jpnn.com - JAKARTA - Persoalan perdebatan terkait surat Dewan Kehormatan Perwira (DKP) sudah tidak subtansial lagi.
Sebab, yang mengemuka bukan substansi mengapa Prabowo Subianto diberhentikan dari TNI sesuai isi surat DKP itu.
BACA JUGA: Laskar Hary Tanoe Siap Antar Prabowo ke Istana
Tapi, justru yang dikedepankan adalah perdebatan apakah Prabowo diberhentikan secara terhormat atau dipecat.
"Itu hal (mengapa Prabowo diberhentikan) yang ditenggelamkan dan perlu dikritisi," ungkap Jaleswari saat diskusi di markas pemenangan calon presiden Joko Widodo, di Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (13/6).
BACA JUGA: Kapolri Sebut Jakarta Lebih Rawan dari Papua dan Aceh
Dia pun membeberkan, setidaknya ada delapan alasan DKP memberhentikan Prabowo. "Kenapa DKP berhentikan Prabowo? Karena di sana jelas ada delapan kesalahan Prabowo sehingga diberhentikan," katanya.
Ia juga menambahkan kenapa dalam surat itu hanya disebut diberhentikan, tidak atau bukan dipecat, karena konteks politik saat itu merupakan batas maksimal kompromi politik yang bisa dilakukan oleh para jenderal.
BACA JUGA: Demi Jumpa Idola, Relawan Ngapak Rela Menunggu Jokowi Berjam-jam
"Bentuk kompromi salah satunya cantumkan kata pemecatan (diubah) dengan pemberhentian. Ini digarisbawahi Pak Agum Gumelar dan Fahrul Rozi bahwa kata diberhentikan karena Prabowo menantu Soeharto waktu itu," ungkap Jaleswari.
Terlepas dari itu semua, Jaleswari menambahkan, masalah utamanya saat itu adalah kenapa Prabowo diberhentikan.
Menurutnya, ini yang hilang dari wacana publik dan tidak tersosialisasikan dengan baik kepada publik.
"Sehingga publik hanya mendapatkan serpihan dan artifisial pengetahuan itu sendiri," kata Jaleswari.
Ia pun membacakan copy-an dokumen surat DKP yang beredar. Misalnya, kata dia, dengan tegaskan dikatakan bahwa Prabowo melakukan kesalahan dalam analisa tugas terhadap surat Kasad.
Surat yang dimaksud adalah STR/41/1997 tanggal 4 Februari 1997 dan STR/92/1997 tanggal 11 Maret 1997 walaupun mengetahui bahwa Kasad sebagai Pembina tidak berwenang untuk pembagian tugas tersebut.
Kemudian, Jaleswari melanjutkan, point kedua adalah secara sengaja menjadikan perintah Kasad yang diketahuinya dikeluarkan tanpa wewenangnya sebagai dasar untuk menerbitkan surat perintah.
Surat perintah yang dimaksud bernomor : Sprin/689/IX/1997 tanggal 23 September 1997 kepada Satgas Merpati.
"Untuk melaksanakan operasi khusus dalam rangka stabilitas nasional," kata Jaleswari.
Ketiga, ia melanjutkan, melaksanakan dan mengendalikan operasi dalam rangka stabilitas nasional yang bukan menjadi wewenangnya, tetapi menjadi wewenang Pangab.
"Tindakan di atas dilakukan berulang-ulang oleh yang bersangkutan," kata dia.
Misalnya, pelibatan Satgas di tim-tim dan Aceh, pembebasan sandera di Wamena Irja, pelibatan Kopassus dalam pengamanan presiden di Vancouver, Kanada.
Keempat, kata dia, memerintahkan Anggota Satgas Mawar, Satgas Merpati, melalui Kolonel Inf Chairawan (Dan Grup 4) dan Mayor Inf Bambang Kristiono untuk lakukan pengungkapan, penangkapan dan penahanan aktivis dan kelompok radikal dan PRD yang diketahui bukan wewenangnya.
"Yang mengakibatkan Andi Arief, Aan Rusdianto, Mugiyanto, Nezar Patria, Haryanto Taslam, Rahardjo Waluyojati, Faisol Reza, Pius Lustrilanang, dan Desmond J Mahesa menjadi korban," kata dia.
Menurut Jaleswari, Kolonel Inf Chairawan dan Mayor Inf Bambang, para perwira dan para bintara anggota Satgas Merpati dan Satgas Mawar, yakin akan kebenaran tugas.
"Karena menurut Danjen sudah dilaporkan ke pimpinan dan atas perintah pimpinan," katanya.
Selanjutnya atau kelima, Jaleswari melanjutkan, Prabowo tidak melaporkan operasi kepada Pangab dan baru dilaporkan pada awal April 1998 setelah didesak Kepala BIA. "Waktu itu adalah Letjen Zaki Anwar Makarim," tegasnya.
Kemudian, yang keenam Prabowo tidak melibatkan staf organik dalam prosedur staf, pengendalian dan pengawasan.
Ketujuh, lanjutnya, tidak melaksanakan tugas dan tanggungjawab komando dalam pengendalian-pengendalian tindakan-tindakan Satgas Merpati dan Satgas Mawar.
"Delapan, sering keluar negeri tanpa seizin Kasad dan Pangab," kata Jaleswari.
Dia menegaskan, tindakan-tindakan tersebutlah yang menegaskan para jenderal ini menghentikan Prabowo dari dinas kemiliteran aktif.
"Ini yang harus menjadi perhatian kita semua," ungkap Jaleswari. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Omongan Prabowo Dianggap Sudah Merusak Demokrasi
Redaktur : Tim Redaksi