usaha dengan pelayanan publik; penilaian tentang resiko individu/perusahaan melakukan suap untuk menjalankan usahanya; penilaian tentang pandangan para pelaku usaha terhadap permasalahan korupsi di Indonesia.

Lalu, penilaian tentang tindak pidana korupsi beserta tingkat eselon tertinggi yang melakukan korupsi pada lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif; Penilaian tentang kebiasaan pelaku usaha melakukan pembayaran kepada oknum untuk keuntungan pelaku usaha.

Kemudian penilaian tentang efektivitas pemidanaan korupsi terhadap pejabat publik, efektivitas penerapan penegakan integritas pada lembaga publik, serta tingkat keberhasilan dalam mencegah korupsi; penilaian tentang ketersediaan prosedur atau peraturan mengenai alokasi dan penggunaan dana publik yang transparan dan berakuntabilitas pada lembaga atau instansi yang menerima; penilaian tentang tindak pidana korupsi pada Lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun polisi atau militer.

Maka untuk menaikkan IPK tersebut, Jaksa Agung meminta seluruh bidang untuk mendorong pemerintah setempat melakukan beberapa hal.

Di antaranya legal audit guna memperbaiki sistem, mengutamakan pelayanan digital, baik melalui aplikasi maupun situs resmi yang aktual dan mudah diakses.

Juga memberikan pelayanan prima yang cepat, mudah dan transparan, menunjukan akuntabilitas kinerja kepada masyarakat, menerbitkan standar operasional prosedur dan akuntabilitas penggunaan dana publik, membangun zona integritas dan meraih predikat wilayah bebas korupsi (WBK) - Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).

"Jika hal ini dilakukan secara simultan dan penuh integritas, saya yakin akan mempersempit celah bagi para oknum untuk melakukan perilaku koruptif, sehingga akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan kompetitif," terang Jaksa Agung. (dil/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler