jpnn.com, JAKARTA - Anggota dewan penasihat Rumah Juang Indonesia Jan Prince Permata menekankan pentingnya merefleksikan konsep pemikiran Soekarno tentang Trisakti dalam kehidupan di masyarakat desa.
“Trisakti Soekarno berisi tentang berdaulat secara politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan penting dijadikan pedoman hidup masyarakat desa di Indonesia,” kata Jan Prince saat berbicara dalam acara Dialog Interaktif Desa dengan tema “Refleksi Pemikiran Soekarno dan Desa” di Jakarta, Selasa (21/6).
BACA JUGA: Azizah Terinspirasi Trisakti Bung Karno untuk Membangun Tangsel
Diskusi yang digelar pada momentum haul Soekarno itu dilaksanakan secara hybrid system offline dan online.
Pembicara lain dalam diskusi ini adalah Sekjen DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia M Ageng Dendy Setiawan dan Ketua Umum Akar Desa Indonesia Rifqi Nuril Huda serta Annisa Nuril Deanty Direktur Eksekutif Srikandi Energi Indonesia sebagai moderator.
BACA JUGA: Ridwan Kamil Jadikan Trisakti Bung Karno Acuan
Lebih lanjut, Jan Prince Permata mengatakan marhaenisme dan Trisakti Bung Karno saling berkaitan dekat dan erat dengan desa, pertanian, dan budayanya.
Menurut Jan, Trisakti Bung Karno identik dengan otonomi dan kemandirian desa.
BACA JUGA: Koreksi Total Kondisi Ekonomi Agar Selaras Trisakti Bung Karno
“Oleh karena itu, Trisakti Bung Karno relevan dalam memperkuat pembangunan desa beserta masyarakat dan budayanya,” ujar Jan yang juga Sekretaris Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia (Wantimpres) ini.
Jan juga menjelaskan Bung Karno dalam berbagai kesempatan menyebutkan Marhaen adalah petani kecil yang memiliki lahan kecil, alat-alat produksi terbatas dan hidup dalam sistem kapitalisme dan feodalisme.
“Petani dan pertanian terdapat di lingkungan desa. Singkatnya, gagasan dan pemikiran Bung Karno tak bisa dipisahkan dari desa,” tegas eks jurnalis ini.
Dalam kesempatan itu, Jan Prince menyampaikan digitalisasi yang juga merambah desa perlu diterapkan dalam memperkuat kelembagaan pemerintahan desa. Tujuannya, menurut Jan, agar program-program pembangunan efektif dilakukan di perdesaan.
Pengembangan Ekonomi Desa
Jan menawarkan beberapa pendekatan untuk memajukan masyarakat desa yang juga terdampak pandemi Covid-19.
Menuriut Jan, berkurangnya pendapatan dan kelangkaan barang di desa berdampak pada menurunnya konsumsi.
Sebagian masyarakat harus mengatur pengeluarannya karena ketidakpastian kapan pandemi berakhir.
“Hal ini menyebabkan daya beli masyarakat turun dan terjadilah apa yang disebut dengan deflasi,” ujar Jan.
Lebih lanjut, Jan Prince mendorong pengembangan desa melalui strategi untuk pemulihan ekonomi desa dan perdesaan akibat terdampak pandemic Covid-19.
Strategi tersebut antara lain, perlunya restrukturisasi kredit/pembiayaan modal kerja sektor informal, UMKM dan BUM Desa.
Selain itu, Jan mendorong untuk memperkuat BUM Desa sebagai motor penggerak ekonomi desa. Termasuk mendorong digitalisasi desa sehingga program pembangunan lebih efektif.
Strategi lainnya, menurut Jan Prince, perlunya pengembangan desa wisata berkelanjutan melalui pemberdayaan masyarakat lokal.
“Terakhir, perlunya program bantuan langsung tunai dan padat karya dana desa,” ujar Jan Prince.
Wajah Indonesia
Rifqi Nuril Huda yang juga menjadi pembicara diskusi ini menyampaikan desa adalah wajah Indonesia.
Sebab, kata dia, di desa kita bisa melihat adat budaya bangsa, bahasa berbagai daerah dan kultur bangsa Indonesia.
Selain itu desa juga menjadi penopang kebutuhan pokok bangsa kita. Mulai dari pangan, energi, air, dan sumber daya alam yang lain.
Rifqi menambahkan jumlah wilayah administrasi desa kurang lebih 74.000 dan dominasi populasi generasi milenial dan z di Indonesia.
“Artinya, populasi anak muda negara Indonesia adalah berada di desa dan mereka pemuda desa,” ujar Rifqi.
Sementara itu, M Ageng Dendy Setiawan menegaskan desa adalah benteng terakhir untuk pertahanan negara Indonesia.
“Desa adalah tempat ideologi bangsa Indonesia diimplementasikan,” kata Dendy.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari